— RANGKAIAN BAHAGIA —
"Ibu."
Ibu. Menjadi sebutan pertama yang keluar dari bibir Gadis Nam, ia tersadar setelah melewati hari yang panjang. Sungguh, hidupnya hampir melayang karena lemahnya kondisi jantung yang telah ia derita sejak kecil. Seumur hidupnya hanya rasa sakit yang ia rasakan, seumur hidupnya ia berteman dengan sepi.
Nyeri di bagian dada, ketika tangannya masih belum mampu untuk melihat ke bagian dada itu, pintu ruangan terbuka. Jennie yang membuka pintunya, ia melangkah dengan raut wajah dingin yang khas.
"Kau masih ingat siapa aku?"
Sinb menganggukkan kepalanya.
"Selamat, operasinya berjalan dengan lancar."
"Ya?"
Jennie melangkah makin dekat, ia memeriksa beberapa hal penting di sekitaran Sinb sebelum pada akhirnya bisa mengobrol lebih santai lagi dengannya.
"Selesai, kini kau bisa berdetak lebih normal dari biasanya," ungkap Jennie. "Meski begitu, kau harus tetap menjaga pola hidupmu."
"Operasi?"
Jennie menggapai pakaian Sinb, menarik sedikit kerah bajunya hingga saat Sinb menunduk tampak di sana bekas jahitan yang masih basah. Benarkah? Rasanya Sinb baru terbangun dari ketidaksadaran seperti biasanya, Sinb tidak tahu bagaimana proses operasi itu berlangsung, dan Sinb pun tidak tahu jantung siapa yang ia terima.
"Siapa?"
"Jika kau membutuhkan sesuatu, katakan."
"Siapa yang mendonorkan jantung ini?"
Hening. Jennie seolah tak mendengar pertanyaan itu, ia malah memutuskan untuk berjalan ke jendela ruangan Sinb.
"Kenapa aku sendirian?"
"Ada urusan di luar, mereka akan segera kembali."
Kembali hening. Tak berselang lama pintu ruangan terbuka lagi, kali ini Sinb kedatangan seseorang yang tidak pernah ia harapkan kehadirannya. Tentu, tak lain tak bukan ialah Shin Sowon. Wanita itu masih hidup, sedang operasi sudah berjalan dengan lancar. Dia selamat dari perjanjian tak berguna itu?
"Sinb yya," panggil Sowon. "Syukurlah, Ibu sangat menantikan hari ini tiba, hari di mana kau membuka matamu lagi."
"Siapa yang mendonorkan jantung ini untukku?"
Sowon memberanikan diri menggapai tangan Sinb untuk digenggam, maka detik itu juga Sinb berdebar atas genggaman hangat Shin Sowon kepadanya. Apakah ini debaran dari dada seseorang yang begitu dekat dengan Shin Sowon?
Entah mengapa Sinb tak bisa melepaskan genggaman Sowon, ia membiarkan Sowon terus menggenggamnya hingga mengecup punggung tangannya dengan lamat. Mengapa demikian? Dari pelupuk matanya buliran kristal itu jatuh dengan mudah. Mengapa Wanita Shin sampai menangis seperti itu?
"Kenapa kau datang sendirian?" tanya Sinb. "Lepaskan tanganku."
Sowon malah makin menggenggam tangan Sinb, ia menaruh dagu runcingnya di punggung tangan Gadis Hwang sementara dirinya memandangi wajahnya.
"Ayahmu berhasil menemukan jantung yang cocok denganmu," ungkap Sowon. "Ayahmu tidak mengorbankan hidup orang asing ini."
Sinb mulai bergeming.
"Putri kecilnya Ayah Nam, terima kasih karena sudah mau bertahan sampai sekarang," ungkap Sowon gemetar. "Panggil aku Ibu, ya? Ibu memang tidak melahirkan dirimu, tapi percayalah bahwa Ibu menyayangimu."