"Kau Bukan Ibuku."

246 39 22
                                    

— RANGKAIAN BAHAGIA —

Orang pertama yang Sinb cari setelah selesai diperiksa ialah Ibu Jisoo. Dia yang sudah berekspektasi dapat perhatian dari Ibu Jisoo, tentu tak akan mencari siapa pun ketika butuh bantuan. Dia ingin menagih kasih sayang Ibu Jisoo yang sempat hilang.

"Kau butuh sesuatu?"

"Tidak."

"Mungkin kau haus, Ibu—"

"Kau bukan Ibuku," potong Sinb cepat. "Jadi, berhenti menyebut dirimu dengan sebutan Ibu ketika bersamaku."

Sowon tidak peduli, ia tetap mengambil segelas air untuk membantu Sinb mencairkan tenggorokannya pasca melewati pemeriksaan. Sinb juga menerima-menerima saja gelas itu, bahkan meneguknya sampai habis setengah.

"Aku bilang aku tidak mau minum!"

"Iya, tidak apa-apa," ucap Sowon. Dia mengembalikan gelas itu pada tempatnya. "Mungkin kau lapar? Mau makan buah apel?"

"Shireo."

Sowon manggut-manggut paham, ia menarik kursi samping ranjang Sinb dan duduk di sana. Dia ambil apel dari keranjang buah yang tersimpan di atas nakas, ia kupas kulitnya sebelum diberikan pada Sinb.

"Buka mulutmu, aaa~"

"Aku tidak mau!"

"Buka dulu mulutmu, ayo."

"Aku bilang tidak—"

Sepotong apel itu masuk ke mulutnya setelah penolakan yang tertunda, Sinb mengunyahnya sambil sesekali melihat ke arah pintu berharap Ibu Jisoo datang kepadanya. Dia maunya Ibu Jisoo yang mendampingi, menyuapi, dan merawat dirinya.

"Enak?" tanya Sowon di sela mengulurkan sepotong apel baru.

"Tidak."

Kebalikan dari kata tidak, mulutnya menerima suapan Sowon begitu saja. Gadis Nam terus mengunyah selagi Sowon mengulurkan, berarti kalau katanya tidak berarti iya.

"Nyamuk di sana!" pekik Sinb panik. "Argh! Tolong jangan gigit perban di kakiku!!!"

Sowon menoleh ke arah kaki Sinb, tangannya terangkat siap membunuh nyamuk yang menempel di perban kaki Sinb. Mata Sinb melotot, ia menggelengkan kepalanya berharap Sowon tidak menepuk nyamuk tersebut.

"Tidak, tidak, tidak."

Tidak berarti iya, benarkan?

PLAK!

Jiwa Sinb seperti keluar dari raganya, ia hampir pingsan setelah mendengar suara keras nan menyakitkan itu. Namun, jangan sebut Sowon bodoh karena sudah memukul perban yang membalut luka Sinb hanya untuk membunuh satu nyamuk.

"DAPAT!" pekik Sowon.

Sebelum menepuk nyamuk itu, Sowon mengibas terlebih dahulu, baru setelah nyamuk terbang ia menepuknya hingga mati. Sinb menelan ludahnya dengan susah payah, sampai kena lukanya bisa tambah sakit nantinya.

"Tunggu!" sahut Sinb. "Ibu membunuh nyamuk laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki!" seru Sowon panik. "Astaga, bagaimana ini? Bagaimana nasib istri dan anak-anaknya?"

Sinb menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Ibu, kau kejam sekali."

"Bagaimana ini?!" Sowon berlagak panik di hadapan Sinb. "Apa tidak ada CPR untuk nyamuk? Astaga, Ibu harus membawanya ke Dokter Jennie, siapa tahu bisa diobati."

"Cepat, cepat panggil Bibi Jennie!"

Sowon mengangguk mantap. "Baik, bertahanlah nyamuk~"

Drama jenis apa ini?

Rangkaian BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang