Selesai

356 41 34
                                    

— RANGKAIAN BAHAGIA —

Jisoo jatuh berlutut, ia lemas tak lagi mampu berdiri tegak. Hatinya hancur, ia bersimpuh di gundukan tanah yang sudah dibaluti oleh rerumputan hijau. Dipeluknya gundukan tanah tersebut, ia biarkan air matanya terus mengalir seiring waktu berjalan, dan dia seorang diri datang ke tempat ini, tidak ditemani siapa-siapa.

Sudah satu bulan setelah penembakan brutal itu berlalu, untuk pertama kalinya Jisoo memberanikan diri datang ke tempat ini.

Menyesal. Tetapi, ada baiknya juga dia membuat kepalsuan yang berhasil memberikan ruang baginya tetap bertahan hidup selama itu. Meski rasa penyesalan karena telah memalsukan kematian jauh lebih besar. Setiap detiknya air menetes dari langit, makin lama semakin rajin, langit memang tidak biru sedari tadi, sudah kelabu dan sudah terdengar beberapa kali guntur dari kejauhan. Hujannya turun sekarang.

Jisoo tetap di tempatnya meski hujan mengguyur tubuhnya, ia biarkan air matanya larut bersama dengan derasnya hujan sore ini. Di bawah sana, pasti ada jasad yang minta sebuah pelukan hangat, ada jasad yang minta ditemani hingga hujan reda.

Sepasang matanya berkedip pelan, dia yakin hujan masih turun, tetapi mengapa tubuhnya berhenti terkena air hujan? Ketika Jisoo menoleh ke atas, rupanya ada payung yang melindungi tubuhnya dari derasnya air hujan.

"Ternyata aku tidak sendirian," ucapnya.

"Mengapa kau berada di sini?" tanya Jisoo.

"Aku merindukannya," jawabnya—Shin Sowon. "Setiap akhir pekan aku datang kemari, tak peduli ketika itu panas ataupun hujan."

"Apa yang kau harapkan?" tanya Jisoo sekali lagi, dia masih belum beranjak dari gundukan tanah tersebut.

"Apalagi?" Sowon balik bertanya. "Aku ke sini untuk memastikan tanahnya tetap segar, memastikan di atas tanahnya ada bunga-bunga yang segar."

Perlahan Jisoo beranjak, ia akhirnya mau melepaskan diri dari pelukan tanah yang sebenarnya tidak ada gunanya. Pakaiannya sudah kotor akibat bersentuhan dengan tanah basah, sebegitu rindunya Jisoo pada sesosok di bawah tanah tersebut.

Sowon berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan Jisoo. Pandangan mereka bertaut sekarang.

"Sudah menjadi kebiasaan bagiku datang kemari setiap akhir pekan," ungkap Sowon, ia membersihkan bunga-bunga yang telah layu. "Mau ikut menabur bunga ini?"

Jisoo tak menjawab, pandangannya benar-benar kosong.

"Tidak ada yang bisa mengubah apapun, jika kau memohon sampai ribuan kali pun, yang mati tetaplah mati," beber Sowon, perlahan ia menaburkan bunga tersebut. "Ayo, kau berhak memberinya keindahan."

Bibir Jisoo gemetar, sembari menangis ia menaburkan bunga tersebut di atas pemakaman. Sesekali Jisoo menyeka air matanya, betapa menyakitkan baginya menerima semua ini.

"Kau sudah melakukan yang terbaik," ucap Sowon. "Niatmu memalsukan kematian itu untuk Putrimu juga, benarkan?"

Jisoo mengangguk.

"Kau berkorban untuk Mendiang Seongwoo dan Putrimu, kau hebat, Jisoo."

"Yang aku sesali adalah, aku tidak sempat memberitahu Seongwoo tentang kebenaran itu," ucap Jisoo gemetar. "Si brengsek itu memang terobsesi denganku, hingga dia akan melakukan apapun untuk mencelakai keluarga baruku, makanya aku memilih bersamanya agar keluarga baruku baik-baik saja."

"Dia mendengarnya, dia melihatmu," kata Sowon menenangkan, ia mengusap lengan Jisoo perlahan. "Tidak apa-apa, ya?"

"Aku sangat menyesal~" isak Jisoo yang berakhir dalam dekapan Sowon. "Aku menyesal~"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rangkaian BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang