Chapter 42

2.3K 179 23
                                    

Happy Reading :)

"Ibu?" ucap Erland saleraya berdiri dari duduknya

"Ada apa, Bu? Kok ibu gak kabarin saya kalau mau ke kantor?" tanyanya sembari mendekati Helga.

"Permainan apa lagi yang akan kamu mainkan?" ucap Helga dengan tatapan sulit diartikan.

"Maksudnya?"

"Kamu gak usah berlaga tidak tau. Saya tau semua permainan kamu tentang Bobby. Sekarang kamu mengembalikan tuntutan sama dia. Sebenarnya apa maumu?"

"Kenapa kamu seret semua orang ke masalah ini?" lanjut Helga.

"Saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan Bu," jawab Erland.

"Ingan ya Lan, sebentar lagi Freeya ulang tahun. Saya akan merayakan ulang tahun dia. Saya harap kamu tidak membuat masalah. Ingat jangan melukai hati Freeya, sudah cukup cucu saya menderita." ucap Helga.

"Kalau kamu tetap menyakiti dia, saya akan tarik semua perjanjian kontrak kerja dari perusahaan Mandala dan milik kamu. Saya akan putuskan kontrak kerjanya," lanjut Helga dengan tatapan tajam.

Sebentar lagi Freeya akan memasuki usia 18 tahun. Helga menginginkan akan merayakan ulang tahun Freeya. Selama ini setiap Freeya ulang tahun tak pernah dirayakan, bahkan Erland juga tak pernah mengucapkan kepada Freeya.

"Buat apa dirayakan? Dia sudah besar tidak perlu membuang buang uang hanya untuk acara tidak penting," ujar Erland.

Helga memincingkan matanya ketika mendengr ucapan Erland. "Kamu akan menyesal jika dia udah gak ada. Jangan sia siakan seseorang yang masih ada Lan. Cukup akhiri semuanya, Freeya butuh kamu, dia butuh kasih sayang kamu dan Calista."

"Dia gak butuh apapun selain pengakuan dari kamu, tolong rendahkan ego kamu kali ini. Jika kamu tidak mau merayakan ulang tahun Freeya setidaknya saya harap kamu tidak merusak acara ulang tahun dia," sambung Helga

▪︎▪︎▪︎

Freeya menamani Grace ke taman rumah sakit, ia mendorong kursi roda Grace. Grace hanya diam dan terus menatap dengan tatapan kosong. Freeya sengaja mengajak Grace keluar dari kamar rawat inap, ia di temani oleh Jane.

"Freey, sana aja," ucap Jane menujuk tempat yang kosong.

Freeya mengunci kursi roda Grace dan ia duduk di sebelah Jane. Freeya menatap sendu wajah Grace yang kini sedang menatap langit sembari ia tersenyum tipis.

"Kak?"

Jane menoleh ke arah Freeya. "Kenapa?"

"Kalau yang duduk di kursi roda ini aku gimana? Kalau ternyata keadaan aku semakin buruk gimana?" tanya Freeya dengan menatap manik manik mata Jane.

"Kakak akan selalu menemani proses kamu apapun itu, kamu gak perlu khawatir kalau kakak bakal gak perduli sama kamu."

"Tapi kalau keadannya berubah gimana? Kakak yang duduk di kursi roda dengan keadaan seperti Grace, apa kamu bakal selalu nemenin kakak?" lanjut Jane bertanya pada Freeya.

"Gak ada alasan buat aku gak nemenin kamu, kamu kakak aku. Aku akan selalu ada buat kakak," jawab Freeya.

"Promise?"

"Iya kak, janji. Freeya gak akan ninggalin kakak apapun yang terjadi. Keadaan kakak sakit atau sehat aku akan selalu disisi kakak," ucap Freeya sembari mengelus lengan Jane.

"Dek, maaf ya? Selama ini kakak belum jadi kakak yang baik buat kamu. Kakak masih banyak kurangnya, bahkan kakak terlihat jahat ketika kamu disiksa sama papa. Kamu terlau kuat Freey, aku kadang mikir kalau aku diposisi kamu mungkin aku gak akan sekuat kamu," ucap Jane dengan air mata yang mengenang di kelopak mata.

FREEYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang