40. Merenda Asa

372 49 138
                                        

🍂 Dria

Perut kenyang, hati juga senang.

Atau yang lebih nyaman untuk dirasakan, adalah lega sekali melihat para kesayanganku sudah berada dalam kondisi yang aman.

Mama sudah lebih baik kesehatannya.

Kak Eva tak lagi kelimpungan dan sudah bisa menghilangkan raut wajah penuh kekhawatiran.

Lalu gadis yang kucintai, Lily yang kini sudah bisa tersenyum dan tertawa menggemaskan sekali.

Cukup.

Tak perlu lagi hal yang berlebihan.

Melihat wanita-wanita berharga dalam hidupku bisa berkumpul sehangat ini sungguhan sudah sangat bisa untuk membuatku begitu bahagia.

Yang semoga, semua bentuk ketulusan ini bisa terus terjaga selamanya.

"Ini Lily yang pernah belajar di Australia juga, ya?"

"Iya, Tante."

Aku tersenyum bahagia dengan sebuah jeruk manis dalam genggaman.

Begitu gemas menatapi interaksi lucu antara Mama yang kini tersenyum cerah bersama Lily.

"Kalau udah kenal sama Dria, jangan panggil Tante, dong. Mama aja."

Aku tersenyum sebagai bentuk suka cita.

Bersyukur sekali melihat Mama yang langsung bisa sebahagia ini ketika aku memperkenalkan Lily.

"Memang boleh?"

Dan kini aku jadi semakin mengembangkan senyuman.

Begitu gemas mendapati tatapan mata Lily yang kini sedang melirikku melalui sudut matanya, seolah Lily sedang meminta izin padaku perihal permintaan Mama.

Manis sekali memang gadis belia bernama Lily.

"Boleh banget. Malah lebih suka. Lebih enak juga buat didengar. Biar bisa makin akrab."

"Terimakasih, Tante."

Aku hampir saja tergelak.

Sekuat tenaga menahan kekehan. Karena sungguhan tak menyangka jika kali ini aku akan disuguhi pemandangan sikap Lily yang begitu berkebalikan.

Karena biasanya, jika sedang bersamaku, Lily pasti akan bisa jadi gadis yang begitu ceria. Berucap melengking, atau melonjak girang ketika ada maunya. Tapi sekarang, bersama Mama, Lily malah tersipu malu-malu dengan pipi yang merona. Tak banyak berucap kata, dan hanya sibuk mengangguk karena tak bisa menolak permintaan Mama.

Ya ampun.

Memang ajaib sekali.

Selalu dibuat takjub dengan semua hal yang melekat pada Lily.

Jadi gemas sekali mau gigit!

"Kok, masih Tante?"

Aku mengangguk sambil memberikan satu acungan ibu jari untuk Mama. Tersenyum semakin bahagia. Dan memberikan tanda salut karena Mama mau memberikan sambutan teramat hangat untuk gadis yang kucinta.

Benar-benar sangat bersyukur karena aku memiliki Mama sebagai orangtuaku.

Karena sampai aku beranjak dewasa, meski Papa telah tiada, Mama selalu bisa bertindak tegas tapi juga lembut sekali dengan semua pilihan yang kupunya.

Tak pernah memaksakan. Tapi senantiasa memberikan dukungan.

Kasih begitu tulus yang membuatku tak pernah merahasiakan segala sesuatu dari Mama.

Termasuk tentang Lily.

Karena sebelum hari ini, aku jelas sudah bercerita pada Mama tentang Lily dan segala hal yang kami berdua lalui.

Cinta Dua NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang