⚔️ Episode - 23

166 20 10
                                    

▀▄▀▄What If You Die? ▄▀▄▀

⚔️

Angin malam kian kencang berhembus. Lautan pun tak bersahabat dan hujan es yang berjatuhan menghasilkan bunyi gemerisik. Kapal cargo dengan luas 300 meter itu sedikit bergoyang goyang dan membuat semua perkerjaan dihentikan. Rafael yg sedari siang sudah merasa tak enak badan menyandarkan dirinya ke dinding kapal. Sekarang Manajer mereka sedang memberi instruksi. Semua orang hanya diam dan mendegar.

"Baiklah.. Tak perlu panjang lebar, karena cuaca yg tak bersahabat sekarang terpaksa perkerjaan untuk hari ini diselesaikan jam delapan ini juga.. Kembalilah ke kamar kalian dan beristirahat lah.." Tutup manajer itu.

Semua orang di dalam ruangan itu segera keluar tak terkecuali Rafael, James dan viken.

"Kak ael.. Lu langsung aja istirahat ya.." Ucap viken yg memperhatikan wajah pucat Rafael.

Rafael segera menganggukan kepalanya. Jika ia tak berpegangan mungkin bisa saja ia pingsan berdiri namun bukan Rafael jika ia tak bisa menyembunyikan rasa sakitnya.

James yg melihat wajah lesu Rafael, menyibakkan poni Rafael dan menyentuh dahi Rafael. Panas. Itu yg pertama kali dirasakan James. James menatap dalam netra coklat Rafael. "Ael.. Lu pasti pusing dari tadi kan?"

Rafael tersentak denga pertanyaan james yg mengetahui apa yg ia alami sekarang. "Sedikit kak tapi tenang aja.. Gua baik baik aja kok.. Don't worry.."

James menghela nafas lelah melihat sikap keras kepala sahabatnya itu. James menoleh ke viken yg memegangi Rafael. "Viken.. Tolong antar Rafael ke kamarnya ya.. Gua bakal ke klinik sebentar.." Ucap James sembari menepuk lengan viken. Ia segera berjalan cepat pergi ke ruangan klinik yg lumayan jauh dari sini.

"Kak James!! Nggak usah kak.. Ael baik baik aja.." Pekik Rafael menghentikan James yg buru buru.

Langkah James terhenti mendengar Rafael yg memanggil dirinya dengan sebutan Ael, panggilan kesayangan dari orang tuanya. James berbalik lagi. Tangan James terangkat mengusap pipi panas Rafael.

Rafael pun tersentak dengan tindakan James yg sangat jarang itu. "Kak.." Lirihnya.

James masih mengusap usap pipi Rafael." Bagaimana pun juga dewasanya lu, tinggi dan besar badan lu.. Lu masih anak remaja yg dipaksa dewasa oleh keadaan.." Ucap James dengan senyumannya. James menepuk pelan lengan Rafael. "Ael.. Kalau lu capek, lu boleh kok istirahat.. Jangan semuanya dipaksakan.. Gua masih butuh lu.. Selamanya.."

Rafael tertegun. Cairan bening tergenang di pelupuk matanya. Ia tersenyum getir mendengar ucapan James yg memahami perasaannya. "Iya, kakak~ terimakasih.."

Viken juga ikut sedih dengan apa yg terjadi pada sahabatnya itu. Ia melirik Rafael yg tersenyum sembari menahan tangis. "Semuanya pasti baik baik aja.. Malam ini lu harus istirahat yang banyak.."

James mengulas senyum indahnya. Ia kembali menepuk pelan lengan Rafael. "Yaudah, gua ke klinik minta obat pereda demam lu ya.." Ucap James. James berjalan cepat ke lorong menuju klinik yg ada di kapal tersebut.

James melangkah dengan sedikit gusar. Ia masih tak terbiasa dengan orang orang yg ada di kapal ini. Hampir dari  semua awak menatap tak suka dengan mereka berlima. Mungkinkah semua awak kapal ini tahu bahwa mereka berlima adalah buronan. Entahlah, James juga tak pernah menanyakan nya. Setelah melalui beberapa lorong dan belokan, James akhirnya sampai di sebuah ruangan yg berada di pusat kapal itu.

Tok.. Tok.. Tok..

"Permisi.. Dokter Arianna.." Panggil James dengan suaranya yg dibesarkan.

"Iya~ Silahkan masuk saja.." Sahut Arianna ramah.

WHAT IF YOU DIE?  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang