"Lala, kesini!" ucapan Qiyya di potong oleh seseorang yang memanggil Lala dari kejauhan.
Lala menoleh ke sebelah melihat ada Ruby berdiri sambil memegang sapu lidi panjang mengisyaratkan bahwa dirinya harus ke sana.
Lala memberi kan buah rambutan yang sudah dikupas kepada Qiyya "maaf Qiyya, Kaka harus pergi" pamit Lala. Kemudian berdiri turun dari gazebo.
"Assalamualaikum, Qiyya" salam Lala sebelum pergi.
"Waalaikumsalam, mbak" balas Qiyya dengan pipi bulatnya.
"Mbak ini keranjang nya bagaimana?" teriak Qiyya saat punggung Lala sudah jauh.
"Kamu simpan saja di sana, nanti Kaka ambil" balas Lala meninggikan suaranya tanpa menoleh, berlari menghampiri Ruby.
Tidak terasa Qiyya telah menghabiskan setengah dari keranjang buah rambutan. Namun ia belum bisa berhenti karena rasa yang segar dan manis. Entah bagaimana caranya mbak tersebut bisa mendapatkan buah rambutan seperti ini.
Tidak jauh dari Gazebo, ada seseorang yang sedang memperhatikan Qiyya duduk didalam Gazebo. Menggeleng kepala nya pelan "Qiyya, Qiyya. Tak delok nang endi-endi, jebul wis ana kene" (di cariin kemana-mana, ternyata ada di sini) ucap orang tersebut.
"Assalamualaikum, Qiyya" salam seseorang dari belakang, Qiyya yang sangat asik menikmati buah rambutan sampai tidak mendengar ada suara salam.
Sebuah tangan mengelus kepala Qiyya yang di tutupi dengan kerudung bergo secara lembut "Qiyya" panggil seseorang dengan lembut dan halus.
Qiyya berhenti menguyah saat kepalanya terasa di sentuh oleh seseorang dan mendengar ada yang memanggil namanya. Lalu Qiyya pun mendongak ke atas kepalanya melihat ada tangan berkulit putih berada di atas kepalanya dan menoleh ke belakang "eh, mas" ucap Qiyya kaget dengan mulut nya basah dan penuh dengan rambutan.
"Assalamualaikum, Qiyya" salam Hanan sambil menaruh kedua tangannya di belakang punggung.
Qiyya menelan buah rambutan lalu menjawab salam masnya "waalaikumsalam, mas"
"Qiyya, Abah nggoleki sampeyan. Sampeyan kudu mulih!" (Qiyya, Abah sedang mencari mu. Sebaiknya kamu pulang ke rumah!) titah Hanan dengan tegas.
Setelah ia pulang mengajar ngaji kelas 11, Abahnya datang menghampiri dirinya sedang raut wajah gelisah. Abah dan Uminya sudah panik karena Qiyya tidak ada di rumah, Abah dan Uminya juga sudah menyuruh santri putri untuk mencari Qiyya tapi gadis kecil itu tidak ada. Dan ia tidak sengaja melihat Qiyya yang sedang asik duduk di dalam Gazebo dan ternyata gadis kecil itu sedang makan buah rambutan.
Qiyya menatap keranjang yang masih ada setengah buah rambutan "ora, Pak. Qiyya kepengin nginep kene mangan buah rambutan" (gak, mas. Qiyya mau tetap di sini makan buah rambutan) tolak Qiyya.
Saat tangan mungil nya hendak mengambil satu buah rambutan, masnya mengambil keranjang lalu menjauhkan dari Qiyya "Ora, Qiyya. Wajib maos Al-Qur'an rumiyin, lajeng saged dhahar woh rambutan malih" (tidak, Qiyya. Kamu harus ngaji dulu, baru setelah itu kamu boleh makan buah rambutan lagi) titah Hanan tegas sambil memegang keranjang.
Abahnya sudah memerintahkan kepada dirinya untuk mencari Qiyya, karena gadis kecil itu harus mengaji sore.
Mendengar itu, Qiyya langsung memasang wajah cemberut "nggih, mas. Qiyya badhe maos Quran" (iya, mas. Qiyya akan ngaji) balas Qiyya pasrah. Ingin menolak namun ia takut melihat raut wajah masnya yang tegas.
Lantas Qiyya pun menurunkan kedua kakinya dari Gazebo lalu memakai sandal. Mengambil plastik kecil yang penuh dengan cangkang buah rambutan, di pegang nya.
Qiyya dan Hanan pun pergi meninggalkan Gazebo, Hanan yang berjalan sambil memegang keranjang buah rambutan dan Qiyya memegang plastik kecil.
Hanan terus memperhatikan keranjang pink yang ia pegang, seperti ada hal aneh "Qiyya, endi sampeyan entuk woh lan kranjang iki?" (Qiyya, dapat darimana buah dan rambutan ini?) tanya Hanan. Keranjang pink nya tampak seperti familiar.
"saka siswa wadon, dheweke uga salah siji siswa ing Sekolah Pelita Pertiwi, Bandung" (dari santri putri, dia juga salah satu siswa di sekolah pelita Pertiwi Bandung).
"Pelita Pertiwi, Bandung?" beo Hanan. Itu adalah tempat ia mengajar di Bandung namun kini ia sudah tidak mengajar lagi karena paman nya sudah kembali.
Qiyya mendongak menatap wajah masnya "nggih, mas. mbok mas ngerti?" (iya, mas. Mungkin mas kenal?"
Hanan menoleh menatap wajah adiknya "asmane?" (Namanya) tanya Hanan. Penasaran, siapa santri putri yang dimaksud oleh adiknya.
"Lala" jawab Qiyya cepat.
Mendengar nama Lala, mata Hanan membuat sempurna. Ternyata santri putri yang dimaksud adiknya adalah Lala, si anak kota. Pantas saja ketika ia melihat keranjang pink terlihat sangat familiar tapi kenapa Qiyya bisa bersama anak kota itu?.
"Qiyya, carane bisa ketemu karo Lala?" (Qiyya, bagaimana bisa kamu ketemu sama Lala?) tanya Hanan bingung, dari sekian banyaknya santri putri yang ada di pesantren ini, adiknya malah bertemu dengan anak kota itu.
"Nalika Qiyya mbenturi watu kanggo njupuk woh rambutan, Mbak Lala teka menehi woh rambutan" (saat Qiyya sedang melempar batu untuk mendapatkan buah rambutan, mbak Lala datang menawarkan buah rambutan) jawab Qiyya apa adanya.
"Lho, kok mbenturi watu? Mas neng kene cak, tak jupuk buah rambutan" (terus, kenapa kamu lempar batu? Kan ada mas, biar mas ambilkan buah rambutan nya) tanya Hanan. Tidak habis pikir, bisa-bisanya adiknya malah melempar batu hanya untuk mendapatkan buah rambutan. Sementara ada dirinya.
"Piye carane aku bisa nelpon sampeyan, masnya lagi ngajari" (gimana mau panggil, orang masnya lagi ngajar) jawab Qiyya, tertunduk menatap tanah yang ditutupi dengan rerumputan pendek sambil menggoyangkan pelan plastik kecil.
Qiyya ingin sekali memanggil abangnya untuk mengambil beberapa buah rambutan tapi saat ia pergi untuk menemui Abang nya. Ternyata Abang nya sedang mengajar ngaji kelas 11.
"lan yen Qiyya ngenteni suwe, mula Qiyya mung mbalang watu kanggo entuk woh rambutan" (dan jika Qiyya tunggu, itu akan lama. Jadi Qiyya lempar saja batu untuk mendapatkan buah rambutan) lanjut Qiyya.
Lebih baik ia lempar batu untuk mendapatkan buah rambutan daripada ia harus menunggu Abang nya selesai mengajar entah sampai kapan.
Tidak terasa mereka telah sampai di depan rumah nya, Hanan dan Qiyya melepaskan sandal dan naik masuk kedalam rumah.
"sabanjure, yen sampeyan pengin ora rambutan. mung marang mas" (lain kali, kalau kamu mau buah rambutan. Bilang saja ke mas) ucap Hanan sambil membuka sebelah pintu, membiarkan Qiyya masuk dahulu. Baru dirinya masuk dan menutup kembali pintu.
"Ora becik yen diuncalake watu, yen watu kasebut kena siswa kain. Carane?" (Tidak baik jika kamu lempar batu, kalau batu itu mengenai santri lain. Bagaimana?) tanya Hanan sambil menaruh keranjang pink di atas meja.
Perbuatan Qiyya bisa saja membahayakan santri lain yang sedang lewat di sekitar pohon rambutan dan ia tidak ingin jika adiknya melukai orang lain.
"Ya, Qiyya ora bakal nglakoni maneh" (iya, Qiyya tidak akan melakukan hal itu lagi) balas Qiyya.
"Kowe kudu nemoni Abah, Abah mesthi ngenteni kowe" (sebaiknya kamu pergi menemui Abah, Abah pasti sudah menunggu mu) titah Hanan. Menyuruh adiknya untuk segera menemui Abah nya, karena sejak tadi Abahnya sudah menunggu Qiyya di ruangan nya.
"Nggih, mas. Nanging, mas" (iya, mas. Tapi mas) Qiyya berbalik badan mendongak menatap wajah masnya.
"Mas, delengen kranjang kuwi. kaya kita!" (Mas, lihat keranjang itu. Seperti punya kita!) tunjuk Qiyya, sejak Lala membawa keranjang pink dari kamar nya. Qiyya teringat bahwa keluarga nya juga memiliki kerangka pink seperti itu di rumah.
Hanan menatap keranjang pink, mendapatkan pertanyaan seperti itu membuat dirinya seketika gugup dan bingung harus menjawab apa "keranjang itu....."
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is My Gus ( GURUKU SEORANG GUS )
HumorCerita 1 Tamami. Kisah ini menceritakan tentang Lala, seorang playgirl yang mempunyai banyak mantan. Suatu hari, salah satu temannya tak percaya bahwa Lala seorang playgirl. Temannya pun menantang Lala untuk meluluhkan guru baru mereka yang berhati...