"Ibu Pembohong."

234 44 20
                                    

— RANGKAIAN BAHAGIA —

"Ibu pembohong."

Sowon membuka matanya, dia yang hampir terlelap ditemani dengan bisingnya siaran televisi pun kembali tersadar. Dia pikir suara itu berasal dari alam mimpi, dan ternyata suara itu berasal dari anak gadisnya yang berdiri di depan televisi. Choi Umji memegang secarik kertas di tangannya, menyadarinya Sowon langsung beranjak.

"Tidak!"

"Tidak apa?" Umji menarik kertas itu ke belakang tubuhnya. "Jadi selama ini Ibu terikat perjanjian seperti ini?"

"Umji, dengarkan Ibu, apa yang—"

"KENAPA IBU? KENAPA?"

Sowon terpaku membisu, betapa dia terkejut menerima respon seperti itu dari Umji. Meledaknya amarah Umji, tentu menjadi hal baru bagi Sowon yang tak pernah melihatnya begitu.

"Ibu pikir, setelah Ibu pergi, aku akan hidup bahagia?"

"Umji, dengar—"

"Tidak. Ibu tahu sendiri, bukan? Kalau Ibu adalah alasan mengapa aku bisa sampai sejauh ini."

Sowon lantas terdiam.

"Aku, pernah bilang bahwa bahagiaku adalah Ibu, benarkan?"

Sowon mengangguk.

"Maka, jika Ibu tidak lagi bersamaku, aku tidak akan bahagia."

"Umji yya," panggil Sowon.

"Apa-apaan ini Ibu? Mengapa Ibu melakukan semua ini hanya untuk aku? Aku tak butuh sekolah yang tinggi, aku butuh Ibu di sampingku, sudah."

"Ibu minta maaf, Umji."

"Meminta maaf padaku?" tanya Umji. "Meminta maaflah pada dirimu sendiri, Bu. Aku tak mau melanjutkan hidupku jika sampai Ibu masih terikat dengan perjanjian ini."

Sowon menggelengkan kepalanya. "Tidak, perjanjian itu sudah dibatalkan."

"Aku kecewa pada Ibu," ucap Umji. "Aku tidak tahu kalau Ibu akan bertindak sejauh ini, aku tidak tahu kalau Ibu ... memilih jalan buntu seperti ini."

"Umji, perjanjian itu—"

"Lupakan, aku pergi!"

"Umji!!!" panggil Sowon. "Choi Umji, kau mau pergi ke mana?!"

Perginya Umji membuat Sowon panik, tanpa menunggu lagi Sowon mengejar kepergian Umji. Jemari Umji dengan cekatan membuka kunci rumah, ia keluar dengan langkah lebar sehingga Sowon harus sedikit berlari untuk mengejarnya.

Sempat tertangkap, tetapi Umji dengan kuat menangkis. Bahkan ketika Sowon terjatuh hingga meringis sekali pun, Umji tetap melarikan diri dari hadapan Sang Ibu. Sebegitu kecewanya Umji saat ini, sampai dia tak mau mendengarkan Ibunya.

Sowon bangkit dari jatuhnya, ia sedikit merasa nyeri di bagian perut akibat dari guncangan. Meski begitu, ia akhirnya berhenti melangkah saat melihat keramaian di depan sana. Bahkan, beberapa mobil sampai berhenti karena pengendaranya keluar untuk berkerumun.

"Umji yya."

"Choi Umji."

"Putriku."

Sowon tidak tahu mengapa bibirnya tiba-tiba saja menyebut nama Umji. Namun, di sela langkahnya dia terus menyebut nama putrinya hingga sampailah ia di kerumunan itu. Sowon memaksa masuk, ia bergelut dengan orang-orang di sana hingga mendapatkan posisi paling depan.

Benar saja, Choi Umji tergeletak dengan darah yang mengalir begitu deras di kepalanya. Lututnya terasa begitu lemas, Sowon merangkak hingga sampai di tubuh putrinya. Perlahan Sowon mengangkat kepala itu, ia dapat merasakan cairan kental menyentuh telapak tangannya.

Rangkaian BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang