9. Ceilo R

44 5 0
                                    

|Ada lelah yang tidak mau berubah

"Gue masih heran dan gak terima kenapa kak Noah sampe bisa pacaran sama Nadiva."

"Nadiva yang mana maksud lo? Bukannya kak Noah jomblo?"

"Nah, bahkan lo aja gak tau cewek itu. Kelas 11 IPS 1."

"Oh yang itu? Sumpah bagusan kak Gia kemana-mana gak sih? Tapi sayang banget dia udah punya pacar."

"Lo pernah denger gak sih rumor kalo kak Noah itu pernah nembak kak Gia cuman di tolak?"

Nadiva diam mendengarkan. Cibiran untuk dirinya semenjak setahun yang lalu selalu sama. Di sekolah, tidak semua orang menyukainya. Terutama semenjak dia berpacaran dengan Noah. Nadiva dianggap tidak ada cocok-cocoknya sama sekali dengan cowok itu, bahkan pernah ada yang beranggapan juga bahwa dirinya telah megguna-guna sang pacar.

Pelanjaran kedua hari ini adalah olahraga, keberadaan dirinya sekarang adalah di toilet hendak mengganti pakaiannya. Hanya sendiri, dia memutuskan untuk berganti paling akhir. Suara yang terdengar dari bilik toilet itu terus saja terdengar, mungkin itu dua orang karena hanya itu yang bisa ia tebak. Nadiva tidak tahu siapa orannya bahkan suaranya saja dia tidak dapat mengenalinya.

"Demi apa? Eh kalo gitu, lo gak mikir kalo Nadiva cuman di jadiin pelampiasan gitu?"

"Ya menurut lo aja, gak mungkin pacaran tiba-tiba bahkan kenal sebelumnya aja enggak."

"Putus ajalah anjir, mau-maunya jadi pelampiasan."

Tak dapat di pungkiri bahwa kini matanya sedikit memanas, omongan itu akhir-akhir ini membuatnya kepikiran. Perlahan ia bertanya-tanya tentang kebenaran akan hal tersebut, namun Nadiva tidak seberani itu untuk mendengar jawaban Noah. Dia hanya takut kehilangan laki-laki itu. Tak sadar satu lolosan bening keluar. Nadiva dengan kekusahan menahan agar tidak ada suara tangisan yang keluar.

Tak lama suara itu menghilang dan dia memutuskan untuk berdiam diri dulu sejenak akan tetapi keributan di luar membuatnya kembali membuka pendengarannya lebar-lebar. Seseorang menendang pintu toilet lain dengan sangat keras sehingga membuatnya terlonjak kaget. Disusul dengan teriakan yang menggema.

"GOSIP TERUS!" teriak orang itu.

Nadiva yang mengenali suaranya langsung saja keluar dalam sana, terdapat Ceilo dengan wajah sedikit kemerahan karena kesal dengan tangan berkacak pinggang. Cowok itu melirik ke arahnya namun hanya sekilas karena setelahnya tatapan itu beralih ke dua cewek yang posisinya berada tak jauh darinya dengan pandangan menusuk.

Kedua cewek itu hanya mematung karena merasa kaget karena ternyata orang yang sedang ia bicakan sedari tadi mendengarkan. ditambah rasa takut karena yang berada di hadapannya sekarang Ceilo. Sosok yang dikenal kalau marah tidak pernah pandang bulu.

Ceilo menggeram tertahan, saat ini dirinya sangat ingin sekali memaki orang namun keadaannya sangat tidak memungkinkan. Ia berada di dalam toilet perempuan dan hal itu akan mengundang keributan kalau saja dirinya meluapkan emosi.

"Lo tau, gue paling jijik sama orang yang bersikap baik di depan dan nusuk dari belakang." Desis Ceilo.

"Gue kasih kesempatan kalian buat minta maaf sama dia kalo lo gak mau orang-orang pada tau kelakuan kek tai ini.”

Nadiva hanya diam, sebenarnya dia sama kagetnya dengan dua cewek itu, terlebih baru kali ini temannya itu menunjukan raut kemarahan seperti itu. Karena keterdiaman dua orang tersebut yang saat ini tengah menunduk takut dan tidak berani menatapnya. Ceilo langsung menyeret lengan Nadiva dan membawanya keluar, namun sebelum itu dirinya kembali bersuara.

"Gue gak segan-segan buat laporin hal ini!”

Karena ucapan Ceilo tersebut membuat kedua cewek itu semakin panas dingin, hingga Ceilo dan Nadiva pergi keduanya masih mematung dengan tubuh bergetar hebat.

Disisi lain, Nadiva yang di seret Ceilo dengan segera melepaskan cekalan cowok itu. Keduanya berhenti tepat di koridor perpustakaan yang tengah sepi.

"Makasih," lirih Nadiva

Ceilo yang mendengar lirihan tersebut langsung menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah Nadiva. Di tatapnya gadis itu lamat-lamat, jujur dirinya masih sangat kesal sekarang. Kedua tangannya ia masukan ke dalam saku celana olahraganya. Nadiva masih diam menunggu Ceilo berujar.

"Gak usah geer, gue cuman gak suka sama tukang gosip." Ceilo tidak berani menatap mata sembab milik Nadiva, alhasil dirinya hanya menunduk ke bawah memperhatikan ujung sepatunya.

"Iya, gak papa."

"Lo tolol!" Makian dari Ceilo membuat Nadiva tersentak kemudian mendongak kearahnya.

"Lo kenapa diem aja kek orang tolol sih? Lo maki mereka bilang anjing depan mukanya juga gak papa kok. Jangan so kuat deh, lo. Jijik banget gue liatnya."

Nadiva tersenyum tertahan, meskipun omongannya menusuk namun dirinya merasa senang. Temannya yang terkesan cuek dengan sekitar itu ternyata peduli padanya.

"Iya, gue tau gue tolol. Makasih banget, udah jangan ambil pusing. Lagian semua omongan mereka juga gak bener."

Mendengar jawaban Nadiva yang masih "so kuat" itu kembali membuat Ceilo kesal, "Lo jangan terlalu berpositif thinking anjir."

"Maksud lo?"

"Lo seyakin itu emang? Apa sih yang bikin lo bertahan sama dia, Nad? Why do you try so hard for someone who don’t even try for you?”

Setelah mengucapkan itu Ceilo kembali membalikkan badannya dan meninggalkan cewek itu. Nadiva terdiam, jantungnya kembali berdegup kencang. Tidak, dia tidak boleh seperti ini, dia hanya perlu memercayai omongan Noah saja. Dan untuk pertanyaan terakhir yang diberikan Ceilo, Nadiva tidak mampu menjawabnya.

●●●●

Nadiva bergerak gusar dikursinya, ia melirik Ceilo yang tengah memperhatikan guru yang sedang menjelaskan. Wajahnya benar-benar datar tanpa ekspresi apapun. Tangannya mengulur menyerahkan dua susu kotak rasa coklat dengan notes bertuliskan "Thank You" diatasnya.

Sejenak Ceilo menatapnya dengan alis terangkat, "Thank you for what?"

Nadiva berdehem untuk menetralisirkan tenggorokannya, "Dena sama Ati udah minta maaf tadi ke gue."

Dena sama Ati adalah dua orang yang tadi membicarakannya di toilet, sepeninggal Ceilo, dua cewek itu menghampirinya dengan raut penyesalan serta takut tercetak jelas di wajahnya. Tidak ada hal lain yang bisa Nadiva lakukan selain memaafkan mereka tanpa mau memperpanjang urusan.

Nadiva tersenyum ketika ulurannya diterima oleh Ceilo, cowok tersebut membuang pandangnya dengan bibir yang berkedut karena secara
kebetulan temannya itu tau rasa susu kesukaannya. Kemudian mengangguk-angguk dan kembali mendongak,

"Oke, tapi ini kurang. Gue pengen dijajanin McD."

Nadiva berdecak, "Ngelunjak ya anda!"

Klausa Asmara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang