53. Raka Tukang Ngadu

17.2K 380 3
                                        

Lia menghabiskan waktu weekendnya dengan Amel dan juga Raka. Sementara Davin pria itu sudah pergi sejak pagi menengok kondisi Ares. Lia tak masalah dengan itu, selagi Davin, Lia takkan melarang. Lagipula dia bukan orang tanpa perasaan yang sampai hati memisahkan ayah dari anaknya.

Lia juga merasa tak perlu memperingatkan Davin untuk adil, sebab Lia percaya pria itu bisa melakukannya. Selama ini Davin sudah menunjukkan seperti apa sosoknya saat menjadi seorang ayah. Dia penyayang dan penuh perhatian, melebihi Lia sebagai orang tua, Davin sangat penyabar.

Meski ceritanya akan berbeda saat pria itu menjadi suaminya. Lia pikir perbandingannya sangat kontraks. Mungkin seperti malaikat dan siluman.

"Bagaimana kandunganmu, Nak? Apakah ada keluhan atau sesuatu yang membuatmu sedikit tidak nyaman?" tanya Amel membuka suara.

Lia menatap ibu mertuanya, kali ini perasaan benci dan sulit memaafkannya sudah mulai pudar dengan sendirinya. Mungkin dia memang tak tahu kalau Amel sudah jujur kepada Davin, tapi nuraninya merasakan itu, dan itulah mengapa perasaannya sudah agak melunak pada Amel.

"Cuma beberapa kali agak terasa kram, Ma, tapi nggak sampai sakit banget. Kata dokter sih itu cuma sedikit stress saja," jelas Lia sudah tak ketus lagi.

Amel mengangguk paham dan tersenyum senang karena Lia sudah melunak padanya. "Baiklah sayang, kalau begitu kamu lebih banyak istirahat dulu dan jangan terlalu banyak pikiran. Kalau ada yang kamu butuhkan, jangan sungkan sama Mama."

Lia menganggukkan kepala dan berdehem untuk menjawab. Sementara itu, Raka keliatannya baru bangun tidur, terlihat masih sangat mengantuk, menguap sambil menghampiri keduanya.

"Mamma, Oma, Rama mau ayam goreng!" ujar anak itu dengan masih setengah sadar.

Amel tersenyum gemas, dia seperti melihat Davin kembali saat masih kecil. Raka persis papanya, baik kelakuan dan juga kemiripan wajahnya.

Sementara itu Lia langsung mendengus kasar, menatap putranya dengan tak habis pikir. "Baru bangun udah mau ayam goreng, dan itu lagi kenapa dari kemarin mainannya dibawa kemana-mana, Ka?"

Raka langsung menatap mainannya, lalu mengerucutkan bibirnya. Kali ini dia persis seperti Lia yang cemberut dan bibirnya yang monyong juga sudah mirip anak bebek.

Tidak langsung menjawab, Raka langsung menghampiri Amel dan bahkan naik ke pangkuan omanya. "Mama, Raka beneran mau ayam goreng!"

"Cuci muka dulu, terus minum atau nggak mandi sekalian!" omel Lia membuat Raka menatap omanya.

"Oma, Mama galak," adu Raka membuat Lia bangkit dan mencubit gemas pipi putranya.

"Aaaa ... tolongin Raka, Oma!" ujar Raka sambil berbalik lalu membenamkan wajahnya memeluk sang nenek.

"Kamu nakal sih, Ka. Mama jadi marahkan. Udah-udah, sekarang Raka bangkit dan pergi cuci muka biar mamanya nggak marah lagi," ujar Amel membujuk cucunya.

"Nggak apa Ma, biarkan saja anak nakal itu begitu terus. Paling mulai sekarang nggak akan ada ayam goreng!" ujar Lia dengan seringai mengancam. Membuat Raka mau tak mau pun melepaskan benteng perlindungannya yaitu omanya.

"Mama nggak bisa gitu dong, Raka bilang papa nanti!" protes Raka membuat Lia mendesah kasar.

"Oh, sekarang setelah nggak mempan ngadu sama Oma, kamu mau ngadu sama papamu?" ulang Lia seperti tengah mengejek. "Mama nggak takut, coba aja sana. Paling papamu yang takut sama Mama!"

Raka menunduk, kembali menunjukkan bibir mengerucut bagaikan bibir anak bebek. Amel dan Lia kompak tersenyum gemas, tapi kemudian tak lama, sebab Davin tiba-tiba datang dan menghampiri mereka.

"Papa!" teriak Raka sambil berlari pada ayahnya.

"Iya, Son. Ada apa denganmu sayang?" tanya Davin yang langsung menyambut putranya, lalu mengangkat dan menggendong Raka.

"Mama jahat, dia galakin Raka dan nggak bolehin makan ayam goreng lagi!" jelas Raka mengadu, membuat Lia geleng-geleng kepala menatapnya.

Sementara itu Davin tak langsung menjawab, dia terlebih dahulu mendekati istri dan ibunya. "Kok gitu sih, Li. Kamu kok mengancam anak kita begitu? Nggak membolehkan dia makan ayam goreng?"

Lia mengangkat bahunya acuh, lalu Amel yang mendengar itu membantu menjelaskan. "Itu karena Raka cucu kesayangannya Oma nggak mau mandi, baru bangun udah mau ayam goreng."

"Nggak salah dong harusnya, itu enak!" jelas Davin membela putranya. Bukannya hubungan Davin dan ibunya sudah membaik, akan tetapi perseteruan tak mungkin ditunjukkan keduanya di hadapan Raka yang masih anak-anak.

"Ck, kalau begitu kamu juga nggak usah makan ayam goreng lagi Mas, sebelum anak kamu itu mandi!" ujar Lia malah mengikutsertakan Davin dalam ancamannya.

"Kok gitu sih?" ujar Davin tak terima. "Aku dan Raka bisa mati kalau nggak makan ayam goreng!" jelas Davin melanjutkan, padahal walaupun dilarang, dia seharusnya masih bisa makan diluar atau memesannya.

"Ngaco, mana ada itu. Males ngomong sama Mas dan Raka!" gerutu Lia sambil berlalu dari sana.

"Yah, mama ngambek gara-gara kamu, Ka. Yasudah, kita mandi yuk!" ujar Davin pasrah.

"Belenang, tapi ya Papa," ujar Raka memberikan syarat.

"Siapa yang ngajarin kamu Son, banyak maunya gini. Huh, tapi baiklah, daripada nggak mandi dan mamamu tambah marah, kita akan berenang," jawab Davin.

Kantuk yang tadinya masih menyelimuti Raka, kini sudah hilang entah kemana. Mendengar keinginannya disetujui, anak itu pun bersorak senang.

"Hore! Raka dan Papa beyenang! Asik!!"

❍ᴥ❍

Di sisi lain, Liona sudah mendapatkan hasil editan foto yang dibutuhkan dan juga pernah dibuatkannya pada seseorang. Wajahnya tersenyum senang setelah melihatnya.

"Pas sekali dengan yang aku butuhkan, tukang edit jaman sekarang semakin ahli saja. Ini seperti nyata dan benar-benar terjadi. Hm, kira-kira bagaimana reaksi Davin saat melihat ini ya?" ujar Liona sambil menyeringai.

Perasaan untuk mengirimkan pesan gambar pada Davin langsung menggebu setelah membayangkan reaksi yang diharapkannya. "Aku yakin, setelah ini wanita mandul itu bukan cuma di usir kali ini, tapi juga diberi perhitungan oleh Davin. Hahaha, siapa suruh dia muncul kembali!"

"Oh, tapi tunggu dulu. Aku tak bisa langsung senang dulu. Ares anak tak tahu diuntung itu harus aku singkirkan secepatnya, bahaya kalau dia berlama-lama bersama Davin. Bisa bocor rencanaku pada Davin!"

"Huhh, tapi kalau dia mati bagaimana Davin akan menikahiku nanti? Apa aku hamil beneran aja ya? Benar aku harus hamil dan punya anak sendiri, kalau tidak apa yang bisa aku gunakan untuk menguras harta Davin nantinya. Baiklah sepertinya aku akan mencoba cara lama lagi!" ujar Liona begitu serius.

Teringat akan obat yang dicampurkan olehnya pada minuman Davin kemarin, Liona mendesah kasar. "Andai saja wanita sial itu tak datang, mungkin aku sudah memiliki Davin kemarin. Ah, tapi lupakan itu. Aku harus menyusun rencana yang lebih matang. Tidak akan kubiarkan Lia atau siapapun untuk selanjutnya menggagalkan rencanaku!" seru Liona dengan tekat yang sudah bulat.

❍ᴥ❍
Bersambung

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang