بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Dia memang abadi dalam bait kata, tapi saya berhasil mengikat kamu untuk sekarang dan selamanya."
⏭️⏸️⏮️
MENGHADIRI sebuah majelis ilmu dengan didampingi pasangan halal adalah impian saya sedari dulu. Alhamdulillah satu per satu sudah mulai terwujud.
Jika sebelumnya hanya seorang diri, sekarang ada suami yang menemani. Bahkan saya hanya tinggal duduk manis di jok belakang karena dialah yang mengemudi.
Mas Dipta merupakan laki-laki pertama dan satu-satunya yang berhasil membonceng saya.
"Selesai taklim saya akan bawa kamu ke suatu tempat. Nanti kita bertemu di sini lagi, yah," katanya sebelum kami berpisah untuk menuju tempat yang telah pihak penyelenggara sediakan.
Saya hanya mengangguk lantas segera masuk dan duduk di tempat kosong.
Kajian kali ini lumayan penuh sesak karena pematerinya merupakan pendakwah yang cukup terkenal.
Sebagaimana biasanya saya menyiapkan sebuah catatan agar tidak lupa, untuk mencatat point-point penting yang disampaikan.
Hampir dua jam kajian berlangsung, terasa singkat karena saya benar-benar menikmatinya. Saya harap, akan ada kajian-kajian berikutnya yang bisa sama-sama kami hadiri.
"Mau ke mana, Mas?" tanya saya saat dia tengah memasangkan helm di kepala saya.
"Gramedia Merdeka Bandung, lagi ada Big Sale di sana," katanya begitu antusias.
Mata saya berbinar seketika. "Seriusan, Mas?"
Dia mengangguk mantap sebagai jawaban. "Kajian date-nya sudah selesai, sekarang saatnya Gramedia date."
Saya sedikit tertawa menanggapi hal tersebut.
Motor melaju dengan tenang, hilir mudik kendaraan lain menjadi pemandangan, terlebih jalanan kota Bandung memang sangatlah apik.
Hanya sekadar berkeliling tanpa tujuan pun, sudah berhasil menghilangkan penat, apalagi jika memiliki tujuan yang jelas. Makin berkali-kali lipat senangnya.
Sesampainya di sana, Mas Dipta langsung menggandeng tangan saya dan mengajak berkeliling untuk melihat berbagai judul buku yang terpajang.
"Zani boleh beli berapa pun, asalkan bukunya bermanfaat dan dibaca. Jangan hanya dibeli, tapi berakhir mangkrak di dalam lemari."
Saya memberikan hormat layaknya pada bendera merah putih. "Siap, laksanakan."
"Apa Zani ingat, ada cerita apa di tempat ini?"
Saya sejenak berpikir. "Mas pernah traktir saya buku dengan cara yang misterius."
Dia tertawa kecil. "Saya kira kamu sudah lupa."
Saya mengambil sejenak buku berjudul Pangeran Hati karya Mellyana Dhian. "Tentu saja tidak."
Kening dia terlipat saat saya menyerahkan novel yang tadi telah saya ambil. "Apa?"
"Bayarin yah, Mas," kata saya lantas berlari menjauh dari jangkauannya.
"Saya kira kamu akan menggombali saya dengan buku ini, tahunya tidak. Ekspektasi saya terlalu tinggi rupanya," rajuk Mas Dipta.
Saya terkekeh seraya geleng-geleng kepala. "Cukup pembaca saja yang saya buat salting dan baper tak ketulungan. Mas Dipta jangan, saya tidak mau dimintai pertanggungjawaban!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Epilog Tanpa Prolog
SpiritualDISCLAIMER || NARASI & DIALOG BAKU Kisah yang tidak pernah DIMULAI, tapi harus berakhir dengan kata SELESAI. Terdengar cukup memiriskan, tapi itulah kenyataan. Garis takdir memang tidak bisa dikendalikan, hanya sekadar bisa direncanakan tanpa tahu...