17. Menyesal

26.5K 737 2
                                    

Lia bergetar pagi itu. Setiap menatap ke arah Davin dia ketakutan. Lima tahun lalu dia tak pernah menemukan sisi mantan suaminya yang kejam seperti itu, tapi sekarang dia bahkan merasakannya. Davin kasar, kejam, dan seperti monster menyiksanya.

Sebelum keluar kamar, pria itu sempat melempar beberapa lembar uang pada wajahnya. Menghinanya dan tak lupa memperingatkan kalau dirinya tak ada bedanya dengan perempuan malam yang suka jual diri.

Kali ini Lia lemah dan tak sanggup melawan. Untuk beberapa menit setelah Davin keluar, wanita itu menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Benarkah dia takkan bisa lepas dari Davin dan selamanya akan hidup dalam penderitaannya.

Lia terus menangis, meski tak meraung, tapi kali ini dia benar-benar terlihat rapuh dan tak berdaya. Andai saja dia tak segera mengingat Raka, mungkin dia takkan menemukan tumpuannya lagi atau mungkin tak sanggup hidup.

"Tidak. Aku tidak bisa begini terus. Aku harus bangkit!" ujar Lia sambil mengusap pipinya kasar.

Bangkit dengan cepat dan menghampiri meja rias. Lia segera menutupi wajah menyedihkannya dengan make-up yang cukup tebal. Bagaimanapun juga dia tak mau membuat putra kecilnya khawatir dan bertanya. Barulah setelahnya dia berani keluar kamar.

"Mama bangun telat!" ungkap Raka langsung protes begitu bertemu dengannya.

Anak kecilnya itu saat ini sedang dalam gendongan papanya Davin. Setidaknya pria itu baik pada anaknya. Mungkin dengan inilah Lia rela menukar kebahagiaannya dengan penderitaan, supaya bisa melihat putranya bahagia.

Dalam kepalanya wanita itu mulai berpikir keras, mempertimbangkan ucapan Davin. Mereka akan menikah lagi dan Lia mulai memutuskan tekatnya. Mungkin ini akan kedengaran bodoh, tapi begitulah seorang ibu. Memangnya apa yang lebih penting daripada pada anak mereka.

"Untung Papa sudah kembali, jadi aku bisa bersiap dengan bantuan Papa. Raka jadi sayang Papa!" ungkap bocah itu dengan perasaan yang tulus sambil menatap Davin.

Dia tersenyum dan beralih menatap ibunya dengan bahagia. Lia terharu lalu menatap putranya dengan perasaan yang sulit diartikan.

Selanjutnya seperti hari kemarin, paginya berjalan seperti keluar harmonis. Bedanya kali ini mereka sama-sama tak sempat sarapan karena terlambat. Lia cuma bisa menyiapkan bekal untuk mereka bertiga.

Lalu kembali seperti kemarin, setelah mengantar Raka ke tempat penitipan anak, Davin kembali menghentikan mobilnya di tengah jalan.

"Turun!" ujar Davin kejam.

"Tunggu dulu. Aku ingin bicara!" kata Lia dengan serius tanpa menatap ke arah Davin.

"Aku sedang tidak mood mendengarkan ucapan sampahmu!" tegas Davin kesal.

"Aku serius. Aku setuju menikah denganmu dengan satu syarat!" ujar Lia tegas.

"Cih, persetan dengan persetujuanmu. Kau pikir aku perduli? Jika aku bilang kita menikah, maka kita akan menikah. Tak ada yang bisa mencegahku atau bahkan menghentikan keinginanku!" ketus Davin menegaskan.

"Aku tahu itu, tapi aku mohon!" ujar Lia kali ini menoleh lalu menatap Davin dengan penuh harap. Wanita itu bahkan sudah tak peduli apapun, karena sekarang ada hal yang sangat penting baginya. "Satu-satunya yang aku pentingkan bagiku dalam hidup ini hanyalah Raka, dia putraku dan aku sangat menyayanginya. Jadi kumohon berikan dia kasih sayang sebagai seorang ayah karena aku tak mau anakku mendapatkan kasih sayang yang pincang dari orang tuanya!"

"Ckckck, kau bicara seolah kau sudah melahirkannya saja!" cibir Davin menyela dan meremehkan Lia.

"Aku tidak peduli itu, tapi aku mohon Pak Davin. Aku tidak akan meminta apapun lagi. Lakukan yang ingin kamu lakukan, dan kau bebas menyiksaku setiap hari!" jelas Lia dengan nada yang bergetar.

"Jadikan aku jala-ngmu, silahkan perlakuan aku sehina mungkin. Lemparkan uangmu pada wajahku setiap yang kamu mau, atau seperti tadi pagi. Apapun yang membuatmu senang, tap-tapi--" Lia dengan nada suara yang mulai bergetar dan mulai terbata, kali ini menatap Davin dengan tatapan yang berkaca-kaca. Kelopak matanya sudah menopang air mata yang banyak, tapi enggan terjatuh. Lia sungguh tak ingin terlihat lemah atau terlihat mengenaskan, sehingga sebisa mungkin dia menguatkan hatinya.

"Tapi seperti yang aku katakan tadi. Hanya satu, tolong berikan kasih sayang seorang ayah pada putraku!" ujar Lia seperti tengah mengemis.

Davin mengerutkan dahi, tapi kali ini dia mengangguk setuju saja. Bagaimanapun juga walaupun anak angkat, tapi Davin tanpa diminta pun sudah mempunyai kasih sayang tersendiri dengan Raka. Ikatan batin dengan anaknya sendiri mana mungkin bisa berbohong.

"Terimakasih," ujar Lia sambil tersenyum tulus. Tak ada beban saat mengucapkannya, walau dia tahu hidupnya takkan sama lagi setelah itu.

Membuka pintu mobil, lalu tanpa diminta lagi wanita itu keluar dari sana dan Davin segera mengemudikan mobilnya dengan cepat menjauh dari sana.

Lia seperti kemarin, berjalan melewati rute yang sama, sampai kemudian pesan Davin masuk ke ponselnya, Lia sedikit berlari karena Davin memperingatkannya agar tidak terlambat.

Tiba-tiba saja kepalanya pusing, perut seperti melilit dan pandangan Lia gelap, tapi sebelum itu dia juga sempat merasakan sesuatu yang aneh mengalir di pangkal pahanya.

Bruk!!

Lia tak tahan lagi, lalu jatuh tak sadarkan diri. Tak ada yang menolongnya karena tempat itu sepi. Jalanan itu jarang dilewati karena merupakan jalan pintas dan lokasi tempat pangkalan ojek yang kemarin dinaikinya bahkan masih jauh.

Sementara itu, Davin sudah sampai di kantor ketika dua jam kemudian masih tak mendapati Lia tak juga tiba.

"Kemana perempuan bereng-sek itu, kenapa masih belum sampai juga? Sial, jangan-jangan dia main-main dan mencoba melawanku lagi!!" geram Davin sambil mengepalkan tangan.

Sampai tiba-tiba panggilan masuk ke teleponnya dan memberitahu padanya tentang Lia. Ya, akhirnya ada pengendara mobil yang lewat dan menemukan Lia, meski sudah sangat terlambat, tapi akhirnya Lia dibawa ke rumah sakit.

"Maaf, tapi hanya nomer anda yang paling sering panggilan keluar masuk di ponsel perempuan yang pingsan itu," jelas orang yang menyelamatkan Lia.

"Apa maksudmu dan di mana Lia di mana isteriku?!" panik Davin tiba-tiba tak tenang setelah mendapatkan panggilan dari Lia tapi malah orang lain yang meneleponnya. Dia bahkan tak sadar menyebut Lia istrinya, padahal mereka sudah mantan.

"Oh, ternyata kamu suaminya. Maaf, tapi istrimu sudah kami bawa ke rumah sakit karena kami menemukannya pingsan di jalan," jelas orang itu seadanya.

"Rumah sakit mana, cepat katakan?!" panik Davin lagi sambil kemudian meraih kunci mobilnya. Lalu dengan buru-buru sebelum orang yang menghubungi mengatakan alamat dia bahkan sudah keluar dari ruangannya.

Mendengar Lia pingsan dijalan membuatnya sungguh sangat khawatir entah mengapa, tapi yang selanjutnya sangat memukul seorang Davin adalah penyesalan dan pernyataan dari dokter yang menangani Lia.

"Maaf kami sudah berusaha, tapi wanita itu terlalu lambat dibawa kemari sehingga kami tidak bisa menyelamatkan janinnya!" jelas dokter dengan serius.

"Apa maksudmu?!" bentak Davin dengan perasaan yang yang sudah sangat bercampur aduk.

"Wanita itu sedang hamil bukan dan dia mengalami keguguran karena banyak tekanan, stress dan kelelahan. Paling buruk saat dia mengalami pendarahan, dia malah lambat dibawa kemari," jelas Dokter lagi, tapi kali ini dibandingkan berteriak marah, Davin tiba-tiba tertegun, dan terdiam kaku.

❍ᴥ❍

Bersambung

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang