POV KARA
Juno berdeham, lantas berdiri dari duduknya. "Gue nunggu di depan deh, Kar."
Meski gue tahan, cowok berpostur tinggi kurus itu tetap berjejak keluar ninggalin gue sama Najend berdua di ruangan. Mungkin dia paham obrolan ini memang harus gue bicarakan empat mata sama Najaendra.
Yang terjadi di menit-menit berikutnya hanya keheningan. Nggak ada satupun dari gue maupun Najaendra memulai obrolan. Gue meneguk ludah. Bingung harus ngapain, sementara Najaendra masih setia menunggu jawaban.
Tenggorokan gue mendadak kering. Kecanggungan nggak bisa terelakkan. Kayaknya lebih baik gue mengalihkan obrolan daripada membahas hal ini. Lagipla gue nggak tau harus jawab apa.
“Na. Makasih,” ucap gue membuka suara.
Ya walau bagaimanapun gue nggak lupa hari ini dia udah bikin gue bahagia dengan kejutannya.
“Makasih karena kamu udah checklist salah satu wish list-ku. Aku bisa ke konser, bahkan sampai ditemenin sahabatku. Aku tau pasti nggak gampang buat dapetin tiketnya. Apalagi sampai ngumpulin temen-temenku yang tinggal di luar kota.”
Najaendra mengulas senyum menatap gue. “Suka?”
"Banget." Gue mengangguk antusias. "Aku nggak expect kamu bakal se-effort ini.”
“You happy?” tanyanya dengan binar mata menggemaskan. Seolah ada kepuasan tersendiri melihat raut bahagia terpancar di wajah gue.
Lagi, gue menggangguk. Ekspresi bahagia gue nggak bisa bohong. Rasanya pengen berhambur meluk dia. Mau bilang makasih seratus kali. Memang sebahagia ini rasanya. Seolah nggak akan cukup hanya dengan sekedar kata terimakasih.
Tapi gue harus jaga image. Nggak mau keliatan heboh padahal aslinya udah ngereog. Lagian nggak lucu kalo gue tiba-tiba meluk dia. Kek- agresif banget jadi cewek.
Seandainya Nana bisa ikut nonton, pasti akan jadi moment paling membahagiakan yang bakal gue kenang sepanjang hidup gue.
“Tapi sayang,” keluh gue kemudian.
“Kenapa?”
“Harusnya kamu ikut, Na.” Ya, gue harus mengakui hal ini.
Di sini gue sadar, gue memang cewek murahan. Hanya dengan dibayarin tiket konser, hati gue langsung luluh berbunga-bunga. Ya kan gue gak mau munafik pura-pura dingin seolah nggak menginginkan. Padahal jelas-jelas gue happy selama konser berlangsung.
Senyum datar terulas di bibir Najaendra. Entah apa yang dia pikirkan sekarang.
“Ada Juno,” ujarnya.
Gue menghela napas. Hampir aja nyeplos teriak di telinganya, -GUE MAUNYA SAMA LO, NA. SAMA LO! Bukan Juno!-
Terlepas dari kenangan menyakitkan beberapa tahun lalu, gue harus jujur ke diri gue sendiri kalau sosok Najaendra nggak akan bisa tergantikan. Oleh siapapun.
“Tadinya mau ikut, tapi ...” Najaendra nggak melanjutkan kalimatnya. Air mukanya mendadak berubah. Seolah menyimpan emosi yang belum tuntas.
Gue bisa menebak alasan dia sampai harus nyuruh Juno nemenin gue ke konser. Kondisinya sekarang sudah cukup menjadi bukti apa yang sempat terjadi antara dia dengan Yuta.
Gue tertunduk diam seketika. Malu rasanya kalau sampai permasalahan gue sama Yuta kembali dibicarakan.
Detik berikutnya suasana kembali canggung ketika Najaendra ikut bungkam. Seolah sengaja nggak mau bahas hal ‘itu’ lagi. Mungkin dia mulai ngerti kenapa selama ini gue nggak berani speak up. Karena segala sesuatu tentang Yuta rasanya terlalu sensitif dan menyakitkan untuk gue ingat.