Bagian 12 | Sebentar lagi 💪✊💪

131 5 0
                                    

Saat ini Lala sedang berada di pinggir lapangan, sambil menggendong tas nya mata Lala mengedarkan pandangannya ke seluruh lapangan mencari seseorang.

"Nah, itu dia" tunjuk Lala ke seseorang yang sedang berjalan sambil menenteng tas di tangan kanan.

Dengan senyum jahat nya "ini saatnya"

Bruk!.

Lala pura-pura tersandung oleh kakinya sendiri, terduduk miring di atas jalanan "aduh, sakit sekali" rintih Lala meninggikan suaranya sambil mengusap kakinya layaknya orang kesakitan. Sesekali ia juga melirik ke arah orang tersebut.

Hanan berhenti saat mendengar suara perempuan yang sedang kesakitan. Lantas Hanan berbalik badan, terkejut melihat Lala duduk di jalanan.

Lala melirik lagi ke arah gurunya dan gurunya masih ada di sana namun hanya diam "gue harus tinggikan lagi suara gue" gumam Lala pelan.

"Aduh, sakit sekali. Bagaimana bisa gue pulang dengan keadaan kaki gue yang sakit begini" keluh Lala sengaja meninggikan suaranya berharap gurunya peka dan segera membantu nya.

"Ah, kenapa lama amat sih" batin Lala keburu kesel.

"Kasian sekali. Saya harus bantu anak itu" segera Hanan berjalan menghampiri Lala yang duduk di atas jalanan.

"Assalamualaikum" salam Hanan.

Mendengar suara familiar, Lala pun mendongak "eh, pak. Waalaikumsalam" balas Lala pura-pura kaget.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Hanan ketus. Tidak mungkin perempuan ini duduk di jalanan tanpa alasan.

"Sedang mencari udara, yah jatuh lah. Pakai nanya segala" batin Lala geram.

Mengubah raut wajahnya menjadi sedih "kaki saya sakit pak, karena kesandung" bohong Lala. Padahal ia hanya berakting.

Lalu Hanan merogoh saku celana bagian samping, mengeluarkan sebuah sapu tangan. Kemudian menyodorkan sapu tangan kepada Lala "kamu pegang sapu tangan ini untuk berdiri" ucap Hanan memegang bagian sebelah sapu tangan.

"Gue kira akan di bantu kayak yang di drama-drama, ternyata...." cibir Lala pelan. Berharap akan melakukan adegan romantis di drama yang ia tonton.

Lala mendongak "tidak, perlu saya bisa sendiri" tolak halus. Lebih baik ia berdiri sendiri daripada pakai sapu tangan.

"Apakah kamu yakin?" tanya Hanan sambil mengerutkan keningnya.

"Iya, pak" lantas Lala pun berdiri namun seperti orang yang kakinya kesakitan.

"Bagaimana kamu pulang?"

Sambil menundukkan kepalanya menampilkan ekspresi sedih "saya akan pulang sendiri, pak. Teman-temannya sudah pulang semua" jawab Lala jujur sambil memegang sebelah kakinya. Walaupun dirinya lah yang menyuruh semua teman nya pulang dahulu.

Hanan melirik ke tangan Lala yang terus memegang kakinya "apa sesakit itu?" batin Hanan. Merasa kasian kepada Lala.

"Saya permisi pulang dulu, pak. Assalamualaikum" pamit Lala sekaligus memberikan salam kepada gurunya. Berjalan mendahului gurunya sambil memegang sebelah kaki yang di seret.

Hanan berbalik badan, tidak tega melihat Lala yang pulang sendiri dengan keadaan kakinya sakit "tunggu!" teriak Hanan.

Sontak Lala memberhentikan langkah nya "gue berharap tuh guru mau antar gue pulang" batin Lala. Berharap rencananya berhasil.

Lala menoleh ke belakang "ada apa, pak?"

Hanan tidak menjawab, laki-laki itu berjalan maju mendekati Lala. Berdiri di sebelah Lala.

"Biar saya antar" ucap Hanan tanpa menoleh.

Kemudian berjalan mendahului Lala. Perempuan itu masih diam tak bergeming "tapi pak!" teriak Lala. Memandang punggung gurunya.

"Saya tidak menerima penolakan" bantah Hanan. Tanpa menunggu Lala, ia berjalan menuju parkiran motor.

"Ini guru gak ada romantis-romantisnya sama sekali" gumam pelan Lala. Baru kali ini Lala lihat orang yang menawarkan dirinya untuk mengantar pulang tapi jalan dahulu.

"Tidak papa, yang terpenting rencana gue berhasil" ucap Lala. Setidaknya Lala senang karena rencana nya berhasil.

Dengan kaki yang di seret, Lala sebisa mungkin mengejar langkah gurunya yang sudah menjauh darinya.

******

Hari kedua sebelum akhir taruhan, Desi, Mira, Lala, Asep, Bagas dan Iqbal bersepakat untuk berkumpul di rumah pohon. Mereka ingin membicarakan soal hari terakhir taruhan antara Asep dan Lala. Besok sudah waktunya bagi Lala untuk mendapatkan hati guru nya.

Asep menoleh ke sebelah "bagaimana, La? Kamu udah ada strategi buat besok belum?" semua kelima temannya memandang wajah Lala, menunggu jawaban dari anak kota itu.

"Udahlah, itu mah urusan gampang. Pokoknya kalian akan menjadi saksi dimana gue akan bisa mendapatkan hati yang sedingin kutub selatan" ucap Lala penuh percaya diri. Semalam ia baru saja mendapatkan ide yang bagus untuk menembak guru nya. Membayangkan bagaimana dirinya berhasil mendapatkan hati yang dingin itu.

Lala menoleh ke sebelah "dan lu, Asep" menunjuk ke dirinya Asep "siap-siap aja lu akan mentraktir kita semua, karena lu akan kalah"

Asep melipatkan kedua tangan nya di dada "kita lihat saja besok. Siapa yang akan menang " balas Asep. Ia juga percaya jika Lala lah yang akan kalah dalam taruhan ini.

Desi mencolek pundak Lala, mendekati wajahnya ke Lala "La, kamu yakin bakal menang dari Asep?" bukan Desi tidak percaya kepada Lala hanya saja ia merasa kasihan jika anak kota itu kalah dan harus mentraktir mereka semua.

"Tenang aj, gue pasti menang. Karena gue udah punya rencana yang bagus" ucap Lala tersenyum sendiri sambil menggosok-gosok kedua telapak tangannya.

Kemudian Desi beralih menatap wajah Mira "kita doakan saja semoga Lala menang" dan Mira mengangguk berharap Lala yang menang meskipun Mira juga ragu.

Bagas memandang wajah Lala yang dan di hadapannya "sebentar lagi waktu taruhan sudah habis. Apakah Lala akan menang?" batin Bagas. Bingung apakah harus mendukung Lala atau tidak, dan jika Lala kalah ia juga merasa kasihan.

He Is My Gus ( GURUKU SEORANG GUS )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang