|And I know that ist’s sad that I settle for the backburner—NIKI
Pukul tiga dini hari Bara terbangun dengan suara deringan dari ponselnya yang berbunyi lebih dari tiga kali. Dengan mata yang menyipit akibat serangan cahaya dari layar panggilan tersebut diterima tanpa sempat melihat jelas nama si pemanggil.
“Hallo?” sapanya dengan suara yang serak.
Tidak ada sahutan dan hal itu membuat Bara kesal, “Hallo? Kalo gak ngomong gue matiin!”
“Tunggu!” selaan itu masuk ke telinganya dengan cepat, Bara yang mengenali suara disebrangnya itu langsung bangkit duduk.
“Wafa lo kenapa?” tanyanya dengan khawatir, suara Wafa terdengar berbeda dari biasanya, lebih serak namun Bara yakin sebabnya bukan cewek itu baru bangun tidur tapi karena sudah menangis.
“Bara...”
“Iya, gue di sini.”
Bara tidak tahu apa yang tengah dilakukan oleh Wafa di sebrang sana ketika cewek itu kembali tidak bersuara. Sebenarnya hal seperti ini sudah menjadi hal biasa bagi Bara. Alasan Wafa selalu memanggilnya ketika sudah larut seperti ini pasti tidak jauh-jauh dari masalah dengan kekasihnya. Dan Bara tebak kali ini alasannya masih sama.
“Lo mau ditemenin?”
“Gue putus sama David dan sekarang gue butuh lo, Bar.”
Darah Bara berdesir ketika mendengar itu tapi tak lama setelahnya ia merasakan hatinya seperti diremas dengan kencang. Wafa membutuhkannya hanya untuk mengobati hati cewek itu sesaat.
Mata Bara melirik jam dinding yang menunjukan pukul tiga lebih lima menit. “Lo mau tunggu gue lima menit?”
Wafa mengernyit tapi dengan cepat mengiyakan. Panggilan terputus. Mungkin Bara sedang pergi ke toilet. Sambil menunggu waktu lima menit berlalu, Wafa turun dari ranjang dan membasuh wajahnya yang sembab. Berjam-jam menangis membuat kepalanya dilanda pening, ia kembali ke kamar dan meneguk air yang selalu disediakan di dekat ranjang.
Tangannya mengulur meraih ponsel untuk mengecek Bara. Sudah lewat dari lima menit, kembali ia memanggil temannya tersebut. Dering pertama belum ada jawaban. Samar-samar telinganya
mendengar lantutan lagu berjudul From The Start milik Laufey yang ia ketahui dijadikan sebuah nada panggilan oleh seseorang yaitu Bara. Lagu yang sempat diprotes olehnya karena lagu tersebut lebih cocok untuk dijadikan sebagai pengantar tidur dibandingkan menjadi dering panggilan.Suara tersebut terdengar dari arah luar balkonnya. Semakin lama suara itu semakin terdengar dekat seiring dengan dering panggilannya yang belum
terputus. Langkah kaki Wafa cepat-cepat ia bawa ke arah pintu balkon yang tertutupi tirai. Bisa ia lihat sebuah siluet yang menjulang dihadapannya. Panggilan terjawab diikuti oleh sebuah suara.“Halo, Waffa. Gue di depan kamar lo.”
Tirai berwarna khaki itu terbuka, Bara menyunggingkan bibirnya ketika disuguhkan wajah kaget milik Wafa. Jika biasa yang ia lakukan hanya menemani cewek itu lewat telpon maka kali ini ia ingin melakukan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Entahlah, ketika mendengar temannya itu putus dengan David tiba-tiba suara hatinya menyarankan untuk ia melakukan ini. Karena secara kebetulan rumah mereka bersebrangan jadi tidak membutuhkan waktu lama.
Pintu itu terbuka, pekikan dari Wafa masih bisa ia dengar. “Bara, lo ngapain?”
Bara tahu ketakutan cewek itu yang mengitari keadaan sekitarnya. Kelakuannya memang sangat berisiko. Mendatangi kamar seorang gadis di
waktu subuh.“Gimana?” tanyanya.
Wafa memutar kedua bola matanya, “Telat lima menit.”
“Susah banget nyeret tangga biar gak ketauan. Cepet pakai jaket.”
![](https://img.wattpad.com/cover/313478341-288-k179227.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Klausa Asmara [END]
Teen FictionNoah Alby hanya perlu tutup mulut untuk hal yang tidak seharusnya Nadiva Adisty-pacarnya, tahu. Sebuah pengkhiatan yang sudah ia lakukan sejak awal hubungannya yaitu mencintai perempuan lain. Kacaunya, Noah mencintai keduanya, tetapi tidak bisa mele...