Lia mengecup kening Raka lalu mengusap pipi gembulnya. Sudah seminggu lebih dia tak melihat anaknya itu dan Lia sangat merindukannya, tapi karena sekarang Raka sudah tertidur, Lia juga tak bisa mengganggunya. Dia tak mau membangun Raka. Masih ada hari esok dan Lia tak mau jadi ibu yang egois.
Sehingga dia hanya menatap lama Raka, kemudian setelah merasa cukup dia kembali ke kamarnya, atau tepatnya kamar yang juga pernah ditempati oleh lima tahun lalu.
Cklek!
Lia menatap sekitar lalu menyadari tak ada yang berbeda. "Bagaimana tempat ini masih tertata dengan baik dan sama seperti dulu ...."
Lia terus memperhatikan sekitarnya, lalu karena gerah dan juga lelah, Lia memutuskan untuk mandi. Berendam sekitar sepuluh menit lebih, lalu mengguyur tubuhnya dengan air dingin di shower. Wanita itu berberes mengerikan tubuh dengan handuk dan serangkaian proses lainnya.
Clekk!!
Lia membuka pintu kamar mandi dan menemukan suaminya yang jahat itu tengah menjulang tinggi, berdiri tepat dihadapannya.
"Kenapa cepat sekali mandinya, padahal aku mau menyusulmu ke dalam?" tanya Davin menyiratkan wajah kecewa.
"Tentu saja karena aku tidak mau kamu susulin ke dalam!" balas Lia ketus.
"Bahkan kau sudah memakai pakaian di dalam. Cih, istri macam apa itu, tidak memikirkan suaminya sama sekali?!" balas Davin dengan nada suara kesal.
Lia memutar bola matanya kesal, lalu bergeser ke samping untuk mendapatkan jalannya yang sempat dihadang Davin.
"Awas saja Lia, aku pasti akan memberimu perhitungan karena sudah membuat pinggangku sakit dan juga tidak menungguku mandi!" kesal Davin memperingatkan.
Sebetulnya dia bisa saja menarik Lia atau memaksanya seperti biasanya, tapi memang dia lumayan lelah karena baru saja melewati perjalanan yang lumayan jauh. Jadi sepertinya Davin menyegarkan diri dahulu.
Sementara Lia, dia tak langsung tidur setelahnya, tapi mencari sesuatu untuk dimakan olehnya. Malam-malam begini setelah menjalani hari yang melelahkan, sekarang ada perut yang minta diisi.
"Kamu belum tidur, Lia?" tanya Amel yang rupanya masih bangun.
"Mas Davin sudah pulang, dia ada di kamar jika Mama ingin melihatnya!" ujar Lia mengalihkan pembicaraan. Dia sedang tak mau membahas apapun dengan mertuanya itu atau bahkan cuma basabasi.
Namun tentu saja tak begitu, lama tidak berinteraksi dengan wanita yang menjadi menantu kesayangannya yang dianggap sebagai anak sendiri, membuatnya melakukan segala cara untuk bisa mendekatinya.
Amel keras kepala bersikeras membuat Lia luluh padanya dan mereka bisa seperti dulu. "Mama sudah bertemu dengan anak itu, dia memegang pinggangnya yang sepertinya terlihat encok. Lucu juga Davin, Mama yang tua, tapi sepertinya dia yang lebih dahulu merasakan gejala penuaan itu," ujar Amel mencoba mencairkan suasana, tapi sayang sekali Lia hanya menjawabnya dengan deheman singkat.
Amel kecewa, tapi tak bisa menuntut banyak. "Ngomong-ngomong kamu ke dapur, karena lapar Lia? Mau Mama buatkan sesuatu?"
"Tidak. Aku sudah bisa sendiri, Ma," jawab Lia datar tanpa memperlihatkan ekspresi sama sekali.
Amel mendesah kecewa dan menyerah. "Baiklah, tapi kalau kamu butuh sesuatu, kamu bisa panggil Mama!"
"Hm," balas Lia dingin dan setelah itu Amel pergi di sana.
Lia pun memutuskan memasak beberapa hidangan, walaupun capek dan lapar, dia masih bertenaga. Selesai dengan itu, wanita itupun menghidangkannya di atas meja makan, tapi sebelum itu Davin rupanya sudah ada dan anteng duduk di kursi di depan meja makan. Menantikan Lia melayaninya.
"Untuk pertama kalinya setelah sekian lama kita mengenal, kau akhirnya peka kalau aku sedang lapar!" ujar Davin bersiap makan.
