XXIV

1.2K 131 31
                                    

Di bawah rimbun pepohonan hutan pinus, daerah perbatasan Pavana dengan Aira yang dipisahkan oleh sebuah sungai yang mengalir langsung dari pegunungan, samar-samar rungunya menangkap langkah kaki berisik terdengar terburu-buru. Minjeong berhenti, matanya menatap waspada pada sekitar. Tangannya siap menarik pedangnya keluar menebas apa pun yang akan menghalangi jalannya.

Tak!

Whushh

"Woa!" Tubuhnya jatuh begitu dikejutkan dengan mata pedang yang menodong langsung ke arah perutnya. Hampir saja tubuhnya terbelah jadi dua.

"Bisakah kamu berhati-hati?! Kenapa selalu melemparkan pedangmu padaku?!" Yoshi, pria itu menyentak sebal pada Minjeong yang kini juga tampak sama terkejutnya.

"Kamu gak apa-apa?" Pedangnya dijatuhkan, lalu hampiri Yoshi untuk memastikan keadaan pria tersebut. Namun Yoshi justru menepis tangannya dan menatapnya sinis.

"Aku kan tidak sengaja! Salahmu juga kenapa datang mengendap-endap begitu!" Minjeong menyentak kesal, turut tersulut emosi walaupun sebenarnya ia juga salah meskipun Yoshi juga salah. Gadis itu tentu saja tidak terima disalahkan.

"Bagaimana jika kamu tadi benar-benar membunuhku?! Padahal kamu yang memintaku datang kemari!" Yoshi balas membentak tak kalah keras. Tidak mungkin ia tidak marah, nyawanya hampir saja melayang.

"Ya sudah, mana," tangannya langsung terulur menagih janji Yoshi yang kemarin bilang akan mencarikan permata batu bulan untuknya.

"Tidak ada," jawabnya singkat.

"Hah? Kok gak ada? Kan aku sudah bilang, tanyakan pada Klan Amánti, mereka pasti tahu di mana mendapatkannya."

Yoshi kembali menatapnya, kini dengan amarah memenuhi kedua bola matanya. "Dasar bodoh, kamu pasti tidak tahu kan, 90% penduduk Iceland itu adalah Klan Amánti, termasuk aku dan keluargaku! Makanya, itu kenapa tidak seharusnya kamu membolos saat sekolah!"

"Oh," Minjeong terdiam. Benar, ia tidak tahu dan baru tahu sekarang. Ia hanya tahu bahwa di Iceland ada banyak yang berasal dari Klan Amánti. "Jadi bagaimana?" tanyanya kemudian putus asa.

"Jangan tanya aku, lagipula kenapa kalian berani sekali memalsukan perhiasan dari Klan Luna? Batu bulan itu sulit didapatkan, bahkan setahuku benar-benar hanya Klan Luna yang memilikinya."

Minjeong mengendikkan bahu. "Aku bahkan tidak tahu kalau kalung itu palsu, aku malu sekali saat Jihoon langsung memergokiku begitu, aku langsung melepas kalung itu dan tidak mau memakainya lagi. Ayahku yang memberikannya, katanya supaya aku bisa lebih mudah mendekati Jihoon. Lebih mudah apanya, yang ada malah aku dibuat malu." Minjeong mendudukkan diri di atas tanah dengan lemas. Bibirnya menggerutu kesal dengan keadaan yang seolah tidak mau berpihak padanya sedikit pun.

"Kalau mau yang asli, kurasa satu-satunya cara adalah merebut milik Jihoon. Sudah bertahun-tahun Klan Luna hilang, sepertinya memang hanya tinggal Jihoon yang tersisa," ucap Yoshi memberikan saran yang tidak benar-benar jadi solusi. Bisa-bisa kepalanya lebih dulu dipisahkan dari badannya oleh Junkyu jika berani berbuat nekat.

"Ngomong-ngomong, kamu harus tetap membayarku."

"Hah?!" Minjeong sontak tertoleh menatap Yoshi yang tampak tenang di tempatnya duduk. Pria itu justru menekuk kakinya menyamankan posisi duduknya setelah tadi dibuat jatuh.

"Bayar apa? Permatanya saja tidak ada, apa yang mau dibayar?" Minjeong jelas memprotes. Ini adalah perampokan. Yoshi bahkan tidak mengatakan apa pun tentang bayar membayar saat dimintai bantuan tempo waktu lalu.

"Kamu sudah membuatku menempuh perjalanan jauh yang memakan waktu hampir satu bulan lamanya untuk mencarikan batu bulan. Kamu membuatku kehilangan banyak waktu, kamu pikir perjalanan jauh itu tidak butuh uang?!"

Cadar [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang