"Terima Kasih."

194 35 18
                                    

— RANGKAIAN BAHAGIA —

"Kau baik-baik saja?"

"Terima kasih."

Umji beranjak duduk. Apa yang barusan Sinb katakan padanya? Sinb kontan menoleh, balas menatap Umji yang jelas-jelas terkejut mendengar balasan darinya. Umji bertanya tentang kondisi Sinb, tetapi Gadis Nam malah menjawab dengan terima kasih. Hal itu tidak pernah Umji dengar sebelumnya, seorang Nam Sinb mengucapkan terima kasih?

"Aku tarik ucapan-ku kalau begitu," kata Sinb.

"T-tidak, sama-sama, Sinb," balas Umji. "Tapi, terima kasih untuk apa?"

Sinb memutar bola matanya malas. "Ya terima kasih."

"Ya apa?"

"Karena sudah membantuku melawan mereka."

Umji tersenyum simpul, ia jadi tertarik untuk berbicara lebih lama lagi dengan Sinb. Maka Umji mengambil posisi duduk ke tepian ranjang uks itu, menghadap ke arah Sinb yang masih berbaring di ranjangnya. Apabila korden pembatas itu ditutup, mereka mungkin tak akan berinteraksi begini.

"Sinb yya, aku akan selalu membantumu, jadi jangan sungkan meminta bantuan kepadaku," tutur Umji. "Kan, kita bersaudara sejak Ibuku menikah dengan Ayahmu, benar?"

"Ya?"

"Walaupun sekarang Ayah—tidak."

Hampir. Sedikit lagi Umji akan mengungkap fakta tentang Nam Seongwoo. Seandainya otaknya tidak bekerja cepat menahan, mungkin dia sudah mengatakan tentang keberadaan Ayah Nam saat ini juga.

"Aku jahat," kata Sinb.

"Aku lebih jahat," balas Umji.

Sinb terpaku membisu, ia bertanya-tanya tentang maksud Umji. Padahal dalam pandangan Sinb, Umji tidak pernah berlaku jahat kepada dirinya. Jangankan jahat, Umji selalu diam saat Sinb mengusik hidupnya.

"Aku sudah membuatmu iri, kan?" tanya Umji. "Tapi terima kasih, karena sudah berbagi perhatian Ayah denganku."

Menyedihkan. Sinb tahu bagaimana kasarnya Pria Choi kepada Umji, hanya melalui pesan saja Sinb sudah tahu betapa pria itu tak pantas mendapat sebutan ayah. Tetapi, sekarang Sinb sudah tidak menerima pesan lagi dari Pria Choi, padahal sebelumnya pria itu sering mengirim pesan minta dipertemukan dengan Umji.

"Aku senang sekali!" seru Umji. "Ibu bisa bahagia dengan pasangannya, dan aku dapat perhatian seorang ayah."

Sinb hanya bergeming.

"Kau tahu?" tanya Umji, ia mulai membayangkan hari-hari menyenangkan ketika bersama dengan Ayah Nam. "Aku benar-benar sangat bahagia!"

"Kau tidak ingin marah padaku?"

"Apa?"

"Aku sudah jahat."

Umji menggelengkan kepalanya tanpa ragu, sudah pasti dia tidak merasa keberatan sama sekali tentang sifat buruk Sinb di masa lalu. Baginya, wajar untuk Sinb marah, mengingat kehadiran Umji sempat menggeser perhatian Ayah Nam.

"Kita orang asing," ucap Umji. "Tapi, berkat Ayah Nam, kita bukan orang asing lagi."

"Ya."

"Maka dari itu, bisakah kau menerima perhatian Ibuku?"

Sinb memalingkan pandangannya ke arah jendela, perlahan ia beranjak duduk dan mulai memikirkan tentang momen-momen menyakitkan dengan Shin Sowon. Hatinya masih sangat sakit kalau diingat-ingat, sebab perkataannya terus terngiang.

"Aku harus menghubungi Ayah," ucap Sinb.

"Untuk apa?"

"Bertanya padanya, apakah dia mencintai Ibumu? Atau hanya berpura-pura?"

Rangkaian BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang