🍂 Dria
Sudah masuk ke dalam apartemenku, aku masih tak habis pikir dengan paper bag besar yang kini ada di dalam genggaman tanganku.
Hadiah.
Katanya.
Sekaligus ucapan terimakasih.
Tapi entah kenapa, aku jadi sulit sekali mau percaya.
Karena setelah cukup lama berinteraksi dengan bocah berisik bernama Lily, sikap waspadaku sungguhan jadi seperti makin melekat karena bocah mini itu yang suka sekali usil dengan deretan modus tanpa henti.
Ya ampun.
Apa aku memang sedang dilatih untuk jadi lebih sabar?
Jadi cobaan yang harus kuhadapi adalah spesies bocah ingusan?
Mendudukkan diri, kata-kata si bocah bawel terngiang lagi.
"Soalnya, aku nggak mau lagi lihat cowok kelewat ganteng kaya Kak Adrian jadi banyak ngelamun waktu musim salju cuma pakai sweater doang."
Dan pandanganku jadi langsung meneliti jenis pakaian yang sedang kukenakan.
Memang sweater.
Yang kurasa tak salah.
Tapi kenapa jenis pakaian hangat juga bisa digunakan sebagai bahan gombalan?
Rayuan tak masuk akal yang membuat nalar sehatku jadi sering sekali melayang.
Memang isi otak para bocah tak bisa dianggap remeh.
Serius.
"Kalau Kak Adrian nggak mau lihat aku jadi korban karena hipotermia. Aku lebih nggak mau kalau Kak Adrian sakit sebelum jadi suamiku."
Dan ini terasa lebih parah. Karena kenapa aku jadi dikejar terus-menerus oleh golongan keributan berbentuk bocah?
Tak mau makin pening dengan setiap rayuan yang masih terus kuterima, aku jadi bangkit berdiri dan tiba-tiba menyibak tirai putih jendela besar apartemenku untuk melihat bentangan langit sunyi juga keadaan jalanan yang kini sudah diselimuti warna putih di mana-mana.
Salju.
Suhu dingin dan terkesan manis yang pasti akan selalu mengingkatkan aku pada Nadira.
Hawa sejuk yang pasti akan membuat pikiranku langsung memutar kembali setiap kenangan indah akan degup jantung begitu menyenangkan tentang debaran cinta pertama.
Karena semenjak mengenal Nadira, aku jelas tak mungkin lupa, bahwa melihat tumpukan salju dan berseluncur di atasnya adalah hal yang selalu ingin dilakukan oleh Nadira.
Terkekeh miris.
Dan untung saja karena saat ini aku tak langsung menangis.
Sebab melihat tumpukan dan guguran salju yang kini sudah tersaji tepat di sekitarku, kembali mengingatkan aku bahwa Nadira memang tak bisa jadi milikku.
Kisah cinta pertamaku gagal.
Perasaan mendebarkan paling istimewa yang kurasakan harus berhenti dan tak bisa lagi diperjuangkan.
Entah sudah berapa lama aku mengenal Nadira, berusaha keras berulang kali mengutarakan cinta, akhir cerita dan rumah tangga indah yang Nadira pilih sungguhan sudah berlabuh dengan pria lainnya.
Bukan bersamaku.
Dan bayangan bulan madu yang telah Nadira miliki juga kembali menyadarkan aku betapa semua perjuanganku memang nyatanya tak sebesar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dua Negara
ChickLit* Disarankan untuk membaca "Rasa Punya Nadira" dan "Nadira Beserta Bahagia Miliknya" terlebih dahulu supaya bisa lebih runtut ceritanya 😊 ***** Tipe istri idaman seorang Adrian adalah seorang gadis yang begitu taat pada agamanya, serta sangat bisa...