25. Antara Mantan Mertua dan Menantu

16.1K 478 1
                                    

"Mama siapa nenek tadi?" tanya Raka penasaran.

Saat ini Lia yang mood belanja karena bertemu Amel. Memutuskan untuk menyudahinya dan mengajak Raka untuk menikmati sesuatu. Mereka makan es krim untuk memulihkan perasaannya.

Akan tetapi itu tak berjalan mulus sesuai harapan Lia, sebab anaknya Raka terus saja bertanya dan membuatnya semakin teringat saja dengan kenangan sulitnya beberapa tahun silam.

"Nenek tadi siapa, katakan Mama?" tanya Raka lagi lebih menuntut membuat Lia sedikit jengkel.

"Makan saja es krimnya atau kalau masih banyak bertanya lagi, sini es krimnya Mama habiskan saja supaya kamu tidak bisa menikmatinya?!" ancam Lia akhirnya menjawab.

Namun bukannya takut, Raka malah menyerahkan es krimnya pada Lia. Aneh sekali dan membuat Lia heran karena biasanya Raka tak begitu. Kalau diancam biasanya anaknya pasti takut dan menurutinya.

"Mama makan saja, nanti Raka tinggal minta Papa belikan yang banyak. Papa itu baik, tidak sepelti Mama yang galak!" ujar Raka membuat Lia melotot tak percaya.

Davin benar-benar sialan. Bisa sekali dia membuat anaknya Raka melawan padanya dan bahkan tak takut apapun sekarang.

"Katakan Mama, siapa nenek itu siapa itu?!" tanya Raka menuntut lagi. "Katakan Mama?" lanjutnya merengek dengan nada yang menyebalkan.

Harusnya Lia bilang saja, itu neneknya, tapi bagaimana mungkin hatinya bahkan tidak rela. Meski sebenarnya yang ditolak dan singkirkan itu cuma dirinya, dan Raka tak pernah ditolak siapapun sebelumnya. Termasuk Amel.

Perempuan tua itu sebenarnya setelah tahu Lia hamil anak putranya, pernah mencari dan bahkan mereka sempat bertemu kembali.

Lima tahun lalu perempuan paruh baya itu datang ke kontrakannya. Lia saat itu tak punya apa-apa, selain dirinya dan juga anak dalam kandungannya. Dia bahkan masih dalam keadaan yang kesusahan. Menyedihkannya dalam keadaan hamil dia harus bekerja.

Amel yang sudah tahu keberadaannya, setelah menyelidikinya. Berulang kali datang dan membujuknya.

'Maafkan Mama, Nak. Tolong maafkan Mama, Sayang. Mama sudah sangat berdosa padamu dan membuatmu seperti ini. Lia ayo, kita pulang Nak!'

'Tidak ada yang perlu di maafkan dan Tante tolong berhenti mengganggu hidupku. Setidaknya setelah apa yang terjadi, biarkan aku hidup tenang!'

'Tapi kamu kesulitan sayang, Mama nggak bisa melihat kamu menderita seperti ini. Serba kesusahan. Baiklah jika kamu tidak bisa memaafkan aku, tolong pikirkan janinmu. Dia pantas hidup layak, Lia!' bujuk Amel dengan serius.

Bagaimana mungkin hatinya tak sakit melihat mantan menantunya itu, kekurangan saat sedang mengandung cucunya. Volume wajahnya Lia bahkan berkurang dan tubuhnya kurus dengan kulit yang terlihat pucat. Keadaan Lia benar-benar memperlihatkan seperti apa serba kekurangannya dirinya.

'Kenapa tidak. Itu tidak sulit, di saat kau dengan tanpa hati bungkam terhadap kebenarannya, dan bahkan sampai hati untuk ikut menundingku, kenapa begitu sulit melihatku miskin dan kekurangan makanan?'

Kedua mola mata Lia memanas. 'Bukan seperti itu, Lia. Kamu salah paham!'

'Cukup! Aku tahu apa yang kau inginkan. Cuma anak dalam kandunganku bukan? Ya, ini memang cucumu, puas?' ujar Lia dengan geram. 'Karena itu, jika memang kamu masih menginginkan anak ini hidup,berhentilah mengganggu hidupku!' lanjut Lia mengancam dengan nada suara yang tak main-main.

'Apa maksudmu Lia?' tanya Amel yang bergetar karena ancaman itu.

'Jika yang membuatmu terus-terusan datang dan mengganggu hidupku adalah anak ini. Maka lebih baik aku singkirkan saja, supaya kau tidak datang lagi!' ujar Lia mengancam, tapi sungguh dia tak serius dengan ucapannya.

Dia mana mungkin membunuh darah dagingnya sendiri.

'Li--'

'Cukup! Aku serius dengan ucapanku!'

Blam!!

Setelah mengatakan itu Lia segera berbalik dan masuk ke kontrakan kecilnya. Menutup pintu dan membantingnya dihadapan Amel. Sungguh sakit luka dihatinya dan Lia sungguh dalam keadaan yang tidak bisa berdamai dengan dirinya sendiri.

Difitnah, diperlakukan hina, diselingkuhi dan dibuang bagaikan sampah. Bahkan keluarga yang melahirkan dan membesarkannya pun sampai hati mencoret namanya dari daftar keluarga karena menganggapnya hina. Semua orang memperlakukannya seperti hidupnya hanyalah aib semata.

Meluruh dan bersandar ke pintu kontrakannya, Lia menangis berseduh-seduh di sana. Sementara Amel juga sama. Namun bukan hanya luka ditolak yang harus ditanggung olehnya, tapi juga penyesalan yang membuatnya tidak akan pernah memaafkan diri sendiri.

'Maafkan Mama, Lia!'

❍ᴥ❍

"Papa-papa!" Raka yang baru saja pulang ke rumah langsung berlari ke arah Davin, begitu melihatnya ada di sana.

"Ada apa anak kesayangannya Papa?" tanya Davin sambil mengulurkan tangan menyambut Raka. Sementara itu Lia cuma mengekor di belakang.

"Tadi kami ketemu nenek di supermalket, teyus dia tanya Mama apa aku cucunya? Nenek itu siapa Pa?" tanya Raka dengan polosnya.

Davin segera menatap Lia dengan tatapan menuntut penjelasan, tapi Lia cuma mengangkat bahunya acuh. "Bukan siapa-siapa, perempuan tua itu cuma salah mengira," jelas Lia berbohong.

Davin tak langsung percaya dan semakin menatap Lia lebih tajam, tapi bukannya takut atau merasa terintimidasi, Lia malah tersenyum santai. "Kau tidak percaya? Baiklah kalau begitu kau cari tahu sendiri saja Pak Davin yang keliatan terhormat, tapi kenyataannya malah sebaliknya. Terserah saja, aku capek. Lebih baik aku ke kamar saja!" jelas Lia yang langsung melakukan ucapannya.

Namun sesaat setelah dia melangkah menjauhi Davin dan Raka, air matanya segera menetes karena tak tahan lagi.

Sebagai wanita yang pernah menjadi menantu Amel ibunya Davin, dan diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Sesungguhnya melakukan penolakan dan bersikap kasar pada ibu mertuanya itu adalah menyakitkan bagi Lia.

Bagaimanapun jua Amel sudah seperti ibunya sendiri, namun Lia pun tak bisa berdamai meski sudah lima tahun berlalu. Seperti buah simalakama yang serba salah, begitulah keadaannya sekarang. Tak siap menyakiti, tapi juga tak mampu baik hati. Menyakiti Amel adalah luka tersendiri untuknya.

Sementara itu di ruang tengah, Raka sedang melanjutkan pengaduannya pada Davin. "Oh, iya. Tadi Mama ambil es krim Raka, Pa."

"Kok bisa sih? Mamamu keterlaluan sekali!" dengus Davin kesal mendengar cerita anak laki-laki yang dia pikir anak angkatnya itu.

"Mama marah karena Raka berisik dan banyak tanya. Teyus bilang ke Raka, kalau Raka banyak bertanya lagi, Mama akan makan es krim Raka!" seru Raka menjelaskan.

Davin tersenyum gemas melihatnya, dan mengusap pipi dan puncak kepala putranya itu. "Tapi Raka nggak takut!"

"Kenapa?" tanya Davin heran.

"Karena Raka udah punya Papa!"

"Anak pintar!!"

"Hm, tapi Papa mau kan beli es krim untuk Raka?"

Davin lebih gemas lagi, lalu mencubit pipi gembul Raka. "Kamu ini, siapa yang ngajarin sih Nak?"

"Papa!"

"Benar juga. Yasudah, ayok kita beli sekarang saja es krim untukmu."

"Hore!"

❍ᴥ❍

Bersambung.

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang