IV

2.3K 281 50
                                    

Pagi itu mentari sedang cerah-cerahnya menyapa pagi. Junkyu berdiri di depan jendela, membiarkan bias mentari menyentuh kulitnya. Sunyi di kediamannya itu menghantarkan ketenangan ke dalam hatinya. Namun tak lama, karena rungunya tiba-tiba diganggu oleh sebuah suara ketukan pintu.

Keningnya mengerut. Jelas bukan tamu. Ia lantas mengikuti asal suara tersebut. Tak jauh dari tempatnya berdiri tadi, kamar Jihoon yang bersebrangan langsung dengan kamarnya.

"Chaeryeong!"

Pintu dibuka dengan kasar. Sebuah kepala menyembul di celahnya. Jihoon menoleh ke sekeliling dan tak temukan sosok dayang pribadinya itu. Ketika ia menoleh ke kanan, ketika itu pula wajahnya kehilangan ekspresi.

"Eh, hehehe," canggung senyumnya terulas. Jihoon lantas buru-buru masuk kembali dan membanting pintu tanpa disadari.

Jihoon bersandar pada pintu. Degup jantungnya ribut bukan main.

"Astaga, Pangeran gak liat aku kan? Apa dia lihat ya?" tanyanya pada dirinya sendiri sembari memegangi gaunnya yang hampir melorot itu.

Ia baru selesai mandi. Belum selesai berpakaian karena Chaeryeong, dayangnya itu tiba-tiba menghilang padahal Jihoon masih butuh bantuannya untuk mengikat tali gaunnya. Jihoon tidak bisa melakukannya sendiri. Biasanya ia meminta Chaeryeong menunggu di depan kamarnya selama ia berpakaian dan ketukan di pintu merupakan kode untuk Chaeryeong bisa masuk dan membantunya dengan beberapa perintilan gaun lainnya.

Tok tok tok

Jihoon berjengit. Terkejut mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Tak perlu ditanya lagi siapa, sudah pasti itu adalah Junkyu. Dalam hati Jihoon memaki diri.

"Ah, sebentar aku—"

Dubrakk

Baru Jihoon akan menjauh dari pintu untuk membenarkan pakaiannya, ia malah tersandung oleh gaunnya sendiri dan lagi-lagi harus berakhir terkapar di lantai.

Suara benda jatuh yang nyaring itu turut mengejutkan Junkyu di luar sana. Tanpa menunggu diizinkan Junkyu menerobos masuk, lalu dikejutkan dengan keadaan Jihoon yang kembali melantai.

"Jihoon, kamu tidak apa-apa?"

Istrinya itu segera dihampiri dan dibantu untuk bangun. "Kamu terluka," tanyanya khawatir.

Jihoon menggeleng pelan dengan kepala menunduk. Malu. Ini sudah kedua kalinya ia jatuh dan dipergoki langsung oleh Junkyu.

"Kamu kenapa, kenapa tadi buru-buru menutup pintu, butuh bantuan?"

Perlahan kepalanya mengangguk. "Ini," katanya seraya memutar tubuh, perlihatkan bagian belakang gaunnya yang perlu diikat.

"Oh, berdirilah."

Kali ini Junkyu membantu Jihoon berdiri. Jihoon berdiri membelakangi Junkyu. "Tolong tarik dan ikat yang kuat ya, jika tidak nanti gaunnya jatuh," katanya memperingati sebelum Junkyu mulai mengikat.

"Bukankah akan sesak jika terlalu erat?"

Jihoon menggeleng. "Tidak apa-apa, ikatannya memang harus kuat. Biasanya juga begitu."

Junkyu justru termangu. Jemarinya menarik perlahan helaian temali yang mengikat, pelan-pelan memastikan ikatannya tidak terlalu menyesakkan Jihoon. Sementara Jihoon dengan santai menunggu Junkyu selesai sambil sedikit merapikan gaunnya yang berkilauan diterpa bias mentari.

Cadar [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang