"Tadi Mereka Bertemu."

216 44 21
                                    

— RANGKAIAN BAHAGIA —

Umji dapat merasakan cengkraman kuat di lengannya, ia ditarik kasar oleh seseorang yang bisa disebut sebagai penyelamat. Beruntunglah kala itu Pria Choi lengah, sehingga Umji bisa lepas dari genggamannya dan pergi bersama pemuda blasteran ini—Vernon. Keduanya berakhir kelelahan, membungkuk sambil tak lupa memegangi lutut sebagai penopang.

"Kau baik-baik saja?"

Umji mengangguk.

"Syukurlah." Vernon berucap dengan lega, ia memutuskan untuk duduk di bangku panjang terdekat. "Jantungku hampir copot saat mencari ruang menarik dirimu."

"Terima kasih."

"Ya, tidak masalah."

Umji menyusul Vernon, ia duduk di samping rekan sebayanya itu dan menyandar pada punggung bangku. Kini Umji dapat menghela napas lega, meski ada sedikit rasa sesak di dada karena panik dan lelah yang bercampur menjadi satu.

"Dia Ayahmu?" tanya Vernon.

Umji mengangguk, matanya terpejam dengan napas yang masih berusaha ia atur.

"Apa yang dia incar darimu?"

Umji menggelengkan kepalanya, lagi-lagi dia tidak tahu apa-apa. Hidupnya seperti diperuntukan pada dirinya saja, mengetahui segalanya tentang dirinya, hanya dirinya. Dia tidak tahu kalau orang-orang di sekitarnya sedang menghadapi rintangan-rintangan yang cukup sulit. Sebagai contoh Ibunya saja, dia tidak tahu sepenuhnya tentang Ibunya.

"Umji ssi?"

Vernon mendengar napas Umji yang menjadi lebih teratur, saat menoleh ia mendapati Gadis Choi yang terpejam. Kemudian, dilihatnya jemari Umji yang meremas tepian bangku.

"Aku baik-baik saja," ucap Umji. "Tapi sepertinya aku akan meminta dijemput pulang saja, aku sedikit takut."

"Baiklah, kalau begitu kau pergi ke UKS saja dulu, bagaimana?"

Umji membuka matanya. "Tapi, ponselku ada di kelas."

"Aku akan ambil tasmu, tunggu saja di UKS, tak apa?"

"Terima kasih, Vernon."

Vernon balas tersenyum. "Senang bertemu lagi, Umji."

"Ya?"

"Kalau begitu, aku ambil dulu tasmu."

Vernon pergi tanpa memberi penjelasan kepada Umji. Pemuda itu benar-benar membuat Umji harus berpikir lagi karena perkataannya. Mungkin dia sengaja, meminta agar Umji saja yang mengenali dirinya.

Lantas, terbesit bayangan anak laki-laki di benak pikiran Umji. Anak laki-laki blasteran yang dahulu pernah menjadi teman bermain sekaligus teman ke mana-mana. Namun, dahulu dia tidak bicara sama sekali, bahkan Umji tidak mengetahui siapa namanya.

Benarkah dia?

— RANGKAIAN BAHAGIA —

"Ibu benar-benar sudah khawatir, Ibu pikir Sinb yang masuk UKS."

"Apa?"

"Tapi Ibu lega sekarang, ternyata kau baik-baik saja."

"Ibu," panggil Umji, nada bicaranya terdengar tidak bersahabat. "Apa Ibu menyesal datang menjemput-ku ke sekolah? Aku—"

"Maaf," sesal Sowon. "Ibu juga khawatir, Ibu hanya sedang tidak bisa berpikir jernih saja, maafkan Ibu, ya?"

Umji memalingkan pandangannya ke jendela, mengabaikan permintaan maaf Ibunya yang telah mengkhawatirkan Sinb terlebih dahulu.

Rangkaian BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang