Bab 27

142 14 4
                                    

Gue yang biasanya berisik ini, mendadak banyak diam. Suasana bener-bener awkward. Mau pura-pura nggak canggung pun nggak akan bisa. Udah terlalu kelihatan kalo gue nggak bisa menikmati pesta.

"Jun." Gue tarik pelan ujung lengan batik Juno, sampai dia condongin wajahnya mendekat. Dan gue berbisik lirih di balik sisi punggungnya. "Pengen pulang."

Juno noleh ke gue. Hampir aja hidung mancungnya nabrak pipi gue.

"Baru duduk," keluhnya. Ya memang, kita baru sebentar di sini. Tapi serasa udah berabad-abad duduk satu meja sama ..... 'dia'.

Tau kan yang gue maksud?

Gue yakin Juno sebenarnya ngerti kenapa gue nggak betah lama-lama di sini. Jelas banget kalo gue nggak nyaman duduk di dekat mantan cowok gue itu.

Dan gue paham, Juno pasti nggak mau cepet-cepet pulang karena ini acara Marko, sahabat dekatnya. Apalagi sekarang ada Najaendra, yang notabene mereka udah lama nggak saling ketemu.

Seandainya Juno tadi berangkat sendiri, pasti mereka bakal lanjut nongkrong sampai besok pagi.

"Jun, gue ... mau ke toilet," bisik gue kemudian. Nggak tau lagi. Yang penting gue bisa cabut dari meja ini. Entah nanti gue mau kemana. Itu urusan belakangan.

"Gue temenin." Juno menawarkan diri. Meletakkan gelas dari tangannya ke meja.

"N-nggak usah. Gue berani kok."

"Nggak papa. Gue anterin." Juno langsung berdiri, yang bikin gue makin kehilangan akal buat nyari alasan kabur.

"Gue bisa sendiri, Juno."

"Sorry ya," pamit Juno pada Bang Reyhan dan kawan-kawan. "Gue anter Kara dulu sebentar."

Gue sempat menangkap dua mata Najaendra menatap ke gue. Yang berhasil bikin hati gue jungkir balik kejedar kejedur adkvtfhfgfsew gak jelas. Tapi seketika itu pula gue berpaling ke arah sembarang.

Gila ya. Segini doang nyali gue. Iya gue kalah. Harusnya gue biasa aja kan?

"Ayo," ajak Juno, berjalan di depan gue.

Mau nggak mau gue ikut jalan, yang gue sendiri bingung mau ngapain karena gue sebenernya nggak pengen ke toilet. Ih, tolol banget sih gue.

Akhirnya gue cuma mondar-mandir nggak jelas begitu keluar venue.

"Jun-"

"Iya, gue tau," potong Juno, sebelum gue ngeluh duluan. Gue yakin kalau Juno tau apa yang ada di pikiran gue saat ini.

"Yaudah, ayo pulang." Gue merengek. Goyang-goyangin lengannya mirip anak kecil minta diturutin maunya.

"Kara. Lo udah 22 tahun. Jangan kayak bocah kenapa?! Masa ketemu mantan aja harus kabur."

Gue nggak bisa bantah. Tapi gue beneran pengen pergi dari sini.

"Semakin lo ngehindar, semakin keliatan kalau lo belum bisa move on dari dia. Atau jangan-jangan lo emang masih suka sama dia? Iya?" Juno menatap serius. Mencoba menyelidiki kebenaran dari mata gue.

"Lo tau apa? Lo nggak pernah jatuh cinta! Lo juga nggak pernah disakitin sama orang yang pernah lo sayang. Jadi stop ngasih tau gue! Lo nggak tau apa-apa, Jun."

"Mau kemana lo, Kara?" Juno nahan tangan gue yang hampir pergi.

"Terserah gue mau kemana. Lo kalo mau ballik balik aja. Gak usah ajak-ajak gue lagi."

"Jangan ngambekan kenapa sih. Kek gini lo gak mau gue katain bocil?"

"Iya! Emang gue bocil. Puas lo?!" Gue sentak tangan Juno. Langsung berjejak menjauh. Tapi keselnya, cowok jangkung itu masih aja ngikutin gue.

NAJAENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang