30. Tempat Persembunyian

287 70 141
                                    

🌼 Lily

"Butuh ditemenin buat nangis?"

Ditanya seperti ini, tangisku malah makin tak terkendali.

Jadi makin deras.

"Apa aku boleh langsung hajar cowok kurang ajar yang udah buat kamu jadi nangis?"

"Eksan."

Namanya sudah kupanggil.

Dan kedua tangan yang sejak tadi bertengger di bahuku, makin mengerat dan memberikan usapan lembut untuk menenangkan keadaanku.

Meski sepertinya belum berhasil.

Karena tangisku enggan berhenti sampai saat ini.

"Iya. Ini, aku, Lily."

Aku menundukkan wajahku. Menyembunyikan tangisanku. Karena aku tak mau kalau Eksan jadi memberikan belas kasihan untukku.

"Aku udah pernah bilang belum, kalau kamu selalu cantik di mataku?"

Aku benar-benar sedang tak ingin bertatap muka. Tapi kedua telapak tangan hangat milik Eksan malah menangkup wajahku untuk melihatnya.

"Udah sering banget, ya?"

Eksan tersenyum.

Tulus sekali.

Tapi bukannya turut bahagia, hatiku malah makin teriris sakit karenanya.

Sebab rasa bersalahku makin membumbung tinggi dan berkata, bahwa sudah terlalu banyak pengabaian yang kutujukan pada Eksan yang baik sekali perhatiannya.

"Waktu lagi nangis kaya sekarang, kamu juga tetap cantik banget, Ly."

Jari telunjuk Eksan menyentuh kedua sudut mataku. Seperti ingin menunjukan padaku, bahwa sudah terdapat banyak jejak air mata karena luapan kesedihanku.

"Tapi cantikmu yang sekarang, aku nggak suka."

Eksan memberikan gelengan.

Dan aku tahu bahwa ini bukan godaan.

Melainkan kesungguhan hati yang aku pahami bahwa Eksan juga sedang mencoba meredam kemarahan.

"Soalnya, kalau kamu nangis, aku jadi ikut sedih. Hatiku ikut sakit."

Eksan setia mengusap bekas tangisanku.

Tapi aku malah jadi makin tergugu.

Seperti ingin meratap kenapa aku bisa jadi selemah ini karena dilanda cemburu?

"Tapi nggak papa. Nangis aja. Biar kamu bisa lebih lega. Ya?"

Dan aku benar-benar terus menangis.

Tak berjeda.

Menumpahkan semua sesak di dalam dadaku. Dan berharap berulang kali bahwa semoga setelah ini aku bisa lekas menyadarkan perasaanku. Menguatkan diriku. Supaya aku tak terlalu berlarut dengan patah hatiku.

"Mau tetap nangis di sini?"

Tubuhku seolah kaku. Sampai bilah bibirku jadi tak bisa berucap sesuatu.

Entah sudah banyak kata yang telah Eksan ucapkan, tapi aku tak kunjung memberikan jawaban.

Aku terus diam.

Sibuk menangis tersedu-sedu.

Dan Eksan yang begitu setia memberikan penenangan.

"Atau mau cari tempat yang lebih nyaman sama aku?"

Tempat yang lebih nyaman?

Kalau seperti itu yang dimaksudkan, maka mauku adalah Kak Adrian.

Cinta Dua NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang