Part 23

249 23 1
                                    

Tiga hari gue di kamar. Nggak ada kegiatan apapun kecuali meringkuk di kasur sambil meluk guling. Apa ada cewek sebodoh gue? Menangisi hal yang jelas sia-sia. Sampai bikin bantal yang tadinya kering jadi basah kena air mata, lalu kering, ... dan akhirnya basah lagi.

Tiga hari pula kehidupan gue terasa aneh ketika jaringan internet sengaja gue matiin. Rasanya kayak tinggal di planet lain dan nggak tau lagi kabar dunia.

Sementara ini gue nggak butuh obrolan grup. Gue nggak peduli kalau ada pengumuman dalam bentuk apapun dan dari instansi manapun. Yang penting gue bisa menghindar dari Najaendra.

Bibir gue terangkat sinis, tersenyum masam. Hm, pede banget. Bisa-bisanya mikir Najend bakal hubungin gue. Udah diputusin terang-terangan di depan orang tua. Bukannya sadar diri,  malah masih aja berharap.

Tok! Tok! Tok!

"Kara, makan dulu sayang!" Suara mama dari luar.

Gue menghela napas. Dengan malas menggeser badan, balik menghadap tembok. Tanpa menjawab panggilan mama.

Sekarang panggilnya -sayang sayang. Kemarin perasaan nggak gitu. Gue yakin mama orang paling bahagia setelah tau gue putus dari Najend.

"Kara, mau diambilin makan? Mama ambilin ya?" tanya mama dengan lembut.

Sasaat nggak ada suara lagi dari luar. Dan nggak berapa lama, mama ketuk pintu.

"Kara, buka pintu. Mama bawain kue sama jus stroberi kesukaan kamu."

Jujur gue mudah tersentuh dengan hal-hal sederhana. Mama jadi lebih perhatian, tapi kenapa gue malah sakit? Gue malah ngerasa kalau sekarang gue memang se-menyedihkan itu.

***

Tok! Tok! Tok!

Ya Tuhan! Akhir-akhir ini telinga gue selalu terganggu dengan suara ketukan pintu. Nggak mau menyalahkan papa atau mama, karena gue sendiri yang sengaja mengurung diri di dalam kamar. Enggan keluar kecuali di jam-jam bantuin mama masak. Itupun gue masih memilih diam tanpa memancing obrolan.

"Kara, ini gue." Suara berat khas cowok- yang gue kenal.

"Keluar kek lo." Jelas ini panggilan Juno. Nggak usah ngarep Najend datang buat ngajak balikan. No, no, no. Jangan maksain diri pakai sayap kalau tau nanti bakal dipatahin.

Gue mengangkat badan dari tempat tidur. Dengan malas menjejakkan kaki ke lantai. Berjalan ke arah pintu dengan rambut acak-acakan. Bahkan muka bantal-pun, nggak ada masalah kalo cuma ketemu Juno. Pede aja.

Tumben banget dia ke sini. Ada angin apa? Atau ... mau ngeledek gue yang abis diputusin Najend.

Begitu gue buka, gue bisa lihat senyuman khasnya  dengan mata melengkung sipit segaris. Gue berkacak pinggang, menghela napas malas. Menatap wajah tampan itu sedikit mendongak, karena Juno lebih tinggi dari gue.

"Apa?"

Juno menoleh ke sebelah yang entah sejak kapan ternyata mama berdiri di sana.

Tanpa ragu, gue malah sengaja tarik tangan Juno masuk ke kamar, dan gue tutup pintu rapat-rapat.

"Lah?" Juno melebarkan matanya, heran. "Kok ditutup?"

"Emang kenapa?"

"Emang kenapa. Ntar disangka gue ngapa-ngapain lo di kamar."

"Yaudah ngapa-ngapain aja sekalian!"

"Dih TULUL !!!" Juno menoyor kepala gue dengan enaknya.

"Lagian takut banget. Papa mama lebih percaya sama lo daripada Nana."

NAJAENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang