bab 2

1.7K 129 4
                                    

Seorang dokter paruh baya tengah sibuk memeriksa seorang pasien di kamarnya. Dia memeriksa suhu tubuh gadis itu hingga kondisi jantungnya yang berdetak normal meski tubuhnya masih lemah karena lama tak meninggalkan tempat tidur.

Tak lama dokter itu menoleh ke sudut ruangan, menatap gadis berambut hitam lurus sepunggung yang berdiri di samping jendela. Mata gadis itu tampak seksama memperhatikan proses pemeriksaan tersebut.

"Bagaimana dokter?" tanya Freen seraya mendekati si dokter yang sudah lama menjadi dokter pribadi keluarga mereka.

"Akan lebih baik jika membawa nona Becky ke rumah sakit untuk pemeriksaan menyeluruh. Tapi sejauh ini .. dia sudah membaik."

Alis Freen berkerut dalam, antara heran dan benci mendengar pernyataan si dokter. Dia tersenyum mencibir lalu mendekat ke wajah pria tua itu. "Dokter .. jangan membuatku meragukanmu. Apa itu mungkin terjadi?"

Dokter itu membungkuk tak berani  menatap Freen. "Maafkan aku. Tapi itulah hasil pemeriksaan saat ini. Suhu tubuhnya normal, denyut nadinya memang lemah tapi kondisinya baik-baik saja. Dia telah melewati masa kritis. Anda bisa membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan menghapus keraguan anda."

Rahang Freen mengeras tapi akhirnya dia hanya menghela napas dan menjauh dari dokter. Pandangannya bergerak pada Becky yang duduk bersandar diatas tempat tidur. Gadis itu memandang keluar jendela, tampak sibuk memikirkan sesuatu.

Freen kembali menghela napas. Bagaimana mungkin seseorang yang hampir mati bisa duduk santai disana? Ini gawat! Freen benci hal ini. Dia benci gadis itu. Sangat benci!

"Aku akan membawanya besok, akan kulihat perkembangannya hari ini," ucap Freen.

"Kurasa membawanya ke rumah sakit lebih cepat, itu lebih baik," saran si dokter yang langsung mendapat lirikan tajam dari Freen.

"Tak usah cemas. Aku akan mengurusnya," jawab Freen dingin, terdengar tak bersahabat.

Dokter itu kembali menundukkan kepala. "Kalau begitu saya permisi dulu," pamit pria paruh baya itu lalu berjalan keluar sehingga hanya menyisakan kedua gadis itu dalam kehinangan.

Freen kembali memandangi gadis itu dalam diam. Perlahan kakinya melangkah lebih dekat ke ranjang tanpa melepas tatapan pada gadis itu hingga akhirnya dia berhenti diujung ranjang, mencengkram kayu diujung tempat tidur.

'Bagaimana bisa ini terjadi? Kenapa dia hidup lagi?' gumam Freen dalam hati karena semua penjelasan medis belum bisa menjawab rasa penasarannya.

Perlahan Becky menggerakkan kepalanya, membalas tatapan mata Freen lalu berkedip pelan. Wajahnya masih sayu dengan lingkaran gelap disekirarnya, masih pucat dengan bibir yang kering. Gadis itu bak mayat hidup.

"Kenapa kau terus menatapku?" tanya Becky lirih.

Freen memicingkan mata, memainkan rahangnya. Rasanya sangat mustahil. Harusnya dia sudah pergi dengan tenang.

"Kau tampaknya sangat kecewa," sambut Becky lalu diakhiri dengan senyuman kecil yang membuat Freen mengerutkan dahinya.

Sebelumnya tak pernah Freen melihat gadis itu bicara kasar padanya. Bahkan dia berani bicara tentang aksinya yang ingin melenyapkan gadis itu diam-diam.

"Sayang sekali usahamu untuk membunuh gadis ini gagal. Mau bagaimana lagi, kau sudah tertangkap basah olehku," ujar Becky lagi dalam nada lirih tapi cukup menjengkelkan bagi Freen.

Freen menghela napas panjang lalu menegakkan tubuhnya. "Sekalipun kau terbangun, sudah tidak ada yang bisa kau lakukan. Apa kau lupa? Sebelum kau terbaring, kau sudah memberikan semua sahammu padaku. Kau takkan bisa keluar dari rumah ini. Tak akan ada orang yang bisa membawaku keluar ataupun membantumu. Kau .. tak akan bisa lepas dari cengkramanku. Jadi nikmatilah selagi waktumu masih tersisa di dunia ini," ujar Freen dengan suara rendah namun penuh ancaman.

blooming heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang