Chapter 24

2.1K 192 15
                                    

Happy Reading :)


Kalian adalah sahabat terbaik yang
aku punya. Aku beruntung memiliki kalian,
dan maaf jika aku mengecewakan kalian.

"Julian Mandala"

"Bagaimana keadaan Nathan dan Freeya?" tanya Jimmi pada dokter yang memeriksa.

"Gini pak Jimmi, untuk keadaan Nathan-" dokter tersebut menjeda ucapanya dan menghela napas.

"Mas Nathan akan mengalami kebutaan, kita sedang mencoba untuk mencari pendonor mata. Tapi belum ada, Pak."

"Lalu untuk Freeya dia kehilangan banyak darah karena luka di perutnya. Tapi kini ia sudah melewati masa kritisnya," ucap dokter tersebut.

"Saya minta mereka di rawat di satu kamar president suite," pinta Jimmi.

"Saya juga minta tetap cari pendonor mata untuk Nathan," lanjut Jimmi.

Kini mereka memindahkan Freeya dan Nathan ke kamar rawat inap. Kamar mereka bersebrangan dengan kamar Riyan. Riyan belum mengetahui tentang kejadian disekolah.

Freeya dan Nathan sudah dipindahkan. Jane sedari tadi di sekolah ia tak berhenti menangis melihat keadaan Freeya. Bara senantiasa berada di dekat Jane. "Bar, ganti baju dulu," ucap Jimmi sembari memberikan paper bag pada Bara. Baju Bara terkena noda darah Freeya, bahkan jasnya untuk menahan perut Freeya.

"Jane kamu sudah bilang mama?" tanya Lusi.

Jane mengangukan kepalanya. "Udah Tante, katanya mama mau kesini."

Julian masih mematung di depan ruang perawatan Nathan dan Freeya, ia tak berani untuk mendekati dua sahabatnya. Julian sangat menyesal dengan apa yang terjadi saat di sekolah. Seketika ia menumpahkan bulir bulir air matanya dan ia jatuh luruh ke lantai dengan memeluk lututnya. Isak tangis julian tak tertahankan, kini Julian semakin cemas ia mengingat kejadian ketika orang tuanya kecelakaan bersamanya hingga merenggut nyawa kedua orang tuanya. Julian merasa jika dirinya membawa petaka untuk orang orang terdekatnya.

"Jul?" panggil Jimmi yang mendekati Julian.

Julian mendongakan kepalanya dengan rasa khawatir, karena ia tau jika semua adalah salah dia. Dia yang tidak bisa mengontrol emosinya hingga melukai dua sahabatnya.

"Ma-afin a-ku om," ucap Julian terbata bata.

Jimmi pun berjongkok lalu menyeka air mata Julian. "Udah jangan nangis, semua akan baik baik aja."

"Tapi Om, semua karena Julian. Julian bikin Nathan buta dan Julian bikin Freeya terluka. Julian penyebabnya om, Julian emang pembawa sial Om. Karena Julian juga mama sama papa meninggal Om," ucapnya dengan isak tangis.

Dadanya mulai terasa sesak ia menginggat bagaimana ketika dirinya kecelakaan bersama kedua orang tuanya. Kini Julian memukul dadanya terus menerus hingga seakan dirinya tak bisa bernapas.

"Udah udah jangan pukul dada kamu," ucap Jimmi sembari menarik Julian ke dalam pelukannya. Julian menangis sejadi jadi di pelukan Jimmi. Kini Jimmi bersikap bukan sebagai ayah dari Nathan melainkan sebagai dokter psikiater Julian. Julian dan Freeya bahkan Riyan tak lain mereka adalah pasien dari dokter Jimmi.

▪︎▪︎▪︎

Suara pintu perawatan terbuka, Calista masuk dengan perlahan mendekati bed Freeya. Clara yang sedari tadi duduk di kursi sebelah bed Freeya sembari mengenggam tangan Freeya pun berdiri karena Calista mendekati Freeya. "Duduk saja," ucap Calista pada Clara.

FREEYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang