— RANGKAIAN BAHAGIA —
"Kudengar kau menikah lagi, benarkah?"
"Jadi, ada apa kau memintaku datang kemari?"
Jongin bersidekap dada, ia memandangi secangkir kopi di atas meja yang baru saja tiba setelah dipesan, asapnya masih kelihatan. Di hadapannya, ada Shin Sowon selaku mantan istrinya yang datang setelah ia mengirimkan pesan ingin bertemu.
"Langsung saja," kata Sowon tak ingin menunggu lebih lama lagi. "Aku tidak punya banyak waktu."
"Apa pria yang menikah denganmu benar-benar mencintaimu?" tanya Jongin bernada meremehkan. "Kurasa, tidak akan pernah ada pria yang mau serius dengan wanita seperti dirimu."
"Aku tidak punya banyak waktu."
Sowon beranjak, dia muak mendengar omong kosong Pria Choi yang telah membuang waktunya. Namun, sebelum ia benar-benar pergi meninggalkannya, jemari berurat milik Jongin berhasil mencekal lengan Sowon. Nyeri di sana, Jongin menggunakan tenaga yang membuat bekas kemerahan timbul setelah dilepaskan.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Sowon.
"Aku ingin kau tiada," jawab Jongin.
Sowon tersenyum kecut. "Jangan khawatir, hidupku tidak akan lama lagi."
Kening Jongin berkerut, ia bingung mengartikan maksud dari perkataan Sowon. Bagaimana dia bisa memprediksi kehidupannya sendiri?
"Sudah selesai?" tanya Sowon. "Hanya itu yang ingin kau katakan padaku? Tunggu sampai waktu di mana aku tiada, maka bersenang-senanglah."
Selesai. Sowon bisa pergi setelahnya, Jongin tidak menahannya lagi. Pria itu hanya duduk terdiam dengan bingung, tak paham maksud dari perkataan yang keluar dari mulut Wanita Shin. Pernikahan mereka juga terjadi karena kedua orang tua Jongin yang menginginkan, maka saat kedua orang tua Jongin tiada, mereka bercerai. Namun, Jongin masih belum puas menyiksa Sowon, ia teramat benci Wanita Shin yang telah memisahkan dirinya dengan cinta pertamanya.
"Astaga!"
"Sedang apa kau di sini?"
Sowon menghembuskan napas panjang, ia mengusap dadanya merasa hampir tiada karena terkejut melihat kehadiran Pria Nam di luar kafe tempatnya bertemu dengan Jongin.
"Kau?" Sowon balik bertanya.
"Aku ingin bertemu dengan Wanita-ku," katanya.
"Kau belum pulang ke rumah?" tanya Sowon. "Gila, Putrimu hampir tiada semalam, dia bermimpi Ibunya dan dia demam semalaman."
Seongwoo hanya bergeming.
"Pulang sekarang." Sowon berucap dengan tegas. "Pulang sekarang atau aku akan mengatakan pada Putrimu kalau kau—"
Pupil mata Sowon melebar, tanpa memberikan pertanda Seongwoo tiba-tiba saja mengecup bibirnya, memotong omelan-nya. Kedua pipi Sowon bersemu merah, dadanya berdebar menerima serangan tiba-tiba seperti ini. Kemudian, Sowon mendorong dada Seongwoo menjauh dari hadapannya.
"Apa kau sudah tidak waras?!" Sowon berucap kesal. "Banyak orang di sini, bagaimana jika ada kamera dan foto kita tersebar ke media?"
"Kau Istriku, apa salahnya?"
"I-iya, tapi—"
"Sekali lagi, mau?"
"Tidak!!!" pekik Sowon. "Pulang kau! Pulang ke rumah sekarang, Putrimu pasti sedang menunggu kepulangan-mu, dasar pria mesum!"
— RANGKAIAN BAHAGIA —
Sinb memicingkan matanya. Kalau dia tidak salah, dia melihat Umji sedang melukis di halaman belakang rumah. Entah mengapa Sinb penasaran, sehingga kakinya melangkah mendekati Choi Umji yang tengah menyelesaikan lukisannya di sana.