57. Salah Paham

16.2K 392 0
                                    

Liona mendesah kasar, setelah dari restoran dia menyeret kopernya ke tempat lain. Sial. Uangnya kini tinggal tiga juta. "Hahh, cukup untuk apa ini, sedikit sekali!"

Liona memijat kepalanya yang berdenyut nyeri. Tak ada yang bisa diandalkan olehnya sekarang, bahkan jika itu keluarganya. Mengangkat kartu debitnya, Liona menjadi lebih pusing lagi.

"Sepertinya aku akan menjadi gembel sebentar lagi!" ujarnya sambil meringis ngeri.

Namun di saat itu, dia masih tak berpikir untuk berhemat. Wanita itu bahkan saat akan ke ATM untuk mencairkan sisa uangnya, masih saja naik taksi dengan biaya pengantaran yang lebih mahal dari kendaraan lainnya.

Memang selain dalam ATM sisa tiga juta, dia masih mempunyai uang cash beberapa ratus ribu rupiah. Namun tentu saja nominal itu tidak bisa dijadikan penyelamat untuknya. Uang sekecil itu tak ada harganya bagi seorang Liona yang biasa hidup wah dan poya-poya.

Tak ada pilihan lain, setelah mengambil sejumlah uang di ATM terdekat. Liona memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya.

Sayangnya saat sudah sampai di rumah dengan tubuh yang letih luar biasa, Liona bukannya disambut hangat oleh keluarganya, dia malah langsung dicemooh oleh ayahnya yang pemabuk dan penjudi.

"Ngapain kamu ke sini, kalau tidak membawa uang. Dasar anak tidak tahu diuntung, datang-datang malah menyusahkan orang tua!"

"Cih, sudah Mama bilang Liona. Kuras harta tunanganmu, lalu kirim ke kira, tapi apa ini, kenapa kamu malah pulang?!"

Liona menghela nafasnya kasar. Sebenarnya tubuhnya sudah sangat ingin beristirahat sekarang ini. Namun, dia tak berdaya harus berhadapan dengan orang tua yang persis seperti dirinya sendiri.

"Ma, Pa ... Liona juga ingin melakukan itu, tapi posisinya sangat sulit sekarang. Si jala*g itu sudah berubah dan sekarang sudah berhasil merebut perhatian Davin. Liona tahu Mama dan Papa butuh uang, Liona juga butuh itu Papa-Mama!"

Ayahnya memijat kepalanya karena pusing. "Terus untuk apa kamu pulang?"

"Liona udah nggak punya tempat tinggal, semuanya sudah diambil Davin gara-gara perempuan sialan itu! Namun, Papa dan Mama tenang saja, Liona akan mencari solusinya. Kita terutama aku akan mengambil kembali Davin. Mesin pencetak uang kita akan kita rebut kembali!"

"Jangan cuma membual. Kita butuh hasil Liona!" ujar Ibunya menuntut.

❍ᴥ❍

Sementara itu, Davin sudah sepanjang hari mencari keberadaan istrinya tanpa pulang ke rumah, dia sudah mengerahkan anak buahnya dan bahkan sampai melupakan untuk menengok Ares di rumah sakit juga bermain dengan Raka. Seharian Davin menghabiskan waktunya mencari Lia.

Namun begitu sampai di rumah, Lia malah sudah ada di sana. Berdiri di depan pintu masuk, sambil melipat tangan di depan dada dan juga menatap tajam ke arah Davin.

"Sayang kamu udah pulang!" ujar Davin kaget, senang dan juga lega.

Pria itu dengan wajah kusut dan pakaian yang acak, sedikit basah karena keringat. Segera menghampiri Lia, dan hampir saja memeluknya, jika saja Lia tak segera menghindar.

"Dari mana saja sih, Mas. Keluyuran sepanjang hari, habis dari hotel kamu kemana, hahh?!" geram Lia berkacak pinggang.

"Baru saja minta maaf semalam dengan kesalahan kamu yang jujur aja sulit aku terima itu, sekarang kamu udah bikin ulah lagi. Sebenarnya mau kamu apa sih?" tuntut Lia dengan galak.

"Lia Sayang, apa maksudmu? Seharian ini aku mencarimu!"

"Jangan berkelit, kamu pasti mencari perempuan lain, atau mungkin dengan ibunya Ares!" tuduh Lia terlihat salah paham.

Davin mendesah kasar, dia jadi sangat pusing sekarang ini. Kenapa Lia malah salah paham padanya, padahal wanita itulah yang jelas-jelas meninggalkan dirinya di hotel dan bahkan membayar dirinya seperti gigo*o.

"Aku serius mamanya Raka, Adelia istriku. Kamu sendirikan yang meninggalkan aku di hotel dan bahkan membayar malam kita semalam. Aku bahkan sudah menghubungimu, tapi yang aku dapatkan malah nomor yang tidak aktif. Kamu hilang Lia dan aku mencarimu!" jelas Davin tak berbohong.

Menatap ke arah matanya untuk melihat apakah ada kebohongan di sana, tapi yang Lia temukan adalah hal sebaliknya. Sepertinya suaminya jujur dan juga sudah mengalami kesalahpahaman.

"Yaudah, kalau begitu. Pergilah mandi," jawab Lia akhirnya percaya, meski setelah itu wajahnya masih tak bersahabat.

Davin menghela nafasnya kasar kemudian berniat memeluk Lia kembali. Sayangnya dia malah kembali ditolak.

"Mandi dulu, Mas! Genit banget sih, jadi suami! Kalau wangi tak masalah sih, tapi ini sudah keringatan, bau asam, bikin mual, mau peluk-peluk lagi! Huh, sana mandi biar aku siapkan air hangat!" omel Lia dengan ketus.

Davin pasrah saja dan menurut, tapi sebelum dia mencapai kamar, Raka datang lalu menghentikannya. "Papa beyenang lagi, yuk! Tadi Oma belikan Raka bebek baru, Raka mau mencoba itu!"

"Nggak boleh!" ujar Lia yang ternyata mengikuti Davin dari belakang dan melarang keduanya dengan tegas.

"Kenapa nggak boleh. Mama boleh ikut kalau mau," jawab Raka dengan serius. Anak itu tampaknya sudah ingin sekali berenang, tapi sekarang malah dicegat ibunya.

"Iya, nih. Kenapa tidak boleh, apa salahnya kami berenang?" timpal Davin dengan polosnya. Dia juga sama dengan Raka, saat diajak, pria itu juga mengharapkannya. Mau bagaimana lagi, Raka itu bagian dari Davin, jadi hobi dan kebiasaan sudah pasti mirip dan bahkan hampir sama persis.

"Ini sudah malam, kalian bisa sakit," jelas Lia.

"Kan ada kamu sayang!"

"Kan ada Mama!"

Davin dan Raka kompak menjawab serta mengucapkannya bersamaan. Keduanya lantas membuat Lia cukup frustasi. "Kalau ada aku memangnya kenapa?"

"Bisa rawat Raka sampai sembuh," jelas Raka dengan polosnya.

Davin mengangguk setuju. "Benar apa kata anak kita sayang. Kalau kami sakit, kami punya kamu untuk merawat kami," timpal Davin membuat Lia tak habis pikir. Bisa sekali anak dan suaminya berkata demikian.

"Kalian ini, benar-benar nggak takut sakit ya?!" geram Lia sambil mendesah kasar, tapi kemudian kedua pria berbeda generasi dihadapannya malah menganggukkan kepala, semakin membuat Lia naik pitam saja.

Namun, tentunya Lia takkan membiarkan keduanya. "Baiklah, silahkan berenang sepuas kalian, tapi setelah itu jangan ada yang menuntut ayam goreng, atau proses tentang menu makanan kita untuk selanjutnya, yaitu sayuran hijau!"

"Nggak mau Mama!"

"Tidak bisa begitu, Sayang!"

Lagi-lagi Davin dan Raka kompak menjawab.

"Terus bagaimana, kalian tetap berenang lalu habis itu membuatku kesusahan harus merawat kalian yang sakit setelahnya? Ckckck, aku bukan dokter, dan aku masih banyak pekerjaan lain selain mengurus orang sakit!"

Lia bukannya bermaksud tidak perduli pada anak dan suaminya. Akan tetapi, dia mencemaskan keduanya. Itulah alasan mengapa dia mengancamnya.

Davin mendesah kasar lalu menatap putranya dengan wajah yang menyesal. "Maaf, Son. Mungkin besok saja kita berenangnya. Kamu tahu sendiri bukan segalak apa Mamamu?"

Raka menganggukkan kepalanya, lalu mengerutkan bibirnya sampai mirip bebek. "Mama nggak acik, Mama doyan marah terus, Mama galak!"

"Dasar anak nakal, sama saja dengan kamu Mas!" gerutu Lia sambil mendesah kasar. "Urus anak kamu itu Mas, awas saja kalau dia masih nakal!"

❍ᴥ❍

Bersambung.

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang