Prolog

4.7K 322 31
                                    

Sang purnama tengah bersinar gagah di angkasa sana kala sebuah berita disebarkan ke seluruh kota. Selimut yang awalnya telah menghangatkan tubuh akhirnya disibak dan singkirkan dengan terburu. Pintu-pintu kembali dibuka dan puluhan orang berhamburan keluar tinggalkan kediamannya masing-masing. Setiap insan tak lagi pedulikan penampilannya yang berantakan dan masih kenakan gaun tidur ketika harus mengahadap sang panglima kerajaan.

Semua orang menunggu-nunggu sebuah kabar sejak pesta pernikahan selesai dilaksanakan sore tadi. Setiap wajah tunjukkan kecemasan. Namun beberapa lainnya juga tunjukkan kesombongan akan prediksi bahwa panglima kerajaan itu akan bawakan kabar yang sama dengan malam-malam sebelumnya setiap upacara pernikahan sang pangeran usai.

Namun diantara seluruh wajah cemas bercampur lelah itu ada sepasang suami istri yang dengan takut menantikan kabar yang akan diberikan. Hatinya risau menanti kabar putrinya yang terpaksa harus dinikahkan dengan pangeran yang kerap disebut terkutuk.

Di kamarnya, Jihoon menengok dari jendela, akhirnya penasaran juga dengan keributan yang tak kunjung usai. Ia akhirnya tinggalkan meja belajar serta kertas penuh kalimatnya di atas meja dan beranjak keluar. Keningnya mengerut kian dalam begitu melihat kuda-kuda kerajaan masih berjejer yang mana juga tandakan bahwa kabar yang dinanti masih belum disampaikan.

"Kenapa," tanyanya pada Jaehyuk, sang kawan baik yang rupanya juga sudah lebih dulu berkumpul di luar rumah. "Apa ada kabar baik?"

Jaehyuk menggeleng, dan di saat yang bersamaan terdengar suara tangisan nyaring. Jihoon otomatis menengokkan kepala ke arah suara tangisan disertai teriakan frustasi yang memilukan hati. Raut wajahnya berubah muram seketika.

Seluruh kepala menunduk seketika hantarkan doa untuk jiwa suci yang baru saja berpulang. Helaan nafasnya memberat bersama dengan perasaan gundah akan kabar meninggalnya istri sang pangeran; gadis muda yang baru dinikahinya siang tadi.

"Aku jadi takut, setelah ini Pangeran pasti akan mencari calon istri yang baru lagi."

"Iya, seharusnya orang seperti itu dimusnahkan saja, membuat repot saja. Entah sudah berapa puluh jiwa yang dibunuhnya dan akan jadi berapa juta jiwa nantinya."

"Iya, ini seperti mimpi buruk untuk semua gadis di Pavana. Menikah dengan Pangeran bukan lagi impian, tapi mimpi terburuk!"

Jihoon mengangkat kepala saat rungunya mendengar sebuah suara bisikan dan desisan kesal dari belakangnya. Saat ia menoleh, didapatinya beberapa gadis muda yang saling menggosipkan sang pangeran. Ia diam saja mendengar hal itu, mau menegur pun tak akan ada gunanya. Meskipun tak sopan bergosip di atas kabar meninggalnya seseorang namun topik tentang kutukan sang pangeran ini memang tak dapat dihindari.

"Ini sudah penikahan keduapuluh," ucap Jaehyuk tiba-tiba, buat Jihoon kembali menatapnya dengan sebelah alis menukik.

"Kenapa kamu menghitung jumlah pernikahannya?"

"Semuanya perempuan, dari yang masih perawan sampai yang sudah pernah menikah dan bahkan istri orang lain dan sudah punya anak," tambahnya lagi tak hiraukan pertanyaan Jihoon.

"Memangnya kenapa? Apa ada siklusnya? Apa setelah ini Pangeran akan menikahi seorang nenek-nenek?"

Jaehyuk sontak tertoleh menatap Jihoon yang dengan polosnya lontarkan pertanyaan tak berdasar. Jaehyuk mendecak, sebal dengan sifat temannya yang sebenarnya cerdas namun terkadang malas berpikir ini.

"Aku hanya terpikir, bagaimana jika kutukannya bukan dipatahkan dengan menikahi perempuan tapi laki-laki."

"Hah?! Pikiran gila apa itu," Jihoon memekik terkejut dengan apa yang temannya itu perasangkakan. Lebih gila dari pemikirannya sendiri, pikirnya. "Lagipula ya, tentang pangeran yang dikutuk itu kan hanya rumor belaka, belum tentu terbukti kebenarannya," sangkalnya seraya melengos.

Cadar [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang