GAFIN | 28

677 68 24
                                    

28 – Siswa Eligible

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

28 – Siswa Eligible.

Agam masuk kedalam kelas dengan tergesa-gesa. Nafasnya berhembus dengan cepat, bahkan ia tidak langsung berbicara kepada teman-temannya. Agam berhenti tepat disebalah meja Gafin, laki-laki yang tampak menatap Agam aneh.

"Kenapa?" tanya Gafin.

Agam menarik nafasnya dalam-dalam. "Lo, Rayan, sama gue, masuk ke tiga besar siswa eligible. Cuman ada sepuluh orang beruntung yang masuk siswa eligible, dikelas ini."

Mendengar kabar baik itu, Gafin segera berdiri dari duduknya, segera pergi untuk melihat pengumuman dimading sekolah. Rayan juga mengikuti Gafin dari belakang.

Lobi sudah dipenuhi oleh kerumunan siswa kelas dua belas yang ingin mencari namanya didaftar siswa eligble yang tertempel dimading sekolah.

Setelah berhasil melihat daftar nama kelas mereka. Zidan menghampiri mereka bertiga yang sudah memisahkan diri dari kerumunan siswa.

"WOW SELAMAT BRO!" teriaknya sambil memeluk erat Rayan.

Rayan yang risih langsung menepis pelukan Zidan kasar, "yang peringkat satu Gafin, jadi lo peluk aja dia." Tangannya menunjuk ke arah Gafin.

Belum sempat Zidan memeluk Gafin, Gafin sudah mengangkat tangannya setara dengan dada agar Zidan tidak bisa memeluknya. "Nih peluk Agam aja, dia jomblo."

Agam membulat. "Najis, lo peluk, gua tonjok ya?"

Zidan memasang wajah sedihnya, seolah ia adalah manusia yang paling tersakiti. "Ngga ada yang mau dipeluk pangeran Zidan ini?"

Mereka bertiga secara bersamaan memasang ekpresi seperti ingin muntah, "huek."

"Eh ngomong-ngomong, gua ngga liat Gefin, dia dimana?" tanya Zidan.

Benar juga?

Tidak ada Gefin sejak mereka di kelas tadi, kemana laki-laki itu?

"Paling juga bolos, kebiasaan." Gafin menjawab.

***

"Lo kenapa kaya kanebo kering sih, kusut banget?" tanya Agam pada Zidan.

Zidan tampak lesu tidak seperti biasanya, "gua ngga pernah ngerasain nama gua ada dimading, sekali pun kayanya ngga pernah, apa gua segapunya prestasi itu ya?"

Mata Zidan beralih menatap Gafin. "Apa gua sebego itu ya, Gaf?"

Gafin terkejut dengan kalimat Zidan, biasanya Zidan biasa saja perihal nilai, ataupun yang lainnya ia tidak pernah menaruh iri pada teman-temannya.

Mereka saling melempar pandangan. "Ada banyak cara lain buat masuk universitas, ini masih tahap awal. Lo masih punya banyak kesempatan. Jangan sia-siain kesempatan itu."

"Tapi Gaf, Ray, Gam, apa bisa gua kuliah sambil jagain Oma?"

Lagi-lagi mereka saling melempar pandangan, kali ini Rayan yang menjawab. "Lo ngga usah khawatir, buat Oma lo bangga, tunjukin kalo lo bisa masuk universitas impian lo dari hasil kerja keras lo."

GAFINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang