— RANGKAIAN BAHAGIA —
"Dia bukan saudariku."
Satu kalimat itu berhasil lolos dari mulut Sinb sebagai jawaban dari semua pertanyaan yang datang dari teman-teman satu kelasnya. Pernikahan yang digelar mewah itu benar-benar dibuat sebagai formalitas saja, para tamu yang datang tidak tahu asal-usul Shin Sowon.
"Dia dan Ibunya menumpang hidup di rumah Ayahku," kata Sinb. "Lagipula kita bukan saudara kandung, Ayahku bukan ayahnya, dan Ibunya bukan ibuku."
Sinb memperjelas. Ia mengibaskan telapak tangannya sendiri merasa gerah. Kemudian, pandangannya tertuju ke arah Umji yang dipersilakan untuk segera menempati bangkunya. Pandangan mata Sinb membuat Umji balas menatapnya, dan tak sadar kalau kaki panjang Sinb terulur menghalangi.
Brak!
Suasana kelas berubah menjadi riuh seketika, mereka yang melihat dengan jelas bagaimana Umji jatuh ke lantai sungguh tak mampu menahan tawa. Sementara Sinb, gadis itu berlagak tak bersalah, dengan memelintir jari telunjuknya pada rambut sembari menahan tawanya sendiri.
"Astaga!" pekik Sinb terlambat. "Hati-hati dengan langkahmu makanya, jatuh, kan?"
Umji menengadah, matanya memanas menerima perbuatan seperti ini. Dilihatnya tangan Sinb yang terulur.
"Ayo!" ajak Sinb berbaik hati. Umji hendak meraihnya, ia percaya pada Sinb yang memiliki sisi baik. "Ayo jatuh lagi!" tukas Sinb sembari menjauhkan uluran tangannya dan mengundang tawa teman-temannya.
Beruntunglah wali kelas berbaik hati memberikan pertolongan pada Umji, menuntunnya untuk beranjak agar tak lebih lama lagi jadi bahan tertawa teman satu kelasnya.
"Sinb!" tegur Ibu Guru Seola.
"Aku sudah mengulurkan tanganku tadi, tapi dia begitu lambat," kata Sinb. "Omong-omong, jangan menangis, ya~"
Lagi, mereka semua tertawa. Teguran Ibu Guru Seola bahkan tak membuat siapa pun berhenti tertawa. Entahlah, akhir-akhir ini banyak sekali murid yang lebih berkuasa dibanding guru. Bahkan, guru sampai kalah menghadapi argumen para muridnya.
"Cukup!" tekan Seola sekali lagi. "Kalian mau dikeluarkan dari kelas saya? Mau saya beri nilai kosong di rapor nanti?"
Sinb memutar bola matanya malas, dia memutuskan untuk duduk dengan kedua tangan yang melipat di bawah dada. Umji bergegas ke bangkunya, karena anak baru maka dia harus menerima bangku mana pun jika ingin menjadi bagian di kelas ini.
Pelajaran berlangsung, selama itu beberapa murid mendengarkan, beberapa lagi ada yang mengobrol. Tapi, Ibu Guru Seola terus melanjutkan materi yang dia miliki, harus segera disampaikan karena sebentar lagi akan menghadapi ulangan tengah semester.
"Jadi, Ayahmu menikahi wanita beranak satu?" tanya teman di sebelah Sinb—Seungkwan, Si pakar gosip. "Keren, aku jadi penasaran dengan wajahnya."
"Lebih cantik Ibuku," kata Sinb dengan santainya. "Lagipula kau bisa berhenti kepo tidak, sih? Kepo itu sifatnya perempuan, dan kau?"
Seungkwan mendelik. "Kepo itu untuk semua orang, asal kau tahu."
"Tidak, hanya perempuan!"
"Yak, Nam Sinb kau—"
Prak!
Ibu Guru Seola menghentak spidol ke papan tulis, memberhentikan kekacauan di kelas saat pelajaran sedang berlangsung.
"Sepulang sekolah kita pergi cari makanan, yuk!" ajak Seungkwan.
"Boleh~" kata Sinb. "Mumpung Ayah ada jadwal penerbangan, jadi aku bebas bisa ke mana-mana, deh."