Lia memutar bola matanya kesal dengan ucapan itu. Siapa bilang dia pertama kalinya peka pada perut pria itu. "Pak Davin saja yang baru sadar kali kalau aku begitu, selama kita bersama aku bahkan sudah seperti ini. Membuatkanmu makan bahkan sebelum kamu lapar!"
Davin terdiam lalu mengingat-ingat. Memang benar begitu. Ah, dia yang salah ternyata. "Cih, pembual. Dalam ingatanku kau itu pemalas. Kalau aku tidak memaksa, kau tidak akan mau!" jawab Davin menyangkal dan membuat Lia tak terima.
Brak!
Wanita itu jadi sedikit kasar meletakkan masakannya. Malam ini bahkan dia pun sengaja masak beberapa hidangan, sebab berpikir si jahat dihadapannya pasti lapar. Namun namanya orang jahat, mana mengerti itu. Lia jadi menyesal meladeninya.
"Apa?!" bentak Davin menatap tajam. "Kau tidak terima Lia? Tapi itu faktanya, itu kenyataan Lia!! Ingat bagaimana honeymoon kita bagaimana dirimu, jangankan hal seperti ini, untuk urusan yang enak di kamar saja, kau harus dipaksa bukan?!" ujar Davin melanjutkan dengan sedikit sarkas.
Membuat Lia kali ini greget dengan suaminya. Bisa sekali pria itu mencelanya.
"Tapi bahkan kau pun masih memanggilku, 'pak' meski aku memperingatkanmu? Kau pikir hubungan kita sekarang apa, hah?!" Davin rupanya masih memancing dengan mengungkit masalah yang lain.
"Pak Davin kau sendirikan yang memperingatkanku saat kita pertama kali bertemu setelah sekian lama?!" balas Lia menahan kesal.
"Dasar wanita bodoh. Itu saat kita belum menikah kembali dan saat itu kau masih sekretarisku! Sekarang beda Lia, dan sekarang kau istriku, apa kau mengerti?!"
"Hm."
"Kau pikir aku paham dengan dehemanmu saja, katakan dengan jelas Lia!"
"Iya, Mas. Puas?!"
"Tidak!"
Keduanya reflek saling menatap tajam, tak ada yang mau mengalah kali ini dan Lia sungguh geram pada Davin, begitupun sebaliknya.
"Makan!" pada akhirnya yang mengalah itu Lia.
Dia menyerah dan tak mau berlama-lama begitu, karena tersadar perutnya lapar. Setelah menghidangkan makanannya di piring suaminya, Lia mengambil untuk dirinya sendiri.
Namun Davin yang kesal rupanya makin kesal dan bermaksud melakukan sesuatu untuk membuat Lia lebih tersiksa. "Aku nggak mau makan kalau tidak disuapin!"
Lia membulatkan matanya tak percaya. Gila, suaminya ini bukan anak kecil, tapi suka sekali merepotkan dirinya. "Tapi kau sudah dewasa?!"
"Kau tidak mau?!" balas Davin dengan nada mengancam. "Baiklah jika begitu, maka akupun akan berhenti bersikap baik pada anak angkatmu. Cih, asal kau tahu saja, aku punya anak kandung sendiri dan dia juga sudah sebesar Raka!"
Lia terdiam, tertegun dan merasa sesak. Berpikir Davin sungguh sudah sejauh itu mempunyai hubungan dengan wanita lain. Seandainya Davin tahu, Raka anak kandungnya, lalu bagaimanakah pria itu?
Tak mau berpikir lebih keras, Lia memutuskan untuk pasrah. Lagian semua yang dia lakukan ini demi Raka. Menikah dengan Davin saja dia lakukan, apalagi jika cuma menunda makan untuk menyuapi pria itu.
"Duduk di sini!" ujar Davin menepuk pahanya.
Lia menurut, tapi saat sudah duduk, ucapan Davin kembali menghantam uluhatinya. "Kalau sudah begini kau jadi terlihat seperti jala*g penggoda!"
❍ᴥ❍
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BOSS IS MY EX-HUSBAND
RomanceLia pikir masa lalunya yang suram sudah berlalu. Setelah sekian tahun harusnya dia sudah moveon dan melupakan kenangan pahit itu, lalu melanjutkan hidupnya dengan bahagia. Namun siapa yang menyangka, kalau takdir malah mempertemukannya dengan Davin...