"Kenapa Suara Ayah Berbeda?"

218 40 29
                                    

— RANGKAIAN BAHAGIA —

"Hallo."

"Hallo, Putriku."

"Kenapa suara Ayah berbeda?"

Terdengar tawa di seberang sana, Sinb menatap satu persatu orang yang berada di dekatnya saat ini. Sowon, Umji, dan dr. Lee Jennie.

"Kau bukan Ayahku."

"Ayah sedang flu, kita bicara nanti saja, bisa?"

"Benar, ini baru Ayahku."

"Baiklah, kalau begitu Ayah matikan dulu sambungan teleponnya."

Panggilan terputus. Sinb tahu betul bagaimana respon Ayahnya apabila ditelepon, dia akan meladeninya sebentar lalu mengatakan sibuk dan akhirnya panggilan pun berakhir. Bodohnya Sinb, sudah tahu bahwa suara itu memang bukan Ayahnya, tapi di akhir dia malah meyakini kalau yang diajaknya bicara tadi adalah Ayah Nam.

Seluruh pandangan tertuju padanya, mereka menatap Sinb dengan teduh.

Maka Sinb mengulurkan ponsel itu kepada Jennie, pemiliknya. Ia sedikit meringis ketika bergerak mencari posisi tidur yang nyaman, tak bisa dipungkiri lagi jika tubuhnya masih belum disebut sehat sekarang ini.

"Jika kau membutuhkan sesuatu, katakan saja pada Ibumu," ucap Jennie.

Sinb memejamkan matanya, tanpa sudi merespon ucapan Jennie.

"Sinb, dengar?"

"Apa?"

"Jangan berlagak kau baik-baik saja, jika ada keluhan katakan saja pada Ibumu."

"Ibu?" Sinb membuka matanya. "Kau sebut wanita ini dengan sebutan Ibu? Bibi Jennie, kau tahu siapa Ibuku, kan?"

Jennie terbelenggu.

"Apa-apaan ini? Kenapa aku harus menyebutnya Ibu?" kesal Sinb. "Aku mau istirahat, mungkin besok Ayah pulang dan ingin melihat Putrinya dalam keadaan baik-baik saja."

Sowon dan Jennie saling beradu tatap. Apakah mereka akan terus berpura-pura tentang kebenarannya?

Sinb pun tak menaruh banyak curiga, mengingat dari kecil Ayahnya selalu pergi tanpa dirinya, selalu sibuk dengan urusannya, dan selalu lupa akan kehadiran Putrinya. Namun, Sinb juga sempat meragukan seseorang yang ia ajak bicara melalui sambungan telepon tadi. Suaranya jelas berbeda.

"Sinb yya," panggil Jennie.

"Sudah kubilang, kan? Aku mau istirahat."

Jennie menggelengkan kepalanya, ia menahan ungkapan tentang Nam Seongwoo yang kini telah pergi untuk selamanya. Ingin jujur saat ini juga, tapi melihatnya tidak tega.

— RANGKAIAN BAHAGIA —

"Selamat datang~"

Salah satu dinding dihiasi dengan balon-balon berwarna emas, serta tak lupa ada kalimat ucapan Selamat Datang di sana. Sinb akhirnya bisa pulang, setelah hampir satu pekan berada di rumah sakit untuk melewati perawatan pasca operasi. Dia masih belum selesai dengan urusan rumah sakit, dalam waktu sebulan sekali harus melakukan check up.

"Aku bisa sendiri."

Ketika Sowon hendak menuntunnya, Sinb sudah lebih awal menolak. Memang, sejak turun dari ranjangnya Sinb terus menolak dibantu. Lagipula kakinya kuat untuk melangkah, walau masih ada sedikit pening yang kadang bisa membuatnya jatuh.

"Ada kue di sana, Sinb," ucap Sowon. "Kau tidak ingin mencicipinya?"

"Shireo."

Betapa Sinb kesal. Dia kesal pada Ayahnya yang tak kunjung pulang ke rumah, padahal yang paling Sinb nantikan adalah Ayah Nam. Sinb ingin peluk Ayah Nam, lalu mengatakan dia akan melanjutkan hidupnya dengan sebaik-baiknya.

Rangkaian BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang