Bagian 4 | Strategi

424 15 1
                                    

Lala, Desi, Mira, Bagas, Iqbal dan Asep bersepakat untuk pergi ke danau sekalian untuk bermain basket.

Mereka semua mengayuh sepeda kecuali Lala yang di bonceng oleh Iqbal karena Lala belum memilikii sepeda dan ia juga belum sempat meminta di kirimkan sepeda oleh keluarga nya dari kota.

"Woy La" panggil Asep, yang kebetulan sepedanya bersebelahan dengan sepeda Iqbal.

"Apa?" sahut Lala yang berada di belakan Iqbal dengan memegang kedua pundak Iqbal agar tidak jatuh.

"Emang kamu nggak punya sepeda?" tanya Asep, setiap mereka pergi pasti Lala selalu menumpang pada sepeda Iqbal. Lala itu bagaikan beban hidup buat Iqbal.

"Punya. Tapi di kota" jawab Lala jujur. 

"Emang kamu nggak kasian gitu sama si Iqbal yang setiap hari harus membawa manusia yang berat badan nya setara dengan gajah" celetuk Asep, sekilas melirik ke arah Lala dan Iqbal.

"Siapa lu? Iqbal aja nggak keberatan. Enak aja lu bilang badan gue kayak gajah, gini-gini juga banyak yang suka" bela Lala pada diri sendiri lebih tepatnya membanggakan dirinya.

"Kata siapa si Iqbal nggak keberatan? Dia itu diam karena nggak mau lu merasa......"

"Udah sep, lagian saya juga enggak keberatan malah saya senang bisa membonceng anak kota seperti Lala" potong Iqbal, tidak mau kalau Asep dan Lala jadi bertengkar.

"Kalau emang si Iqbal keberatan saya siap ngebonceng Lala" sela Bagas yang membuat Asep dan Iqbal menoleh ke belakangnya.

Jarang sekali Bagas ngomong apalagi menawarkan dirinya untuk membantu orang kota seperti Lala. Pasalnya ia paling cuek dan diam di antara mereka berlima bahkan temannya aja minta tolong Bagas tidak pernah merespon atau membantunya.

Desi yang ada di barisan depan mengerem sepeda nya, membuat teman-teman nya mendadak berhenti.

"Bisa nggak si kalian tuh jangan berisik kita tuh mau ke danau bukan mau ke lomba debat yang harus latihan debat dulu" murka Desi sembari menahan emosi nya.

"Gara-gara lu sih sep, si Desi jadi marah kan" tuduh Lala.

"Lah kenapa saya yang di salah kan, bukannya kamu duluan" tuduh balik Asep  tidak terima jika dirinya yang disalahkan.

"kita mau lanjut ke danau atau mau putar balik?" bentak Desi, membuat semuanya bungkan.

"Lanjut Desi, dah jangan marah lagi" ucap Mira lembut yang ada di sebelah Desi.

"Kalau misalkan mau lanjut jangan ada yang berantem"

"Iyah Desi" jawab serentak teman-temannya.

Desi memang serem kalau sudah marah apalagi seperti tadi ada yang berisik atau berantem ia akan sangat marah besar yang membuat teman-teman nya takut dan tidak berani menatap mata nya, hanya Mira yang mampu menenangkan hati Desi tidak dengan Lala meskipun ia bandel tapi ia tidak berani terhadap Desi beda cerita nya kalau Lala di kota.

Mereka pun melanjutkan perjalanan sebelum hari semakin gelap karena kalau sudah gelap semua jalanan akan sepi dan sunyi membuat penduduk desa jarang ada yang keluar malam.

Sebelum mereka sampai di danau, mereka harus melintasi beberapa jalanan yang rusak dan berlubang yang berisi genangan air.

Maklum saja ini pendesaan terpencil yang pastinya jalanan nya tidak sebagus jalanan di kota, selama perjalanan banyak sekali rumput yang sudah sangat panjang dan hampir menutupi pinggiran jalan. 

Setelah menempuh perjalanan setengah jam, akhirnya mereka tiba di sebuah danau. Sungguh begitu indah pemandangan di sini dengan adanya perahu yang berada di pinggir danau apalagi dengan di tambahkan pepohonan yang membuat suasana di sini semakin sejuk dan dingin.

Mereka memilih untuk memarkirkan sepede nya di bawah pohon yang ukuran lumayan besar dan terdapat rumah yang terbuat dari kayu, rumah yang biasanya di jadikan tempat santai dan refreshing ketika mereka suntuk dengan tugas yang ada di sekolah.

Lala turun dari sepeda kemudian disusul oleh Bagas dan keempat temanya.

Karena hari semakin sore, mereka memutuskan untuk langsung pergi ke rumah pohon untuk sampai ke rumah pohon mereka harus menaiki tangga yang sudah mereka buat jauh sebelum Lala datang kependesaan ini. Satu persatu dari mereka naik ke atas pohon lalu masuk ke dalam rumah. Meskipun rumah kayu ini berukuran kecil tapi ruangan ini cukup menampung untuk mereka berenam.

Semuanya sudah berkumpul dan duduk dengan membentuk sebuah lingkaran, di sini mereka ingin membahas mengenai masalah taruhan antara Asep dengan Lala.

 "La, kamu mau tetap lanjut atau mau ngaku kalah?" Tanya Asep memecahkan keheningan yang ada di antara mereka semua.

"Lanjut lah, tapi lu harus beri gue waktu untuk memikirkan strategi" 

"Strategi?" ulang Mira membulatkan matanya, maklum saja namanya anak desa jadi kurang mengertian dengan apa yang Lala bicarakan.

"Strategi agar gue bisa dekat dan jadian dengan Pak Hanan" jawab Lala, sebenarnya ia juga belum tau strategi seperti apa yang akan ia gunakan nanti.

"Yakin kamu bisa dapatin Pak Hanan?" cetus Asep, mana bisa Lala dapatin hati Pak Hanan, guru yang terkenal cuek dan tidak susah untuk di dekati.

"Yakinlah, karena bagi gue ini adalah tantangan yang belum pernah gue coba. Biasanya kan gue di tembak kalau ini gue yang nembak" ucap Lala yakin dengan keputasannya. 

"Lagian enggak ada yang gagal sebelum kita coba, ingat kalau kita ingin sukses harus bekerja keras dulu baru bisa merasakan hasilnya begitu pula dengan gue kalau gue belum mencoba mana gue tau hasilnya" tutur Lala baru kali ini bicara bijak dan ada benarnya.

"Tumben kamu ngomong nya benar" ledek Desi.

"Emang gue biasanya ngomong apa?" tanya Lala mengeryit kening nya, perasaan dia kalau ngomong selalu benar.

"Kamu tuh kalau ngomong enggak pernah jelas dan asal ceplos tanpa memikirkan perasaan orang lain" jawab Iqbal yang sebenarnya.

"Oke La, saya kasih kamu waktu 2 Minggu, dalam 2 Minggu kamu belum juga bisa menaklukkan hati Pak Hanan kamu yang harus mentraktir saya, Desi, Mira, Bagas, dan juga Iqbal" peringat Asep.

Sontak Lala kaget mendengar yang di lontarkan oleh Asep "kok jadi semuanya? Kan perjanjian enggak gitu"protes Lala, perasaan awal perjanjian tidak seperti itu kenapa malah jadi begini?.

"Kan saya yang buat perjanjian nya jadi terserah saya, kalau kamu nggak sanggup bilang aja" tantang Asep dengan senyuman smirk.

"Sanggup lah" terima Lala dengan percaya diri.

"Heum, oke, Kita liat aja apakah kamu berhasil dapatin hati Pak Hanan atau malah sebaliknya kamu di tolak" sarkas Asep.

He Is My Gus ( GURUKU SEORANG GUS )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang