28. Keinginan Amel

13.2K 411 3
                                    

"Cih, mampus kamu perempuan jadi-jadian. Emangnya enak aku kerjain!" gerutu Lia setelah puas mengerjai Liona.

Dia meletakkan ponsel Davin yang sudah tak terhubung lagi dengan Liona. Sungguh puas sekali perasaan Lia sekarang. Entah mengapa walaupun kedengaran kejam, tapi dia merasa lega. Akhirnya dia bisa membalas apa yang pernah Liona lakukan padanya lima tahun lalu.

"Pasti kebakaran jenggot tuh perempuan. Haha, asik juga giniin orang. Lain kali coba lagi ah!" seru Lia sambil beranjak dan mencoba bangkit dari tempat tidur.

Namun tiba-tiba saja sesuatu bersarang di pinggangnya. Terasa berat sampai membuatnya tertahan tetap dalam posisi yang sama. Lia menoleh kebelakang dan menemukan Davin sudah terbangun, menatap dengan senyuman devil yang membuat bulu kuduk Lia merinding disko.

"Sejak kapan kamu bangun?!" tanya Lia sambil meneguk ludahnya kasar.

Davin tak menjawab melainkan menarik Lia semakin dekat dan menyekapnya semakin erat, tapi kemudian satu tangannya yang lain yang bebas juga tak tinggal diam. Dia meraih ponselnya dan langsung memeriksa riwayat panggilan.

Davin kembali meletakkan ponselnya, lalu menatap Lia dengan seringai aneh. "Kamu terlihat senang sekali, setelah lancang mengangkat panggilan telepon dari ibuku dan tunanganku. Kau habis melakukan sesuatu yang seru?"

Lia menggelengkan kepalanya dan tak mau mengakuinya, lalu mendorong Davin dan berusaha lolos dari pria itu. "Aku harus pergi!"

"Tidak bisa. Ukhuk-ukhukk, kau harus menjelaskannya dahulu!" tegas Davin tak mau dibantah.

"Kau sedang flu Mas Davin, dan aku tidak mau tertular kamu!" tegas Lia keceplosan memanggil Davin Mas. Dia menggigit bibirnya lalu menghela nafasnya kasar. "Maksudku Pak Davin. Tolong, mengertilah. Jika semua orang di rumah ini sakit siapa yang akan menjaga siapa?"

Davin mengalah, tapi kemudian Lia tak juga bergerak. "Ada apalagi? Pergilah, aku sudah tidak menahanmu!"

Lia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sial dia lupa kalau dibalik selimut dia cuma memakai dalaman tak ada apapun lagi selain itu, sebab saat mengerjai Liona tadi dia memanglah sempat membuka atasannya.

"Kau menyesal dan mau kupeluk lagi? Cih, ternyata kau haus belain juga!" cibir Davin kejam.

Lia tak terlalu memperdulikannya, karena itu tak cukup penting. "Tolong berbaliklah!"

"Apa maksudmu?"

"Pak Davin, kumohon ...."

"Kau hanya sekretarisku dan kau tak pantas memerintah diriku!"

"Aku tidak pakai baju, dan aku malu jika kau melihatnya!" ujar Lia cepat dan menjelaskan.

Untuk sesaat Davin terdiam, lalu tiba-tiba saja menyeringai aneh. Lia yang menyadari perubahan itu pun membulatkan matanya.

"Tidak!"

Bruk!

Wanita itu karena terlalu sigap menghindar begitu Davin bersiap untuk mengerjainya, terpaksa jatuh ke bawah tempat tidur. Dia segera mengerang sakit dan sepertinya Davin juga. Namun pria itu bukannya ikut merasakan sakitnya Lia, tapi sakitnya dirinya karena Lia sudah tak sengaja menendang itunya saat hendak kabur.

"Sial. Bahkan tanpa sehelai benangpun aku sudah melihat dan mencicipimu, tapi kamu masih saja malu-malu! Dasar kucing!" umpat Davin geram dan juga kesal di saat yang bersamaan.

Lia meringis ngeri, karena dia pun sadar apa yang Davin sudah alami dan itu karena dirinya sendiri.

"Maaf," ungkap Lia sambil meraih pakaiannya yang sempat dilepas lalu memakainya dengan cepat.

"Tanggung jawab kamu Lia!" geram Davin. "Ukhuk-ukhukk!!" lanjut Davin sampai terbatuk.

"Nggak mau!" beo Lia yang kemudian segera kabur dari kamar.

❍ᴥ❍

Dua hari setelah membaik, Davin kembali bekerja dan Amel datang ke sana untuk menemuinya. Perempuan paruh baya itu menginginkan Davin segera menikahi Lia, tak peduli jika dia akan menjadi egois, karena artinya dia akan mengabaikan Liona.

"Kalau kalian memang ingin kembali bersama, nikahi Lia secepatnya Davin!" ujar Amel dengan serius.

Dia sungguh menginginkan Lia kembali menjadi menantunya, apalagi setelah mengingat pertemuannya dengan sang cucu yang bagaikan pinang dibelah dua dengan anaknya. Perasaan ingin mempersatukan keduanya pun semakin menggebu.

"Davin juga mau secepatnya, Ma," jawab Davin sambil tersenyum. Membuat Amel salah paham dan berpikiran kalau hubungan anak dan menantunya sungguh sudah membaik.

Amel bersumpah tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi dan berjanji akan memperbaiki apa yang salah, serta menjaga hubungan keduanya agar tetap utuh.

Namun untuk sekarang biarlah mereka menikah dulu, urusan Liona bisa belakangan.

"Kau tidak bohong, Nak?"

"Tidak, Ma. Davin sangat serius dan akan menikah dengan Lia secepatnya dalam waktu yang dekat!" jawab Davin serius.

"Baguslah. Mama akan selalu mendukungmu untuk itu!" ungkap Amel.

Setelah bertemu Davin, Amel menemukan Lia sudah ada di depan ruang kerja putranya. Amel tersenyum menatapnya dengan tatapan penuh arti. Meski tak berani menyapa karena takut merusak mood mantan menantunya, Amel tetap senang.

Namun setelah akan pergi, Amel juga tak bisa untuk tak memperhatikannya. Oleh karena itu, Amel segera memesan sesuatu untuk makan siang Lia dan memesannya atas nama Davin supaya mantan menantunya mau menerimanya.

Sementara itu Lia setelah mendapatkan makan siang atas nama Davin segera berdecak kesal, meskipun tidak menolaknya. "Aneh sekali. Tumben boss jahat itu memperhatikanku. Ah, tapi mungkin saja ini balasan karena aku sudah mengurusnya beberapa hari ini."

Lia tersenyum saat menemukan menu makan siang favoritnya. Aneh, meski sudah kerapkali disiksa, tapi hal sederhana itu membuatnya bisa tersenyum bahagia.

"Ah, setidaknya setelah kerja bakti tanpa gaji yang melelahkan ini, setidaknya aku bisa makan siang enak hari ini dan tanpa kerepotan untuk memesannya!" ujar Lia dengan perasaan tak sabaran untuk menyantapnya.

❍ᴥ❍

Bersambung

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang