Part 21

207 27 6
                                    

Pov Najaendra

Gue dalam perjalanan menuju bandara. Diantar Damar, sopir sekaligus pengawal, yang biasa jagain rumah ketika gue tinggal ke Surabaya.

Lalu lalang jalanan lumayan macet setelah jam pulang kantor. Butuh sedikit kesabaran bagi pengguna mobil untuk bisa sampai di pintu tol.

Sesekali gue cek posisi Kara dari ponsel. Agak aneh pas lihat nggak ada pergerakan dari titik lokasi. Gue coba positif thinking, mungkin karena jaringan internet yang lagi nggak stabil, meskipun itu hampir jarang terjadi.

Bererapa menit masuk jalur tol, gue dikagetkan dengan telpon dari nomor yang nggak gue kenal.

"Hallo."

"Ay Yo! Wanna play with me, Boy?"

Gue menjauhkan ponsel, mengernyit heran. Suara lelaki yang nggak begitu asing. Tapi gue masih nggak paham dengan 'wanna play with me' yang dia maksud.

"Siapa?"

"Oh, bagus kalo lo nggak ngenalin gue."

"Nggak usah basa-basi! Sorry gue lagi sibuk-"

"Okey then. Have a save flight and lemmi keep your baby girl, Brother!"

Hh? What?

"See ya!" pungkasnya langsung memutus panggilan.

"Tunggu!" AH SHIT!!! Udah mati.

Gue menarik napas panjang. Menengok sisi jalanan yang tadi hanya gerimis kecil, kini semakin deras. Mendadak pikiran gue dibuat kacau, nggak bisa tenang.

'Have a save flight and lemmi keep your baby girl.'

Siapa yang dia maksud? Kara?

Tunggu! Apa tadi suara Yuta?

Gue mengerut kening, masih berpikir keras untuk memastikan kalau itu memang suara Yuta. Apa ini ada hubugannya sama malam itu?

AH SIAL !!!


***


Detik itu juga gue langsung hubungin Kara. Feeling gue ada yang nggak beres.

Setelah tersambung, ternyata Kara bilang udah pindah mobil karena mobil yang dia tumpangi mogok.

"Nggak papa, Na. Tadi mobilnya mogok, jadi aku ganti mobil sekarang."

"Nggak! Kamu turun sekarang!"

"Na-"

"KAMU DENGER KAN?" Gue yang terlalu khawatir, sampai nggak sadar meninggikan suara.

"Ya tapi- aku udah di mobil-"

"LO BISA NGERTI NGGAK GUE BILANGIN, HAH?!"

Seketika Kara terdiam. Iya, gue salah. Nggak seharusnya gue bentak dia di saat seperti ini.

Di tengah ketakutan gue, Kara malah mengalihkan panggilan untuk angkat telpon entah dari siapa. Mungkin orang tuanya. Ya, harusnya Kara pulang sekolah dari siang, tapi malah ada di rumah gue.

Di saat bersamaan, gue mendapat kiriman foto dari nomor asing itu lagi. Foto Kara turun dari mobil masih pakai baju seragam putih yang sama, terguyur hujan tanpa payung. Mungkin ini foto baru aja diambil.

Gue menahan emosi sejadi-jadinya. Kenapa Kara nggak ngasih tau? Dia biasa laporan ke gue meskipun itu cuma hal-hal receh dan nggak penting.

Kara nggak lekas balikin panggilan gue. Bahkan setelah gue coba telpon ulang justru nggak bisa terhubung lagi.

NAJAENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang