"Dia Ayahku Saja!"

269 50 15
                                    

— RANGKAIAN BAHAGIA —

Sowon duduk dengan tenang di depan cermin, ia memandangi dirinya sendiri dalam waktu yang cukup lama. Dahulu, dia pernah melewati pernikahan yang lebih palsu daripada yang sekarang. Namun, entah bagaimana Umji bisa hadir sehingga orang-orang di sekitar tak menyangka jika Sowon sebenarnya melewati hari yang berat dalam pernikahannya.

Sekarang, dia kembali mengulang pernikahan palsu lagi. Pernikahan tanpa cinta. Akan tetapi, kali ini dia mendapatkan kebahagiaan tersendiri, yakni hidup dengan kekayaan serta tanpa adanya siksaan. Ya, Nam Seongwoo bisa disebut lebih manusiawi dibanding dengan mantan suaminya.

"Aku pulang~"

Sowon tetap di tempatnya, melihat pria Nam melalui pantulan cermin saja. Menyadari dirinya diperhatikan dari sana, Seongwoo tak peduli dan memilih untuk langsung rebahan di ranjangnya.

"Sebaiknya kau bersih-bersih," ucap Sowon. "Kau banyak bertemu orang, bukan?"

Seongwoo membuka matanya. "Sudahkah kau menghabiskan uangku kemarin?"

"Belum kucoba," jawab Sowon. "Tapi hari ini mungkin aku akan mencobanya, aku ingin belanja."

"Sana pergi," kata Seongwoo. "Aku mengundang wanita untuk menenangkan otot-otot di tubuhku."

"Baiklah."

Sowon menurut padanya, dia bergegas mengambil tas selempang sebagai tempat untuk menaruh benda-benda tertentu. Dia juga tidak perlu berdandan cantik karena niatnya hanya ingin menghabiskan uang dengan belanja.

Seongwoo beranjak duduk tatkala melihat pergerakan Sowon yang benar-benar akan meninggalkannya. Wanita itu bahkan tidak marah ketika tahu suaminya akan mengundang wanita lain ke rumah ini. Sungguh, Seongwoo geleng-geleng kepala dibuatnya. Kemudian, ia sadar kalau pernikahannya digelar untuk maksud tertentu, dan maksud itu bukanlah cinta di antara keduanya.

"Oh iya." Sowon kembali timbul. "Aku lupa bilang kalau kau belum makan, hangatkan saja masakan di dapur, baru dibuat."

Seongwoo hanya bergeming.

"Baiklah, kau akan makan wanita itu saja," kata Sowon sembari memutar bola matanya malas.

"Ck!" Seongwoo berdecak setelah Sowon pergi.

— RANGKAIAN BAHAGIA —

Satu ember berisi cairan merah itu tumpah mengenai tubuh Umji. Hal itu berhasil menyebabkan kehebohan tersendiri bagi orang-orang yang kebetulan belum masuk kelas.

Umji menengadah, dilihatnya Sinb yang tengah tersenyum dengan tak lupa melambaikan tangan menyapa. Akan tetapi, Sinb tidak sendirian di sana, dia bersama dengan dua gadis lainnya serta satu anak laki-laki. Sebutlah mereka sebagai orang yang pro terhadap Nam Sinb, sehingga mendukung niat buruknya mengusik kenyamanan Umji.

Mereka bergegas menuruni anak tangga, menghampiri Umji yang masih berdiri dengan rasa terkejutnya. Sungguh, dada Umji sudah sesak minta berteriak pada orang-orang yang telah berbuat buruk padanya.

"Ada apa ini?"

"Eh, Sinb!" pekik Seungkwan, ia reflek menopang tubuh Sinb yang tiba-tiba saja ambruk.

Ibu Guru Seola kontan teralihkan pada muridnya yang tiba-tiba saja pingsan, ia menatap Umji sekilas sembari berusaha untuk membantu Seungkwan dan kawan-kawan menyadarkan Sinb.

"Bawa dia ke ruang kesehatan!" perintah Seola. "Cepat!"

Kedua tangan Umji mengepal, dia marah karena seluruh perhatian benar-benar berhasil dialihkan oleh tindakan dramatis Nam Sinb. Padahal, kondisinya saat ini benar-benar kacau sehingga butuh sekali pertolongan. Namun, pemeran utama saat ini sedang melakukan aksi dramatisnya, yakni berpura-pura pingsan agar terhindar dari omelan. Memang dasar.

"Aish, menyebalkan!" kesal Umji, ia menghentak kakinya dan bergegas pergi.

Beruntunglah setelah ini mereka akan menghadapi pelajaran olahraga, sehingga bisa ganti pakaian. Umji juga tidak tahu mengapa Sinb bisa sampai bertindak sejahat itu kepadanya, padahal sejauh ini Umji selalu bersikap baik padanya.

"Hei, bayi goblin!"

"Apa?"

Lelaki itu tertawa sembari menunjuknya, Umji yang kesal ditertawakan pun segera menutup pintu lokernya dengan kasar. Alhasil, tawa murid laki-laki tersebut berhenti.

"Kau punya nama, kenapa saat aku panggil dengan sebutan itu kau menyahut?" tanyanya—Vernon. "Lucu sekali."

"Diam!" kesal Umji. "Jangan ganggu aku, minggir!"

"Jangan berurusan dengan Sinb, dia anak yang penuh drama," ucap Vernon. "Lihat saja tadi, untuk menghindari hukuman dia berpura-pura pingsan."

— RANGKAIAN BAHAGIA —

"Selamat malam~"

Sowon menyapa dengan senyum ramah. Dia benar-benar senang hari ini, bisa belanja apa saja sekaligus bisa pergi ke tempat mana pun yang ia inginkan. Sungguh, menikah dengan pria Nam merupakan kebahagiaan yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya.

"Bagaimana hari ini?" tanya Sowon.

Sowon mengerjap, ia menatap Sinb dan Umji secara bergantian. Senyum di bibirnya perlahan memudar, apalagi melihat raut wajah kesal putri kandungnya.

"Umji, kenapa?"

"Apa-apaan ini?" sahut Sinb sinis. "Kau menghabiskan uang Ayahku dengan beli semua ini? Norak!"

"Jangan salah, Ibu juga beli sesuatu untuk kalian," kata Sowon. "Kita buka bersama-sama setelah di rumah, ya?"

"Ibu," panggil Umji.

"Ya?"

Umji hendak mengadu, tapi saat dipikir-pikir itu akan berakhir dengan Sinb yang menang lagi. Akhirnya, Umji menggeleng menahan diri untuk mengatakan kalau di sekolah ia menerima perlakuan buruk dari saudarinya.

"Tunggu sebentar," ujar Sowon, ia mengotak-atik ponselnya, kemudian menempelkan layarnya di telinga. "Hallo, Sayang."

"Kenapa?"

"Aku dan anak-anak dalam perjalanan pulang~"

"Oke."

Singkat, padat, dan jelas. Sowon memaksa senyum walau hatinya mengumpat atas balasan singkat dari pria Nam. Kemudian, dia sadar kalau hari ini sudah belanja banyak hingga hatinya lebih senang dari biasanya.

Sowon juga harus menghubungi pria Nam, memberitahu dia agar segera menyuruh wanita yang ia undang bergegas pergi. Kan, kalau sampai anak-anak melihat, bisa berbahaya. Secantik apa sih wanita yang diundang oleh pria Nam?

"Ayo pulang!" seru Sowon, membangunkan semangat untuk Sinb dan Umji yang sedari tadi hanya diam. "Apa-apaan ini? Apakah anak-anak Ibu kelelahan?"

"Kalau mau pulang, pulang saja!" cetus Sinb. "Tidak usah banyak bicara begitu, berisik!"

"Baiklah, kita pulang sekarang."

Padahal, Sowon sudah merangkai semangat yang sudah habis karena kelelahan berkeliling di mall. Namun, respon Sinb benar-benar merusak semangat dalam dirinya.

"Jangan khawatir, Ibu akan buatkan makan malam yang lezat untuk kalian," kata Sowon. "Dan pastinya untuk Ayah kalian juga."

"Dia Ayahku," aku Sinb. "Dan hanya Ayahku saja."

"Tapi Sinb—"

"Dia Ayahku saja!" tukas Sinb tegas dan lugas.

Sowon menghembuskan napas panjang, sadar kalau anak pria Nam ini sungguh keras kepala. Sangat berbanding terbalik dengan Umji, putrinya yang tenang dan penuh cinta.

"Kau tahu?" tanya Sowon, ia berusaha mengubah topik pembicaraan. "Pinggang Ibu hampir patah karena menggendong mu ke kamar, jadi sekarang kau tidak boleh tidur di mobil."

"Lemah!" maki Sinb.

"Sungguh?!" Sowon menyahut heboh. "Tubuhmu itu bukan tubuh anak usia enam tahun, kau tinggi dan kau—"

"Aku tidak berat!!!" pekik Sinb nyaring sekali, alhasil Sowon dan Umji memejamkan mata karena suaranya yang melengking.

— RANGKAIAN BAHAGIA —

Rangkaian BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang