17. Ada Alasannya

287 119 54
                                    

🍂 Adrian

Kenapa suasana yang kurasakan di sekitarku jadi tak begitu nyaman?

Pengap.

Udaranya terasa panas.

Gelisah.

Dan aku jadi berkeringat.

Jadi membuka mata secara perlahan, aku sungguhan langsung terkejut saat mendapati pandangan mataku jadi diliputi kegelapan.

"Astaga. Listrik mati, sejak kapan?"

Sedang berusaha menyadarkan diri, pendengaranku malah langsung menangkap sumber suara yang ribut sekali.

"Ya ampun, berisik banget si."

Segera terduduk di atas ranjang besarku, suara rusuh makin mengganggu ketenanganku.

"Duh, kepalaku pening kalau begini."

Beranjak sambil menggerutu, aku jadi ingin lekas mencari tahu siapa seseorang yang sudah berani menimbulkan kegaduhan besar di apartemenku.

"Siapa si, yang malam-malam bikin ribut kaya gini?"

Bukan lagi suara bising.

Karena kini, pintu apartemenku sudah diketuk secara beruntun sampai berulang kali. Tanpa henti.

Terus-menerus.

Tak ada jeda.

"Eh, ada tamu? Ke sini? Mau ketemu aku?"

Aku menajamkan kedua telingaku.

Mulai waspada.

Karena aku jelas harus mengamankan situasi yang ada. Apalagi ketika sedang dilanda gelap gulita.

Tak boleh lengah.

Karena aku jelas belum tahu apakah yang datang orang baik atau jahat.

"Kakak!"

"Sejak kapan aku punya adik?"

Aku malah jadi seperti berubah dungu dengan sibuk mengoceh seorang diri.

"Kak Adrian!"

Ada suara menggelegar yang memanggil namaku.

"Loh? Cewek?"

"Buka pintunya, Kak!"

Aku makin hati-hati.

Karena ketukan suara saat ini malah disertai rintihan suara yang sesak sekali.

Aku berhalusinasi karena listrik sedang mati?

Apa memang sungguhan ada seseorang yang kini datang ingin berkunjung di tengah suasana gelap seperti ini?

Tapi siapa?

"Ini aku."

Seolah seseorang di luar sana bisa mendengar rasa penasaranku.

"Lily."

Satu nama, yang lekas memancing dengusanku untuk keluar seketika.

"Ya ampun. Bocah ingusan itu, buat ulah apa lagi?"

Tak lagi penasaran. Aku jadi segera melanjutkan langkah kakiku supaya si bocah bawel tak semakin menambah keributan.

"Aduh. Mejanya, kapan pindah ke sini si?"

Lututku terantuk.

Dan aku jelas kembali menggerutu sambil mengeluarkan dengusan tanda sebal.

Karena kakiku jadi sakit gara-gara ada bocah usil yang nekat sekali mengganggu waktu tidurku.

Cinta Dua NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang