bab 23

1K 161 9
                                    

"Ceguk!"

Freen dengan kuat membekap mulutnya yang terus cegukan sejak lima menit lalu. Matanya menatap sekeling kamar Becky saat Nam dan seorang dokter melihatnya.

"Nona, kau tak apa-apa?" tanya Nam pada Freen.

Freen tak segera menjawab karena dia kembali mengeluarkan suara cegukan. Gadis itu menggerakkan kepalanya malu-malu ke ranjang pemilik kamar dan Freen segera memutar pandangannya saat mata mereka bertemu. Sial, ia malu!

"Ada apa Freen? Wajahmu memerah. Kau butuh dokter juga?" tanya Becky datar meski sejujurnya ia sedang meledek gadis itu.

"Ekhem! Aku baik-baik saja," jawab Freen lalu ia melirik dokter. "Bagaimana kondisinya?"

"Nona Becky akan membaik jika dia beristirahat lebih banyak. Aku khawatir kondisi jantungnya memburuk jika memaksakan diri. Akan lebih baik jika pergi ke rumah sakit untuk kembali melakukan pemeriksaan."

Becky mendesah. "Berikan saja aku obat-obat seperti biasanya. Tak akan ada yang berubah meski aku pergi ke rumah sakit."

"Baik nona. Tapi harap segera melakukan pemeriksaan jika hal seperti ini terjadi lagi."

"Ya, aku mengerti."

"Kalau begitu saya permisi." Dokter yang hampir seluruh rambutnya beruban itu akhirnya bergerak meninggalkan kamar Becky yang langsung di ikuti Nam dan hanya menyisakan Freen.

"Dasar keras kepala," ujar Freen.

Becky tersenyum sekilas lalu menatap Freen, "bagiku tidak akan menyenangkan menghabiskan waktuku di rumah sakit. Aku lebih suka berada di sini."

"Kenapa?"

"Karena ada kau disini," jawab Becky dan diakhiri dengan senyuman lebar.

Rona merah dan suara cegukan kembali menghampiri gadis itu. Ah sial! Dia tak bisa mengendalikan diri. Freen cepat-cepat memutar tubuh membelakangi gadis itu lalu berujuar pelan sebelum keluar, "istirahatlah. Aku akan mengganggap tidak ada apapun yang terjadi hari ini."

"Yah!"

Freen tak menghiraukan bentakan gadis itu dan tetap menganyunkan kedua kakinya keluar kamar. Begitu pintu kamar Becky sudah ia tutup, punggung Freen jatuh bersandar di daun pintu.

Freen menyentuh dadanya. Debaran jantungnya belum juga mereda. Freen menyerngitkan dahi. Sial sial! Dia terus mengolok-olok dirinya sendiri dalam hati.

"Nona Freen," panggil P Nam yang baru kembali setelah mengantar dokter keluar.

"Oh? Ada apa?"

"Diluar ada seorang tamu, dia ingin menemui anda," jawab Nam lalu membungkuk sebelum pergi melanjutkan pekerjaannya.

* *

Ternyata tamu yang tak undang itu pria yang kini enggan Freen lihat. Pria menyebalkan yang tak tahu diri. David.

Pria itu tersenyum takkala Freen menampakkan dirinya. "Akhirnya aku bisa melihatmu. Akhir-akhir ini kau mengabaikan pesanku. Kau membuatku nekat mendatangi rumah ini."

"Katakan saja apa yang ingin kau katakan padaku."

"Bagaimana jika kita berbincang sebentar di kafe dekat sini?" tawar David. Ia sudah memarkir mobil sport merah di depan rumah mereka.

Freen mendesah lirih. "Kurasa kau sudah lupa jika sudah tak ada kerja sama lagi diantara kita. Penalti dalam kontrak akan kuselesaikan dalam waktu dekat. Jadi aku harap jangan mengganggu waktuku lagi," perintah Freen, sangat tegas. Dia sungguh tak mau berurusan lagi dengan pria satu ini.

blooming heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang