Bab 31

161 16 3
                                    

Pov  Najaendra

Semalem gue sama Juno nginep di rumah Kara. Nggak ada rencana apa-apa sebelumnya.

Seperti biasa setiap gue ke rumah Kara, Om Diwan selalu ngajak main catur. Suasana makin seru karena Juno bantuin om Diwan buat lawan gue. Kita bertiga asik ngobrol sampai larut.

Sampai gak sadar udah kelewat malam. Tapi waktu gue mau pamit, papa Kara nyuruh gue sama Juno pulang pagi sekalian.

Sebenernya gue sungkan, tapi Juno langsung iyain. Nanggung katanya. Juno bilang gak enak takut bangunin orang rumah. Iya kalau Juno ada alasan. Sedangkan gue yang tinggal di rumah sendiri, mau pulang jam berapapun nggak akan ada yang keganggu.

"Sekali-kali gak papa, Yen. Udah lama juga kan lo gak main ke sini. Besok kita cabut abis subuh."

Belum sempat gue jawab, om Diwan udah bawain kita bantal lengkap dengan selimutnya.

"Gak usah buru-buru, Jun. Besok tantemu mau bikin nasi kuning buat syukurannya Kara. Kalian tunggu aja sampai Kara potong tumpeng. Kita makan sama-sama. Sekalian nanti kamu bawain buat yang di rumah. Kamu juga, Jae."

Hhm. Gue gak bisa jawab apa-apa.

Om Diwan balik ke kamar, dan kembali lagi membawa dua bed cover tebal. "Ditumpuk aja, Jun. Om gak ada kasur lagi "

"Santai om. Tidur di karpet juga jadi." Tanpa banyak protes, Juno menerima bed cover warna gelap itu.

Om Diwan pamit tidur. Sedangkan gue masih duduk nungguin Juno beresin calon tempat tidurnya.

"Lo tidur di atas. Gue di sini," ujar cowok berambut hitam legam itu begitu selesai menggelar kasur buatannya.

"Berdua, Jun."

"Gak! Udah bener lo tidur di situ. Kalo di sini yang ada gue gak bisa tidur tenang. Ntar lagi enak-enak tidur malah lo peluk-pelukin."

"Najis!"

"Ya kan lo cowok soang."

"Hh??"

"Lo tau soang gak? Ya itu, sama kayak lo. Demen banget nyosor. Segala wujud manusia lo sosorin semua. Hiiy!" Juno bergidik geli.

"Lambemu gak ono aturan. Kon piker aku doyan lanangan a?" Gue lempar bantal ke kepala Juno. Biar agak waras dikit otaknya. Sialan, cakep gini dikata soang.

"Njir Jawir nya keluar." Juno terkekeh, tanpa ngerasa bersalah.

***

Udah hampir subuh, gue masih terjaga. Sedangkan Juno langsung bisa tidur pules. Terbukti matanya merem sambil senyum-senyum nggak jelas. Gue curiga dia lagi ngimpi ketemu bidadari.

Arah mata gue tertuju pada kamar sebelah. Kamar yang terkunci rapat sejak pemiliknya masuk ke dalam. Pintu warna putih dengan hiasan bunga-bunga berbentuk hati. Ada boneka kelinci dan kucing kecil menggantung di tengahnya.

Gue chat aja kali ya.

[Kara]
[Udah tidur?]
[Kamu..]

Beberapa kali gue mengetik ulang pesan. Dan semua berujung gue hapus sebelum pesan-pesan itu terkirim. Pasti dia juga udah tidur. Ini udah hampir jam tiga pagi.

Gue paling nggak bisa tidur kalau bukan di kamar gue sendiri. Yang bisa gue lakukan sekarang cuma rebahan di sofa, sambil ngabisin baterai ponsel. Berharap pagi segera datang, dan gue bisa ijin pulang sebelum Kara bangun.

Nggak tau kenapa gue gugup. Udah lama gue nggak main ke sini. Nggak kerasa udah empat tahun sejak gue pindah ke Surabaya.

Meskipun sesekali gue balik ke Jakarta, gue nggak pernah ketemu Kara atau mampir ke sini. Lebih tepatnya, gue nggak ada niatan untuk ketemu.

NAJAENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang