20. Mencari Papa

14.6K 489 2
                                    

"Kamu kemana saja sih, beberapa hari ini? Aku lihat sekretarismu perempuan rendah-an itu juga tak ada di depan?" Liona menemui Davin.

Sebenarnya dia sudah berusaha menjumpai tunangannya itu, sama seperti Amel yang berulang kali bertemu dengan Lia, maka Liona pun tak kalah dia menjumpai Davin.

Di apartemen, rumah, tempat kerja dan bahkan menghubunginya lewat telepon. Davin tetap saja susah diajak bertemu, meski akhirnya usaha Liona tak sia-sia.

"Jangan menggangguku dan pulanglah!" ujar Davin memperingatkan.

Dia yang saat ini sibuk dengan setumpuk pekerjaannya, berkutat dengan laptop, sama sekali belum mengalihkan pandangannya untuk melihat Liona. Bagi Davin tunangannya itu sama sekali tak penting.

"Aku tidak mau. Kamu tidak bisa mengusirku seperti ini!!" bantah Liona memberanikan diri bersikap tegas.

Namun bukannya perduli atau menunjukkan ekspresi lain di wajahnya, setelah mendengar ucapan Liona, pria itu malah mengambil ponselnya lalu menghubungi asisten pribadinya.

"Panggilkan dua petugas keamanan ke sini dan lupakan soal mobil baru yang aku pesan beberapa waktu kemarin. Jika pesanannya tak bisa dibatalkan, jual mobilnya kembali!" ujar Davin ditelepon membuat Liona kaget dan memucat dalam seketika.

"Apa-apaan itu, kamu tidak bisa mempermainkan aku begini! Aku tunanganmu ingat itu dan aku bahkan sudah melahirkan satu anak untuk kamu!" bentak Liona tak terima dan langsung berjalan menghampiri Davin di meja kerjanya.

Namun pria itu sama sekali tak menunjukkan perhatiannya dia tetap dia dan setelah menutup telepon, dia melanjutkan pekerjaannya. Kehadiran Liona dihadapannya seolah tidak penting dan sama sekali tak berarti.

"Davin kamu nggak bisa giniin aku. Semena-mena dan mempermainkan aku begini! Aku ibu dari anak kamu Davin!! Ibunya Ares anak kita!" tekan Liona setengah berteriak menekan kata di dalam kalimatnya.

Davin akhirnya mengangkat kepalanya menghadap Liona, tapi bukan untuk mengatakan sesuatu pada perempuan itu, melainkan menggerakkan kepada pada dua petugas keamanan yang ternyata sudah tiba di sana.

"Bawa perempuan ini keluar, lalu pastikan dia tidak akan kembali untuk menggangguku!" tegas Davin yang setelahnya kembali acuh.

"Sialan! Kau tidak bisa memperlakukan aku begini!" teriak Liona marah.

Namun seperti yang seharusnya, sebelum Liona menunjukkan tanduknya dua petugas itu sudah berhasil meringkusnya. Mereka segera menjalankan tugas dan membawa Liona dengan paksa keluar dari sana.

"Arrrggghhh, lepaskan aku. Lepas! Davin kamu nggak bisa memperlakukanku seperti ini. Davin!!"

"Sial. Perempuan ini membuatku pusing, tapi satunya lagi malah membuatku ingin gila!" ujar Davin yang kemudian memijat pangkal hidungnya karena pusing.

Hari ini setelah bekerja seharian, Davin tidak pulang ke rumah orang tuanya ataupun rumah mantan istrinya. Dia merasa membutuhkan sesuatu yang bisa mendinginkan kepalanya, dan klub malam eksklusif mungkin adalah solusinya. Minum anggur mahal mungkin bisa membuatnya melupakan masalahnya sejenak.

"Lia karenamu aku membunuh darah dagingku sendiri. Kau memang sialan, perempuan tidak punya hati. Aku bersumpah akan membalaskan semua sakit hatiku. Aku bersumpah Lia!!" teriak Davin ketika kesadarannya menipis akibat alkohol.

Namun lama-lama dia jadi bosan melakukan kegiatannya itu. Sehingga diapun pulang ke rumah orang tuanya dan berenang di kolam renang. Tak perduli walaupun hari semakin malam dan udara semakin dingin.

Sementara itu di rumah Lia, Raka sudah menangis histeris karena ayahnya tak pulang. Dia terus mencari Davin dan menyalahkan ibunya karena merasa Lialah penyebabnya.

"Mama jahat! Mama pasti udah usir papa! Mama suruh papa kerja terus! Hikss-hiks ... Raka mau Papa!" teriak anak itu dengan kencang sambil sesekali sesegukan.

Tak perduli bagaimana Lia sudah berusaha untuk menenangkannya, namun Raka terus saja histeris menangis dan meminta papanya.

"Engga Nak, nggak! Sebentar lagi papanya Raka pasti pulang. Sstttt ... jangan menangis lagi sayang. Mama disini," bujuk Lia sambil menggendong dan mengusap-usap bahu putranya.

"Hhhuuuaaa! Raka mau papa, Raka mau main sama papa. Kenapa papa pergi? Huaaa ... Mama pasti yang sudah usir papa!"

"Sayang Mama tidak mengusir papamu, dia cuma banyak kerjaan makanya belum pulang."

"Bohong! Raka nggak percaya, Mama pasti dah usir Papa. Huaaa, hikss-hiks!"

Lia mendesah kasar, dia bingung dan tak mengerti harus melakukan apalagi pada putranya itu. Raka memang keras kepala dan susah sekali untuk dibuat mengerti, dan sekarang mungkin adalah puncaknya.

"Baiklah-baik. Mama akan telepon papa kamu sekarang juga!" tegas Lia sambil kemudian membawa putranya ke kamar lalu meletakkannya di kasur, dia mengambil ponselnya kemudian mendial nomor telepon Davin.

Namun sayang bukan Davin yang menjawab, tapi malah operator. Mendadak kepala Lia pun jadi pusing. "Yatuhan, harus bagaimana lagi ini?!" ujar Lia dengan wajah yang cukup frustasi.

Raka tidak bisa diam, anak itu bahkan melewatkan makan malam. Andai saja bukan lelah dan mengantuk yang menghentikannya, mungkin saja dia akan terus menangis tanpa memandang waktu dan juga tempat.

Menatap putranya yang akhirnya lelap, hati Lia merasa sesak dan juga pilu. Dia yang sudah susah payah menggandung dan membesarkan putranya, tapi sekarang bahkan Raka seperti lebih membutuhkan Davin dalam hidupnya.

Ada perasaan tak terima akan hal itu, tapi Lia bisa apa. Dia sendiri pun tahu penyebabnya. Raka itu duplikatnya Davin. Mulai dari kedua bola mata, hidung mancung dan bahkan bentuk serta warna rambutnya, mereka mirip hanya beda versi. Satunya bocah dan satunya lagi orang dewasa.

Satu-satunya kemiripan yang Raka ambil dari ibunya, hanyalah bentuk bibirnya. Sayangnya memang hanya itu, karena bahkan untuk sikap Raka juga sama keras kepalanya dengan Davin.

Tak terasa, malampun semakin larut. Lia tak sadar ketiduran di kamar anaknya. Tepat pukul dua pagi, Davin pulang dan langsung mencarinya.

"Kemana wanita itu? Sial. Dia selalu tak bisa membuatku merasa tenang!" geram Davil kesal dan bercampur khawatir.

Beruntung setelahnya di mengecek ke kamar Raka dan menemukan mantan istrinya juga di sana. Untuk sesaat dia terdiam ketika menyadari sesuatu yang aneh.

"Apa yang terjadi?" bingung Davin yang kemudian mengecek Raka. "Sialan. Perempuan ini tak becus menjaga Raka. Dia membuatnya menangis sampai wajahnya sangat sembab sekali. Kasihan sekali anakku ini!" ujar Davin menyesal karena dia datang terlambat.

Tak mau menjauh, dia mendekat lalu mengambil tempat di bagian tempat tidur yang kosong, tapi pergerakannya malah membangunkan Raka.

"Papa!" ujar anak itu dengan lirih, kemudian karena tak mau papanya pergi lagi, Raka pun mendekat dan berhambur memeluknya.

"Kenapa menangis, Son. Apa Mama jahat sama kamu?" tanya Davin perhatian dan Raka mengangguk membenarkannya. Membuat Davin mendesah kasar dan segera merutuki Lia dalam hatinya. 'Kalau tidak bisa mengurus anak, ngapain nekat mengasuh dan mengambil anak angkat!?'

"Papa jangan pelgi lagi ya?" ujar Raka lagi sambil memeluk Davin lebih erat.

Davin mengangguk setuju lalu mengusap punggung putranya dengan penuh kasih sayang. Dia sebenarnya merasa aneh dengan perasaannya pada Raka, mengapa dia bisa sampai sesayang itu, tapi kemudian Davin berpikir itu karena dia mendamba anak terlalu lama. Sementara dengan Ares, mereka pun tidaklah cukup dekat.

❍ᴥ❍

Bersambung

MY BOSS IS MY EX-HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang