36. Akhir dari Kita

64 5 0
                                    

|Is it too late for us?

Pikiran Noah menerawang pada kejadian beberapa menit lalu yang ia lihat. Perasaan lega bercampur dengan sesak mendera hatinya ketika melihat Nadiva datang bersama orang lain. Namun hatinya tiba-tiba tercubit dengan memikirkan bahwa Nadiva sudah berpaling cepat darinya dan memilih cowok lain. Tidak bisa bohong perasaannya teriris ketika sebuah senyum yang biasa untuknya kini beralih pada orang lain. Cowok itu bahkan sudah tahu akan kesukaan hewan Nadiva. Noah menunduk mencoba menekan rasa sakitnya dengan sebuah pikiran yang positif, dirinya yakin kalau hubungannya dengan Nadiva akan kembali membaik, dia akan menjelaskan sebuah kesalahpahaman ini dengan segera.

Ditengah kesibukan akan pikirannya, Noah melihat sepasang kaki berdiri tak jauh dari posisinya duduk. Kepalanya mendongak dan melihat Nadiva yang menoleh kesamping enggan menatap kemudian duduk di sebrang. Nadiva meremas ujung lututnya dengan menghela nafas panjang berusaha untuk tidak menjatuhkan pandangannya pada milik Noah untuk mencegah air matanya tidak turun.

“Noah, ayo putus.” Keduanya memejam dengan kepala menunduk, hatinya berdebar dengan remasan yang menyakitkan.

Tidak ada sahutan dari Noah, hanya ada suara nafasnya yang saling bersahutan dengan nafas berat cowok itu. Noah terpaku akan lontaran kalimat tersebut, tidak menduga bahwa cewek itu ternyata memilih mengakhirinya.

“Aku udah gak bisa—“

“Kamu bahkan gak ngasih kesempatan aku buat jelasin dulu.”

Nadiva bungkam, dirinya memang menolak mendengar penjelasan cowok itu. Hatinya kembali sakit jika mengingat kejadian tersebut dirinya tidak membutuhkan sebuah penjelasan lagi dan juga Nadiva sudah memutuskan untuk mengakhirinya.

Dia hanya merasa sudah lelah dengan semuanya. Tindakannya ini sudah ia pikirkan matang-matang jauh dari sebelum Ceilo mengutarakan pendapat. Di hari dirinya melihat Noah kembali membuatnya kecewa dia sudah memutuskan tidak akan kembali pada cowok itu. Ia hanya merasa bahwa keduanya membutuhkan jarak dan waktu. Nadiva hanya tidak mau semuanya kembali terulang. Noah yang terus membuatnya kecewa dan dirinya yang terus saja memaafkan cowok itu. Dia mengijinkan dirinya bahagia meskipun tidak dengan cowok itu.

“Adisty, aku udah bilang sama kamu, kasih tau aku harus gimana agar kamu kasih kesempatan lagi. Jangan kayak gini, aku mohon. Aku mau bahagiain kamu.”

Mata Nadiva membeliak ketika Noah memberingsut duduk di depan lututnya, sepasang mata tersebut memerah dan bergerak meraih tangannya yang dingin.

Kepalanya menggeleng dengan bibir terlipat dan menggigit bibirnya ketika cairan pada pelupuk matanya yang menggenang berlomba ingin keluar. “Enough, Noah, kita udah omongin hal ini sebelumnya. Kamu udah janji bakalan ngelepasin aku buat sesuatu buruk yang terjadi dihubungan ini.”

Lutut Nadiva terpaku ketika kepala Noah tenggelam padanya dengan bahu yang menggetar. Telinganya mendengar sebuah isakan tertahan yang langsung saja membuat matanya yang panas menangis.

“Udah gak bisa diperbaiki lagi, ya, Dis? Udah gak ada kesempatan lagi buat kita? Aku udah terlambat. Aku minta maaf yang sebesar-besarnya karena selama ini aku terus aja nyakitin kamu.”

“Enggak. Aku gak mau lagi maksain suatu hal yang harusnya emang udah berakhir dari awal.” Tangan Nadiva yang digenggam terasa basah oleh cairan hangat yang berasal dari mata cowok itu. Ia berusaha menariknya dengan susah payah dan menarik bahu Noah agar bangkit.

“Bangun, Noah, jangan kayak gini.”
Tapi Noah sama sekali tidak menggerakan tubuhnya hal itu membuat Nadiva langsung bangkit dan duduk disebelah cowok itu kemudian merengkuhnya. Meskipun tidak keras tetapi telinganya masih bisa menangkap sebuah isakan pedih yang membuatnya ditikam rasa sesak. Nadiva hanya membiarkan Noah terisak dalam ceruk lehernya bersahutan dengan miliknya.

Klausa Asmara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang