Sebelum kalian baca, aku cuma ngasih tau. Sebenernya ini 2 bab yang aku jadiin satu.
Ada pov Kara, dan sedikit pov Najaendra
Jadi memang agak panjangMakasih ya yang masih mau lanjut baca cerita ini
Aku seneng banget kalo kalian mau komen. Apalagi spam komen. That's my another level of happiness 😊Here you go!
***
Pov KARA
Si kembar Juno Najend udah siap pulang.
Papa masih asik ngobrol nemenin Najend jalan ke mobilnya. Sedangkan gue membebek di belakang Juno.
Tangan Juno menenteng tas kecil berisi masakan mama. Sangat kontras dengan tampilannya yang macho.
Cowok bertubuh atletis itu makin terlihat sempurna begitu duduk di atas motor sportnya. Juno menggantungkan tas kecil itu pada stang, lantas mengenakan helm. Hingga tersisa wajah putih mulus, hidung mancung dan bibir tipis segaris.
Gue heran kenapa bibi bisa punya anak mirip bule gini. Padahal nggak ada garis keturunan orang luar. Tapi kalau dia diadopsi sama keluarga eropa, pasti orang bakalan percaya kalo itu anak kandung mereka.
"Kedip! Segitunya liatin gue," celetuknya datar, sembari mengunci helm di bawah dagu.
Sialan. Padahal baru sedetik gue merhatiin dia.
"Nanti siang jadi?" Juno ingat hari ini gue ada janji sama Amel mau ke JIS.
Nanti malam akan ada konser boygrup kesukaan gue di stadion besar itu. Bukan mau nonton konser, tapi gue sama Amel mau berburu freebies. Lumayan dapet printilan gratis.
Sebenernya gue pengen banget nonton, tapi papa nggak ngijinin. Sedih banget nggak sih? Kapan lagi gue bisa liat bujang kesayangan perform di Jakarta.
Konser tiga tahun lalu aja udah gue lewatin, ini mau gue lewatin juga. Padahal kesempatan udah ada di depan mata.
"Iya jadi," jawab gue ragu. Keraguan kali ini bukan karena faktor ijin dari papa. Tapi .....
Juno menangkap air muka gue yang mendadak berubah. "Kenapa?"
"Nggak papa."
"Sedih nggak bisa ketemu pacar lo?" tebak Juno. Dia tau karena tujuan gue ke sana cuma sekedar rame-ramean datang ngumpul di luar stadion. Bukan buat nonton.
"Enggak."
Kayaknya gangguan kecemasan gue lagi kambuh. Gara-gara pertemuan nggak sengaja dengan Yuta di kafe hotel semalem. Yang ada di bayangan gue sekarang, rasanya semakin nggak aman kalau mau keluar rumah. Gue takut setelah ini bakal ketemu Yuta lagi entah kapan dan dimana.
Mungkin gue terlalu berlebihan. Tapi sejujurnya ini sangat mengganggu pikiran gue.
Seandainya gue nggak tau diri, gue pengen ditemenin Juno kemanapun gue pergi. Tapi nggak mungkin juga gue terus-terusan bergantung dan minta tolong ke dia.
"Nanti gue jemput pulangnya. Nggak usah takut," ujarnya. Peka banget apa yang gue rasain saat ini.
Mendengar itu, gue merasa sedikit lebih tenang. I know he's my best bodyguard. Dia memang sebaik itu.
"Mending kita pacaran aja nggak sih?"
"Gigi lo!" Juno reflek noyor kepala gue. Enteng banget tangannya. Gak ada manis-manisnya. Emang bener-bener manusia anti romentek sih nih cowok. Tiap gue gombalin langsung ditangkas mentah-mentah.