XIII

1.4K 227 56
                                    

Akhirnya hari itu pun tiba. Hari di mana Jihoon kira ia akan baik-baik saja menyaksikan suaminya menyanding wanita lain dalam sebuah ritual sakral pernikahan. Sebuah pesta meriah yang bahkan tidak dilaksanakan pada saat pernikahannya kemarin. Sekarang hatinya gundah, apakah ia iri terhadap pesta pernikahan yang berbanding terbalik kemeriahannya atau karena suaminya yang akan menikah lagi yang membuat perasaannya uring-uringan.

Tapi Jihoon tetap di sana, menyaksikan setiap prosesi pernikahan yang kembali dijalankan oleh suaminya. Calon istri keduanya juga di sana, duduk berseberangan dengan Junkyu. Wajahnya ditutup cadar, sebagaimana seharusnya. Dalam benak Jihoon terus bertanya-tanya seperti apa kiranya sosok istri baru suaminya.

Dari satu prosesi ke prosesi lain, dari satu kuil ke kuil lain. Jihoon menemani Junkyu berdoa kepada seluruh pencipta alam. Sebagaimana ia yang dulu ditemani Jaehyuk, sekarang Jihoon menemani Junkyu menggantikan ibu Junkyu; karena kini bukan ibunya lagi yang memiliki hak atas Junkyu melainkan Jihoon sebagai istrinya.

Katanya, semakin lama doa dipanjatkan maka semakin tulus perasaan yang dimiliki sang mempelai. Ada banyak harapan yang dipinta kepada pencipta atas terjalinnya pernikahan. Dulu, saat pernikahannya dengan Junkyu, Jihoon hanya berdoa agar ia masih bisa melihat matahari esok hari sehingga doanya tak memakan waktu lama. Junkyu pun sepertinya begitu, karena mereka selesai diwaktu yang sama dan tak pernah saling tunggu.

Namun sekarang Jihoon harus berdiri dan menunggu hampir satu jam lamanya di setiap satu kuil. Prosesi berdoa yang harusnya selesai sebelum matahari terbenam jadi baru selesai saat rembulan telah berada di atas kepala. Itu pun mereka belum selesai.

Lagi-lagi, Junkyu mengubah uraian pernikahan. Dewi Purnama tak pernah dimasukkan ke dalam jajaran Dewi yang harus dimintai restu, tapi kali ini Junkyu menambahkan kuil Dewi Purnama di urutan paling akhir.

Sudah lima menit mereka berdiri di depan kuil Dewi Purnama, tapi Junkyu tak lekas panjatkan doa.

"Jadi kamu tetap tidak akan mengatakan apa pun?"

Jihoon terperanjat. Wajahnya diangkat, tatap Junkyu yang kini juga tengah menatapnya. Sejenak itu Jihoon termangu memikirkan maksud dari ucapan suaminya. "Katakan apa?" tanyanya.

"Kamu akan membiarkan pernikahan ini selesai begitu saja?" Junkyu mendekat pada Jihoon, dan seluruh pengawal yang mendampingi lantas membalik badan. "Aku sengaja memperlama doaku, walaupun tidak ada doa yang kupanjatkan. Aku menunggumu membatalkan restumu, kamu tidak akan melakukannya?"

Jihoon terdiam. Ia tak mengira Junkyu akan melakukan hal seperti ini hanya untuk membuatnya membatalkan pernikahan ini terjadi. Ia kira Junkyu telah mencintai calon istri barunya setelah bertemu sekali. Ia kira Junkyu akan langsung melupakannya dan menikmati pernikahan barunya dengan seseorang yang dia pikir lebih layak. Ia kira Junkyu hanya beromong kosong saat terus-terusan memintanya membatalkan restunya.

Namun rupanya, semua itu hanya angannya semata. Junkyu tetap suaminya yang mungkin akan setia seperti yang diucapkannya.

Jihoon menarik senyumnya. "Mari lakukan ini untuk Pavana. Pangeran adalah penerus yang membutuhkan seorang Ratu, saya tidak bisa melakukannya, jadi mari selesaikan pernikahan ini demi kesejahteraan semua orang."

Junkyu menunduk. Tubuh Jihoon lantas diraih dan direngkuh. Eratnya pelukan itu buat Jihoon terpaku pada langit malam, di mana sang rembulan tengah bersinar terang ditemani taburan bintang. Sayangnya keadaan hatinya tak seindah pemandangan langit malam.

"Ingatlah bahwa kamu tetaplah istriku, seorang yang kini kucintai dengan sepenuh hatiku," bisiknya di samping telinga Jihoon. Junkyu melepas pelukannya, kemudian mencium kening Jihoon lama. Cukup lama sampai buat Jihoon sadari munculnya goresan luka di hatinya saat akhirnya Junkyu beranjak memasuki kuil.

Cadar [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang