Sebelumnya, maaf ya kalau aku lama bgt nggak up. Ternyata udah dari Desember gak aku lanjutin. 🥲
Buat kalian yg masih baca, yang beberapa waktu kemarin komen di sini atau pun yang dm ke ig. Makasih atas apresiasi kalian. Dan maaf kalo kemampuan menulisku se-mengecewakan ini.
Jadi kalau banyak yang gak lanjut baca, aku paham kok. Gapapa. Aku sadar dengan keterbatasanku sekarang.
Satu hal yang aku ingat dari awal nulis novel ini, aku udah bilang ke diri sendiri kalau mau nulis sampai tamat.
Jadi mau selamban apapun, mau sepi sekalipun, aku gak masalah. Tetap bakal aku selesaiin sampai end.
Aku baca komen kalian kok, tapi karena sangking malunya dan gak berani ngasih kepastian kapan up nya, aku gak balas. 🙏
Pokoknya terimakasih banyak atas dukungan kalian❤ Semoga kalian selalu berbahagia, dan sehat2 terus ya 🤗🤗
I miss you all🤗🤗❤❤
POV KARA
Pagi ini langit masih tampak mendung. Meski hujan turun dari semalam, namun rintiknya belum juga mereda.
Gue bersembunyi di balik selimut tebal motif bunga. Menggeliat meregangkan otot-otot yang nggak tau kenapa semakin terasa kaku.
Gue demam. Dari kemarin mulai ngerasa nggak enak badan. Padahal semalam udah minum obat tapi nggak ada efek sama sekali.
Kedua mata gue terlalu berat untuk terbuka lebar. Hanya sekilas melirik langit dari balik jendela kaca, lalu kembali terpejam setelahnya.
Sepagi ini gue masih enggan keluar kamar. Meringkuk memeluk guling, menggigil kedinginan. Bahkan ujung-ujung jari kaki gue menekuk menahan hawa dingin ini.
Untung gak ada acara apapun hari ini. Gue bisa bebas mau bangun jam berapa.
Namun ketenangan ini hanya sebatas angan. Hingga sebuah panggilan telepon masuk mengusik kenyamanan gue.
Tanpa ada sedikitpun niat beranjak dari kasur, dengan malasnya gue meraba-raba sekitaran bantal. Menggerutu kesal karena terganggu oleh suara getaran ponsel.
Gue menemukan benda kotak itu terselip di ujung headboard. Mendekatkan beberapa senti di depan mata. Dan seketika tergeragap bangun begitu melihat profil seseorang terpampang di layar.
Gue terduduk sempurna di tepian ranjang. Diam gak bergerak sekian detik memastikan kejanggalan ini. Masih mematung nggak percaya.
SEPAGI INI?
Najaendra nelpon gue sepagi ini? Gue baru banget bangun.
Dan bodohnya gue taruh lagi hapenya, gelagapan mengusap muka dan menyisir rambut yang berantakan dengan jari tangan. Meski tau ini cuma telpon biasa, bukan mau tatap muka.