X

1.6K 222 55
                                    

Sang surya sudah naik ke permukaan pamerkan panasnya diiringi udara senjuk yang berhembus. Setiap jendela dibiarkan terbuka agar segarnya udara pagi dapat naikkan suasana hati. Jihoon mematut diri di depan cermin. Ia memutarkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan memainkan gaun putih dengan corak merahnya yang cerah secerah perasaannya hari ini.

"Kenapa gaun ini terlihat mencolok sekali ya? Apa ini tidak berlebihan," gumamnya sendiri menyaksikan penampilannya yang terlihat sedikit berlebihan di matanya.

"Yang Mulia, saya rasa bukan karena gaun yang anda pakai, tapi karena diri anda sendiri yang memang sudah bersinar. Gaun paling sederhana pun pasti akan terlihat mencolok saat anda yang mengenakan."

Jihoon tertawa kecil mendengar penuturan Chaeryeong. "Kamu bercanda ya, jangan memujiku terlalu berlebihan," ucapnya kemudian menyangkal pernyataan si dayang.

"Ah, saya bukan hanya sekedar memuji. Ini adalah fakta yang saya lihat sendiri saat festival kemarin. Anda terlihat cantik."

Pintu kamarnya diketuk. Jihoon segera berbalik dan temukan Junkyu yang datang menjemputnya. "Sudah selesai?" tanyanya yang dijawab oleh Chaeryeong. Gadis itu segera membantu Jihoon dengan gaunnya saat Jihoon beranjak menghampiri Junkyu.

Jihoon merangkul lengan Junkyu, lalu berjalan beriringan menuju istana tempat sang ratu adakan pertemuan kembali dengan para petinggi istana. Sesuai janjinya, Junkyu mengajak Jihoon untuk ikut serta walaupun sebenarnya ia masih tak sepenuhnya rela jika nanti Jihoon harus mendengar penghinaan.

"Ingatlah, kamu harus meminta izin pada Ratu lebih dulu sebelum berbicara. Saat bicara, kamu harus berdiri agar orang-orang di sana memperhatikanmu. Jika gugup, jangan dulu bicara karena mereka akan semakin menyerangmu nanti."

Jihoon mengangguk atas seluruh penjelasan yang Junkyu berikan. "Tegakkan tubuhmu." Jihoon tersentak. Secara otomatis bahunya menegak. Langkah kakinya beriringan dengan Junkyu memasuki sebuah ruangan besar yang di dalamnya sudah ada banyak orang yang duduk berurutan dari ujung ke ujung. Sang ratu duduk di singgasananya di ujung ruangan seorang diri.

Setiap mata di sana terpusat padanya seketika setelah kakinya memasuki ruangan. Jihoon jadi gugup karena diperhatikan dengan begitu intens dengan berbagai macam jenis pandangan berbeda. Pegangannya pada lengan Junkyu mengerat berusaha lampiaskan gugupnya karena ia tak bisa terlihat gugup sekarang.

Di bagian paling depan Jihoon duduk bersebelahan langsung dengan Junkyu dan sang ratu.

"Baiklah, karena semuanya sudah berkumpul kita akan memulai kembali perundingan yang sempat ditunda. Hari ini Jihoon ikut hadir di sini untuk turut serta menyuarakan pendapatnya," ucap sang ratu membuka forum diskusi.

"Jadi, masalah utama kita sekarang adalah penobatan Pangeran Junkyu sebagai Raja selanjutnya didampingi istrinya yang harus naik menjadi Ratu bersamanya. Jihoon adalah istrinya, tapi berdasarkan berbagai pertimbangan, Jihoon dianggap tidak bisa menjadi Ratu, maka perundingan ini dilaksanakan. Ada yang ingin bicara lebih dulu?"

Seseorang yang duduk di barisan tengah mengangkat tangan. Jihoon menoleh padanya dan baru menyadari bahwa seisi ruangan itu rupanya dipenuhi oleh laki-laki; hanya ratu sendiri yang merupakan perempuan. Ratu memberinya izin untuk bicara, maka berdirilah pria tinggi yang terlihat masih di usia mudanya itu.

"Terima kasih Yang Mulia Ratu. Saya mengubah pendapat saya kemarin, melihat kehadiran Jihoon hari ini di sini, menurut saya itu sudah menjadi pertanda bahwa Jihoon memiliki kemauan untuk memahami kondisi kerajaan. Menurut saya, Jihoon patut diberi kesempatan."

Setelah ucapannya itu, berbondong-bondong setiap tangan terangkat meminta izin bicara. Helaan nafas kasar sang ratu terdengar. Ia memberi izin pada salah satunya.

Cadar [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang