14. Penjagaan Si Bocah Edan

281 126 28
                                    

Makin semangat lagi yukkk vote dan coment sebanyak-banyaknya 😍😍😍

Biar Nada Dina juga makin strong nulis chapter selanjutnya 😍😍😍

*****

🌼 Lily

Kalau sedang rindu, rasanya, waktu jadi terasa berjalan sangat lambat. Malahan, seperti jalan di tempat. Seolah tak ada semangat.

Dayanya serasa hilang, karena diri belum bertemu dengan yang disayang.

Apa memang sebegini melelahkannya merasakan rindu sendirian?

Atau hanya aku saja yang terlalu berlebihan, karena sudah jatuh cinta terlampau dalam dengan Kak Adrian?

Kenapa jatuh cinta pertama yang kupunya harus begitu rumit karena mendapatkan penolakan?

Apa tak bisa kalau awalnya langsung indah dengan sama-sama mempunyai perasaan?

Peliknya.

Pusing.

Tapi bodohnya aku karena belum mau mundur dari pengejaran.

Memang dasar.

Tapi ya, meski sulit sekali rasanya, aku benar-benar masih ingin terus berusaha meski sampai saat ini seperti tak punya siapa-siapa. Harus bisa tangguh berdiri di kedua kaki sendiri karena sadar tak ada orang lain yang sukarela memberikan bantuannya.

Ternyata, jadi dewasa, memang seperti sering sekali dituntut untuk menahan semua duka sendiri saja, ya.

Padahal, berjalannya waktu, pasti kita tetap ingin ditemani. Tidak terus sendiri dan sibuk meratapi.

Baiklah. Mari lupakan sejenak semua hal memusingkan supaya tubuhku tak semakin merasa lelah.

Berjalan lesu setelah selesai mengantarkan Eksan sampai ke bandara, juga dengan banyaknya obrolan panjang di kepala, kini kedua mataku malah langsung berbinar saat melihat keberadaan laki-laki penuh tekad yang selama beberapa minggu ini terus kucari keberadaannya.

"Kak Adrian?"

Aku seperti seorang gadis yang sedang mengigau.

Karena meski sudah sangat tak sabar, aku juga sedikit khawatir kalau pandanganku saat ini hanya sebuah khayalan.

Jadi memperbaiki keadaan mataku sampai berulang kali, aku benar-benar ingin memastikan bahwa sekarang ini aku tak sedang berhalusinasi.

"Beneran Kakak Ganteng?"

Dan saat sudah kupastikan dengan benar bahwa kedua mataku sungguhan tak minus serta pandangannya masih terang benderang, aku langsung berteriak dengan sangat girang.

Lekas melangkahkan kaki, karena aku jelas tak mau kehilangan jejak Kak Adrian lagi.

"Kakak!"

Panggilan suka cita dariku diabaikan. Tak segera mendapatkan jawaban.

Tapi kalau bersama Kak Adrian, mendapatkan respon terlampau dingin, sudah terlalu biasa. Jadi tak apa. Akan terus kukejar Kak Adrian ke mana saja dia mau berada.

"Kak Adrian!"

Aku langsung lari tunggang-langgang.

"Duh, disuruh jadi atlet lari lagi nih."

Mengumpulkan semua energi yang kupunya, akhirnya, tangan pendekku berhasil meraih tas ransel besar yang Kak Adrian bawa.

Nggak papa tasnya dulu. Nanti orang ganteng yang lagi bawa pasti bisa jadi punyaku.

Cinta Dua NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang