23. Trauma

72 6 1
                                    

Algha menatap wajah pucat nan lebam Nayla yang terbaring di brankar. ia pun mendekat kemudian duduk di kursi samping brankar Nayla menggenggam tangan istrinya lembut.

"Maaf" gumam Algha tertunduk lemah. Yang terjadi pada istrinya ini akibat kecerobohannya yang tidak bisa menjaganya dengan baik. Ia selalu menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Nayla sekarang.

Tak lama kemudian jari jemari Nayla bergerak lalu matanya sedikit demi sedikit terbuka.

Algha yang menyadari akan hal itu menegakkan tubuhnya menunggu istrinya sadar.

"JANGAN!" Teriak Nayla ketika baru saja membuka matanya. Bayang-bayang pria jahat itu tiba-tiba muncul di otaknya. Matanya pun sudah dibanjiri air mata.

"Hey, kenapa?" tanya Algha khawatir. Tangan Nayla terus ia genggam.

"Pergi kamu! jangan sakiti aku" suara Nayla melemah dengan nafas yang naik turun.

"Ini saya suami kamu" ujar Algha mendekap tubuh Nayla yang terus saja bergerak gelisah.

"PERGII!" teriaknya lebih keras.

pandangan Nayla menatap Algha kemudian memeluk pria itu setelah kesadarannya kembali normal.

"Hiks, mereka jahat" gumamnya disela-sela tangis. Gadis itu membalas pelukan Algha tak kalah erat, seakan tak ingin melepaskannya.

"Sudah, jangan nangis, saya disini" Algha terus mengusap punggung Nayla yang bergetar.

Algha melepas pelukannya ketika dirasa Nayla mulai tenang. Ia mengusap bekas air mata di pipi gadis itu. walau begitu sorot matanya terus memandang lurus ke depan. Trauma yang dokter katakan benar terjadi pada istrinya.

@@@

Aidan, Galih dan juga Daffa duduk bergabung dengan Adell dan Aya di meja makan kantin. Kedua gadis itu memakan makanannya begitu lahap seolah tidak makan sebulan, kehadiran merekapun tidak disadari oleh keduanya.

"Kayak ga makan sebulan aja kalian" celetuk Aidan berhasil membuat Aya dan Adell mendongak sekilas kemudian kembali melanjutkan makannya.

"Nayla udah dua hari izin kalian tau kenapa?" tanya Daffa membuka percakapan. Sebenarnya ia khawatir pada gadis itu setelah apa yang ia katakan sebelumnya membuatnya terus merasa bersalah.

Adell dan Aya kompak menggeleng lalu meneguk minumannya.

"Kalian gak tau?" tanya Aidan tiak percaya. "Bukannya kalian itu udah kayak badan sama ekor, nempel mulu berempat" ledek Aidan.

"Bukannya gitu Dan, mereka berdua kan punya masalah tuh, pantes aja bodo amat" sanggah Galih tiba-tiba.

"Kok lo tau?" tanya Aya penasaran kenapa pria itu bisa mengetahui masalah persebestiannya.

Galih hanya merespon dengan menaikkan bahunya acuh. Kala itu ia sedang memasuki rooftop tak sengaja berpapasan dengan Aya dan Adell yang terlihat menahan amarah, Tak lama kemudian ia juga bertemu Nayla yang berlinang air mata Bersama Salsa, jadi ia berpikir mereka sedang punya masalah, tapi ia tak ingin ikut campur karena masalah cewek terlalu sulit dan meresahkan otak.

Aidan bernafas gusar melihat respon Aya dan Adell yang seperti itu. "Gue tanya, kalian emang gak khawatir Nayla itu gak masuk karena apa?" tanya Aidan

Aya dan Adell sontak diam. Sejujurnya mereka khawatir, namun ego mereka terlalu tinggi sampai berujung bodo amat.

"Makanya, kalo punya masalah tuh cepet diselesain, biar ga nyesel nantinya" kata Aidan sambil membuka bungkus permen yupi kemeasan seribuan kemudian mengunyahnya dengan lahap.

FeedbackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang