Davin terlihat puas saat melihat Lia kembali bekerja. Dia senang karena artinya berhasil menaklukkan perempuan yang dibencinya. Saat ini dia bahkan tak sabar untuk menyiksanya kembali. Seolah-olah penderitaan wanita itu adalah kebahagiaannya.
"Lia!" ujar Davin memanggil dengan suara kerasnya.
Lia yang bekerja di depan ruangannya mendengar dan menghampirinya cepat. Jangan sampai pria tak punya hati itu semakin marah padanya.
"Iya, Pak!"
"Siapkan tiket pesawat perjalanan ke luar kota, penginapan dan segala macam hal lainnya. Lakukan dengan baik dan jangan sampai ada yang salah. Aku harus ke sana selama tiga hari ke depan untuk bertemu klien kita," ujar Davin memberitahu.
Dia memang sudah cukup jelas memberikan perintahnya, dan Lia pun melakukannya dengan baik. Akan tetapi semuanya tak selancar itu, karena ternyata Davin mau dirinya ikut menemaninya.
"Tapi Pak, Anda tidak memberi perintah pada Saya sebelumnya tentang itu. Dua jam lagi pesawatnya berangkat dan karenanya mana mungkin saya bisa bersiap secepat itu!" ujar Lia menolak dengan serius.
"Saya tidak perduli, kau pikir kenapa aku memintamu memesan dua tiket. Mau buang-buang uang?" jawab Davin dengan acuhnya.
Andai saja tidak ada Raka, mungkin hal itu takkan sesulit itu bagi Lia, tapi sekarang semuanya sulit. Dia benar-benar tak bisa ikut sekalipun tuntutan pekerjaan. Mau seperti apa nasib anaknya nanti, jika dia berangkat mendadak begitu.
"Saya bisa membayar uang perusahaan yang sia-sia karena satu tiket pesawat, jika itu yang Bapak takutkan!" jawab Lia dengan tegas.
"Saya tidak butuh uangmu tapi kedisiplinanmu dalam bekerja. Profesionallah jika tak mau dipecat."
"Lakukan saja, itu yang saya tunggu!"
"Apa?!" Davin kaget, lalu tersadar dengan kalimatnya. Kemudian mengontrol diri dan merubah ekspresinya menjadi setenang mungkin. "Tentu saja. Aku tak segan melakukannya, tapi setelahnya kau tetap wajib membayar denda atau masuk penjara!"
Lia segera mengepalkan tangan mendengarnya, tapi Davin setelah mengatakannya malah pergi begitu saja tanpa perduli. Lia yang tak punya pilihan terpaksa memikirkan segala cara di saat yang sangat mendesak.
Beruntunglah setelah menghubungi sahabatnya Lyra, bagian menjaga Raka menjadi aman. Buru-buru Lia pulang dan berberes dengan cepat, kemudian berangkat sendiri menyusul Davin di bandara.
Entah siksaan macam apa yang Davin pikirkan, tapi setelah mereka sampai di hotel hanya kamar yang sudah dipesan Lia dari beberapa hari yang tersisa. Dia memang cuma memesan satu, karena dia pikir Davin hanya pergi sendiri, tapi sekarang itu adalah bencana untuknya.
"Mau kemana, Lia? Di sini saja di kamarku. Kau bisa tidur di sini dan aku tidak akan protes sama sekali," ujar Davin menahan Lia.
Saat itu Lia memang hendak mencari hotel lain saja, karena tak mungkin bersama Davin. "Tidak. Terimakasih untuk niat baikmu, tapi kita ini wanita dan pria. Tak sepantasnya tidur dalam satu kamar yang sama!"
Davin langsung tersenyum sinis, kemudian sedikit memiringkan kepala dan menatap Lia dengan aneh. "Kau berkata seperti orang benar saja. Padahal video kita saat melakukan itu masih ada di ponselku," ujar Davin mengagetkan Lia sekaligus membuatnya bingung.
"Tidak usah heran begitu. Aku memang sengaja merekamnya waktu itu, supaya di kesempatan seperti sekarang aku bisa menggunakannya untuk mengancammu. Aku yakin mau sejala-ng apapun seseorang tentu tidak mau video senonohnya tersebar!" ujar Davin tersenyum miring mempermainkan Lia.
"Breng-sek. Anda sungguh menjijikkan!" ujar Lia memanggil Davin formal, semata-mata untuk menegaskan hubungan mereka tak bisa lebih dari boss dan sekretaris.
Namun, tentu saja. Kalimatnya itu apa gunanya. Davin terlalu keras kepala dan dia sungguh laki-laki yang tidak mempunyai hati.
"Terserahmu. Masuk ke kamar atau pergilah ke hotel lain lalu besok saksikan dirimu yang viral karena video kita!"
Tiba-tiba Lia menjadi berani karena terpikirkan sesuatu. "Anda tidak akan melakukan itu, karena selain wajahku wajah anda juga ada di sana!"
Tawa Davin pun meledak mendengar itu. Dia sepertinya geli dengan ucapan Lia. "Hahaha! Kau bodoh juga. Aku mana mungkin membuat diriku sendiri dalam masalah, dan tentunya wajahku sudah aku edit supaya tak terlihat dalam video kita. Mau lihat, Lia?!"
"Ti-tidak!" Hancur sudah Lia sekarang. Dia benar-benar tak berdaya jika sudah begini jadinya.
Hanya ada hati yang pilu dan juga sesak. Bagaimana sekarang dan ke depannya. Tidak punya pilihan dia pun mengikuti Davin ke kamar yang dimaksudkan.
Lia masih terbayang akan gambaran hidupnya. 'Apakah aku akan selamanya begini. Menjadi perempuan simpanan dari mantan suamiku sendiri?!' ujar Lia membatin sesak memikirkan betapa mirisnya nasibnya untuk sekarang.
Brakk!!
"Arrrggghhh, sakit!" jerit Lia yang kaget karena tiba-tiba merasakan dorongan kasar yang kini membuatnya tersungkur menghantam lantai yang keras.
"Makanya kalau jalan itu cepat!" bentak Davin yang ternyata adalah dalang dibalik itu semua. Bahkan sekarang tak terlihat penyesalan dirinya setelah melakukannya.
"Tidak usah memasang wajah munafikmu, Lia. Aku paham bagaimana wanita seperti kamu ini. Bertingkah seperti orang yang paling teraniaya, tapi pada dasarnya kau pasti bahagia dengan hal itu. Karena aku juga sudah pasti membayarmu untuk jasamu itu!!" ujar Davin membuat Lia merasa sudah tak ada harganya.
"Breng-sek! Andai saja kau tidak mengancamku, aku juga takkan sudi!"
"Ckckck, tidak sudi menolak maksudmu? Sudahlah, lebih baik kau berdiri sekarang dan membereskan barang-barangmu yang ikut jatuh. Aku benar-benar muak denganmu. Andai saja kau tak menarik, mungkin aku akan memilih jalan lain untuk menyiksamu!"
"Kau benar-benar tidak punya hati!"
Davin terdiam seperti tertohok mendengar kalimat itu, tapi kemudian dia menatap dengan sinisnya. "Benar. Aku memang tidak punya hati, tapi Lia kau juga jangan lupa. Penghianatanmu yang sudah menghancurkan hatiku!"
❍ᴥ❍
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BOSS IS MY EX-HUSBAND
RomanceLia pikir masa lalunya yang suram sudah berlalu. Setelah sekian tahun harusnya dia sudah moveon dan melupakan kenangan pahit itu, lalu melanjutkan hidupnya dengan bahagia. Namun siapa yang menyangka, kalau takdir malah mempertemukannya dengan Davin...