bab 5

1K 128 4
                                    

Pagi ini tak ada bedanya bagi Freen. Gadis itu bangun pagi sekali dan segera keluar dari kamarnya setelah selesai memilih baju dan memoles tipis wajah cantiknya. Setiap hari gadis itu hanya akan minum segelas susu dan sepotong kecil roti yang sudah disiapkan asisten rumah tangga sebagai sarapan.

Freen kini berjalan sedikit cepat meski sedikit tertatih karena kakinya masih belum pulih total. Sejenak dia melirik jam ditangannya dan dia harus sampai di kantor secepatnya. Dengan lebih cepat Freen melangkah keluar namun tiba-tiba saja dia hampir terjatuh karena kakinya terasa nyeri. Untung saja seseorang mengurkan tangannya, menangkap lengan Freen tepat waktu.

"Kau baik-baik saja?"

Freen menoleh dan dia mendapati Becky yang tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk Freen tebak. Sorot mata gadis itu menjadi asing. Tapi Freen tak peduli. Freen menepis tangan Becky lalu kembali berjalan, pergi meninggalkan Becky tanpa sepatah kata pun.

"Dasar manusia menyebalkan, pantas saja gadis ini mati membawa dendam. Dasar gila," gerutu Becky kesal. Andai dia punya kekuatan seperti dulu maka sudah ia lempar gadis itu ke akhirat.

Becky hanya bisa menghela napas panjang lalu hendak menuju kamarnya di lantai atas. Namun suara seorang pria baya menghentikan langkahnya.

"Nona Becky," panggil kepala pelayan. "Tuan Matew sudah datang," ujarnya.

Becky menoleh ke arah seorang pria yang muncul dari balik punggung kepala pelayannya.

"Selamat pagi nona," sapa pria tua yang merupakan pengacara pribadi milik keuarganya.

"Oh, anda sudah datang. Aku sudah menunggumu jadi mari kita bicara di ruang kerjaku," ucap Becky dengan senyum ramah.

"Baik nona," jawab pria itu lalu ia mengikuti langkah Becky menuju ruang kerja gadis itu yang terletak di lantai dua, bersebalahan dengan kamar gadis itu.

Sesampainya di ruang kerja Becky, gadis itu mempersilahkan duduk pria tua itu. Tak lama pria itu langsung menyodorkan sebuah berkas penting pada Becky.

"Saya sudah membaca dan meninjauya kembali. Tak ada masalah jika anda ingin mengajukan pada notaris untuk membuat wasiat baru," ujar si pengacara langsung pada intinya

Becky mengambil berkas tadi dan membaca isinya dengan seksama. Tak lama seulas senyum muncul ketika membaca isinya. Dia menertawakan betapa bodoh dan gilanya gadis bernama Becky. Bagaimana bisa dia memberikan segalanya pada orang yang hatinya seburuk itu? Manusia memang tak bisa ditebak.

"Jadi sungguh bisa dibatalkan?" tanya Becky tampak senang. Dia tak pernah seantusias ini sebelumnya. Tapi jika cara ini bisa menjadi jalan untuk merubah si gadis jahat itu maka apapun akan ia lakukan.

"Iya nona. Salah satu hal yang bisa membatalkan surat wasiat adalah pencabutan atau pembatalan surat wasiat oleh pembuat wasiat."

Becky tersenyum lalu menutup berkas tadi. "Bagus sekali."

* *

Freen tampak sibuk mengetik di komputernya dan sesekali mengecek laporan diatas mejanya. Dia begitu sibuk setelah sehari bolos bekerja. Terlebih saat ini jabatannya mengharuskannya menangani lebih banyak pekerjaan.

Drrr ...

Ponselnya berbunyi dan Freen hanya melirik sekilas ketika nama Ricard terpampang di layar ponselnya. Dia tak tertarik meladeni pria itu saat ini.

Tok tok!

Tiba-tiba pintunya diketuk oleh seseorang, membuat alis Freen berkerut karena harusnya sekertarisnya menelpon lebih dulu untuk memberitahu siapa yang akan datang.

Dengan kesal Freen mengambil gagang telepon dan menghubungi ke meja sekertarisnya. "Halo, siapa yang akan menemuiku? Kenapa kau tak meminta ijin dariku?"

"M-maaf bu, aku tidak diijinkan menelpon anda. Nona Becky sudah di-"

Panggilan terputus setelah Freen dengan keras meletakkan kembali gagang teleponnya. Freen heran, untuk apa gadis itu kemari? Sungguh sangat mengganggu.

Tok tok!

Becky dengan iseng kembali mengetuk pintu lalu berteriak dari luar, "suamiku sayang .. bolehkah aku masuk?"

Mata Freen terbelalak dan segera beranjak dari tempat duduk. Freen bergegas membuka pintu dan menarik Becky masuk ke ruangannya. Wajah Freen sudah merah, menahan kesal dan malu.

"Kau sudah gila? Untuk apa kau kemari?"

"Kenapa? Perusahaan ini adalah milikku. Aku tak perlu ijin darimu untuk datang," jawab Becky santai.

"Kau lupa? Kau sudah bukan lagi pemilik tempat ini."

Becky tersenyum tipis. "Entah apa yang dilihat gadis itu sampai tergila-gila pada manusia sepertimu, ckckck ..." gerutu Becky.

"Apa? Kau bilang apa barusan?"

Becky menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya heran saja melihatmu. Bukankah kau terlalu bekerja keras sampai memaksa seseorang menyerahkan semua yang dimilikinya? Dasar manusia."

"Tutup mulutmu. Semakin hari kau semakin banyak bicara. Kau tak takut lagi padaku?"

Becky menatap Freen tajam hingga beberapa detik, cukup lama sampai gadis bermata dingin itu mengerutkan kening bingung. Bahkan kini bibir Becky tersenyum. Jemari gadis blasteran itu menyentuh bahu Freen, memainkan jari manis dan telunjuknya disana sejenak lalu bergerak menyentuh leher hingga berhenti di pipi Freen.

"Aku sudah menyiapkan hadiah besar untukmu sebelum aku pergi nanti. Kau akan menyesal jika tak menerimanya," ucap Becky dengan senyum tipis tapi tajam.

Freen segera menepis tangan Becky kasar dari wajahnya. "Jika kau banyak berulah maka kau lah yang akan menyesal. Ini adalah peringatan terakhir. Diamlah seperti kau tak pernah hidup di dunia ini. Kau paham?"

Becky melangkah mundur selangkah lalu bersendekap tangan dengan wajah angkuh. "Kuharap kau tetap melihatku seperti ini dan jangan pernah menyukaiku."

"Menyukaimu?" Freen tertawa kecil dengan nada mengejek.

"Baguslah jika kau memiliki pendirian kuat," ucap Becky lalu tiba-tiba saja melangkah hendak pergi. Namun dengan cepat Freen menangkap lengan Becky, mencengkram gadis itu kuat. "Apa? Masih ada yang ingin dikatakan?"

"Katakan padaku kenapa kau datang kemari?"

Becky tersenyum tipis lalu menepis lengan Freen. "Kau akan tahu sebentar lagi," jawab Becky kemudian melanjutkan langkahnya.

Rahang Freen mengeras. Dia tahu jika gadis itu sedang merencanakan sesuatu. Tapi apapun yang akan dilakukan Becky, dia tak akan menyerahkan perusahaan ini kembali. Dia siap berperang.

Tak lama muncul sekertaris Freen. "Nona, aku baru menerima pemberitahuan jika sekarang akan diadakan rapat darurat."

Kening Freen berkerut. "Rapat durarat?"

"Iya bu manajer. Semua orang sudah berkumpul untuk membahas siapa pimpinan perusahaan saat ini."

"Apa?" Freen terkejut dengan agenda rapat mendadak ini. Dengan setengah berlari gadis itu bergegas menuju ruang rapat dimana semua orang sudah berada disana.

Tak sampai lima menit gadis itu sudah sampai dan segera membuka pintu ruangan lebar-lebar. Freen melangkah dengan wajah kesal bercampur bingung. Dialah pemegang saham utama perusahaan dan pimpinan aktif saat ini. Jadi siapa? Siapa yang berani mencoba melengserkannya?

"Akhirnya kau datang, manajer Freen ..."

Freen berhenti di depan pintu ketika didapati gadis itu sudah berdiri di ujung ruangan, dihadapan semua dewan direksi perusahaan.

"Kau .. apa yang sedang kau lakukan?"

Becky tersenyum. "Silahkan duduk manajer Free karena aku .. direktur utama perusahaan ini akan segera memulai rapat."

Mata Freen terbelalak. Belum bisa mencerna apa yang sedang ia lihat. Dan ini adalah hadiah pertama yang Becky maksud. Hadiah kejutan yang akan membuat gadis itu tak bisa lari kemana pun.

blooming heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang